Chapter 8-10

562 50 6
                                    

SEMARANG.

Area ruangan besar itu terlihat rapi. Warna putih mendominasi. Terdapat dua kursi dan satu meja kayu pada masing-masing teras ruangan. Lantai keramik juga sudah tampak bersih. Habis di bersihkan petugas, sepertinya.

Beberapa perawat sibuk dengan urusan masing-masing di station nurse, ruang khusus perawat bekerja di sebelah ruang konsultasi gizi. Beberapa orang yang tengah menunggu pasien, atau sekedar berkunjung sesekali berlalu lalang. Ini masih jam kunjung, ternyata.

New melangkahkan kaki saat lift berhenti tepat pada lokasi tujuannya. Lantai tiga paviliun garuda. Tempat dimana Singto berada. Sudah hari ketiga semenjak lelaki itu dirawat. Namun, sampai sekarang dia belum juga sadarkan diri. Dokter mengatakan, jika trauma akibat benturan pada kepala lelaki tersebut menyebabkan efek yang cukup serius. Sedangkan, beberapa patah tulang pada area tangan dan kaki sudah tertangani dengan cukup baik.

Beberapa perawat yang melihat kedatangannya tersenyum ramah. Mereka tau, jika lelaki tersebut adalah putera bungsu dari salah satu Dokter Spesialis Ortopedi sekaligus petinggi rumah sakit disini. New menyambutnya. Membalas dengan senyum terbaiknya. Lalu, menyapa sebentar. Sebelum akhirnya kembali melangkah. Tinggal beberapa ruang lagi dia akan sampai. Pada langkah ke sekian, salah satu perawat senior terdengar berucap,

"Emang ngguanteng anak bontot e Dokter Tha iku."

(Emang ganteng bangettt anak bungsunya Dokter Tha itu)

(ngguanteng itu berasal dari kata ngganteng, alias ganteng. Tambahan u dalam kata ngguanteng bisa berarti ganteng banget/ ganteng pol/ ganteng maksimal)

New mendengarnya, dan hanya tersenyum. Tidak perlu menjawab. Mereka sudah biasa mengucapkan hal tersebut sejak dulu.

***

New menghembuskan nafas berat sebelum membuka pintu. Sejenak, melihat dari kejauhan lelaki yang masih terbaring itu dari kaca. Memberanikan diri setelah membetulkan posisi buket bunga pada salah satu tangan. Lalu, membuka ruangan tersebut dengan hati yang berusaha untuk lapang.

Senyum cerahnya perlahan tercipta. Meski terpaksa. Bagaimana pun, dia harus tetap ceria dihadapan orang sakit, apapun kondisinya. Untuk menstimulsi diri sendiri juga, jika lelaki itu akan baik-baik saja. Cepat atau lambat, nantinya.

Menggunakan handscrub beberapa semprot yang tertempel pada tembok dekat pintu masuk untuk proteksi diri maupun sang pasien. Lalu, terdiam sebentar disamping ranjang untuk memastikan kondisi vital sign lelaki tersebut pada layar monitor. Memperhatikan dengan seksama. Setelah mendapat hasil yang cukup memuaskan, kemudian memperbaiki letak selimut setelah memastikan suhu ac dalam kondisi dingin.

Suhu dingin ac dapat membantu untuk membunuh bakteri dan virus. Setidaknya, meminimalkan pertumbuhan tersebut di dalam ruangan. Terlebih, untuk pasien seperti Singto yang tidak sadarkan diri, dan terdapat beberapa luka bekas operasi yang mana memiliki kemungkinan untuk timbulnya infeksi.

Dia tersenyum lega. Setelah tau jika perban pada luka bekas operasi milik Singto sudah diganti oleh perawat yang bertugas. Sehari atau dua hari sekali perban luka operasi memang harus diganti. Untuk mencegah timbulnya komplikasi lain karena tidak terjaga kebersihannya. Karena bagian tubuh yang mengalami luka, semakin memiliki tingkat kesensitifan yang tinggi, dalam arti lain lebih mudah untuk terkena infeksi.

Kemudian, mendekat ke arah meja di dekat jendela. Berniat untuk mengganti bunga di dalam vas tersebut dengan yang dia bawa kali ini. Mawar putih adalah favorit lelaki tersebut. Eh, tidak. Itu adalah bunga favorit New, sebenarnya. Singto selalu menyukai apapun yang dia suka. Maka dari itu, mawar putih kali ini menggantikan lavender. Entah siapa yang membawa bunga tersebut. Kemarin, dia tidak kesini sama sekali. Mungkin saja Ayah atau Ibu Singto, atau bisa juga orang lain.

Garis Terdepan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang