23. Mosi Tidak Percaya

374 37 6
                                    

JAKARTA

"Kekuasaan itu bukan tujuan, itu hanyalah alat. Ada istilah yang keren sekali dari Profesor Winters, saya suka. The wealth defense industry. Industri pertahanan kekayaan. Mereka melakukan banyak hal untuk mempertahankan kekayaan termasuk menggunakan instrumen demokrasi, yaitu, pemilu."

Seorang lelaki di depan kelas itu menjelaskan sembari membuat skema sederhana di papan tulis. Ada tiga bagian utama yang dia tulis besar sehingga menghasilkan cabang-cabang dari poin yang dia maksut.

PEMILU - OLIGARKI - RUANG PUBLIK.

Dia mengamati beberapa orang yang tengah mendengarnya di dalam kelas tersebut. Memastikan jika ucapannya bisa tersampaikan dengan baik dan dapat dipahami.

"Ketika akhirnya mereka sudah menguasai lembaga publik, ketika akhirnya menghasilkan kandidat yang juga di dukung oleh para oligark (penguasa/pelaku oligarki) mereka akan menyebrang mengendalikan ruang publik. Sehingga apa yang terjadi? Jurusnya, biasanya, kill the messenger. Messengernya bisa saja para aktivis, bisa saja media yang kritis, dan bisa saja mahasiswa. Apa yang akan di lakukan? Mereka akan menjawab kritik dengan intrik. Argumen di balas dengan sentimen. Tidak ada kasus pun di ada-ada kan."

Menjelaskannya sembari menggunakan laser pointer ke arah tulisan-tulisan yang dia bicarakan. Menunjuk dibagian pemilu kearah bagian ruang publik.

Beberapa orang mendengarkan dengan khidmat.

Satu - dua orang yang mendengar terlihat mengangguk paham seolah mengerti dengan arah pembicaraannya.

Satu orang di pojok sana, bertanya kepada orang di depannya.

Lelaki itu kemudian kembali meneruskan ucapannya,

"Jurus kill the messenger ini temen-temen, ini menjadi sangat ampuh karena kita hidup di ekosistem yang sudah tercemar polarisasi. Jika pro pada satu isu, di cap begini. Jika kontra, di cap begitu. Argumen yang bermutu dan sentimen yang paling tidak bermutu bisa di masukkan ke dalam satu keranjang yang sama. Semuanya di permak sebagai aktivitas dukung mendukung elektoral saja."
.
.
.
Mendung.

Langit terlihat gelap. Hembusan angin mulai bertiup, menerbangkan dedaunan serta debu-debu dari tanah dan membawanya ke tempat lain.

Lelaki itu mulai memasukkan buku-bukunya ke dalam tas setelah suara hujan yang semakin besar terdengar ditelinganya.

Dia memang sudah selesai melakukan diskusi beberapa waktu lalu, dan lebih memilih tinggal beberapa saat disini untuk sekedar membaca buku yang baru saja dia pinjam dari perpustakaan.

Sebelum akhirnya, seorang teman menelepon dan mengganggu aktivitasnya.
.
.
.
Orang-orang terlihat menggerombol di salah satu ruangan. Lelaki itu yang tengah berjalan dengan seorang teman perempuannya sedikit tertarik dengan pemandangan tersebut.

"Itu ada apaan?"

Berbicara kepada teman perempuannya yang sedari tadi menggandeng tangannya.

"Oh, biasa. Itu konsultasi gratis."

Sedikit menaikkan alis setelah mendengarnya.

Konsultasi macam apa yang membuat kliennya menggerombol tidak beraturan seperti itu?

"Eh, ikutan gabung aja, yuk. Ramalan dia sering valid tau."

Lelaki itu hanya pasrah karena salah satu tangannya ditarik menuju ruangan tersebut oleh teman perempuannya.
.
.
.
"Si Beta sama si Alfa itu jadian tanggal 13. Di rumahnya Beta jam 21.45 malem. Ini yang nembak si Beta."

Garis Terdepan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang