Part 8 - Living Together

791 75 14
                                    

Chloe sedang menunggu namanya dipanggil. Akhir-akhir ini ia merasa asam lambungnya bertambah parah. Karena menyibukkan diri di kantor, Chloe menjadi sering telat makan malam. Bahkan perempuan itu lebih memilih tidak makan saat pulang karena setiap kali ia berada di meja makan ia akan teringat oleh kehadiran Sean saat mereka masih bersama.

Hampir setiap pagi ia mual karenanya namun tetap saja Chloe tidak memperbaikinya dengan makan malam teratur. Sempat terpikir olehnya bahwa ia sedang mengandung namun ia tidak berani mengetes kehamilannya. Bahkan Chloe sudah membuang jauh-jauh beberapa test pack yang masih belum terpakai.

Hingga pagi tadi ketika Chloe membulatkan tekadnya untuk mengetes kehamilannya di pagi hari, keinginan itu lenyap seketika itu juga saat menemui bercak darah di celana dalamnya. Sungguh kejadian itu bukan menjadi hal yang baru lagi bagi Chloe. Beberapa bulan belakangan siklus hidupnya selalu berputar disitu saja. Jadi ia tidak akan berharap lebih kali ini.

"Nona Chloe Panjinoto."

Chloe bangkit berdiri begitu namanya disebut oleh seorang suster. Ia berjalan mendekati suster itu sebelum masuk ke dalam ruangan dokter yang akan memeriksanya.

Di dalam ruangan itu Chloe disambut ramah oleh seorang dokter berusia sekitar empat puluh tahunan. Awalnya dokter tersebut memperkenalkan dirinya lalu dilanjutkan dengan diskusi panjang lebar mengenai gejala penyakit yang dideritanya.

Di akhir percakapan mereka, sang dokter menyarankan Chloe untuk tes darah. Dengan patuh Chloe menuruti saran tersebut. Ia menunggu dengan sabar hasilnya hingga seorang suster yang lain memanggilnya masuk ke dalam ruangan.

"Selamat ya."

Chloe berjalan keluar dengan gontainya menuju ke kursi ruang tunggu di depan ruangan dokter yang baru saja menjelaskan hasil tes darahnya. Bagaimana tidak, setelah ia mengusir Sean ditambah dengan Sean yang sudah mendapatkan calon istri, kini ia dikejutkan dengan kehamilan yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

Chloe menundukkan kepalanya, tangannya menutupi wajahnya untuk menutupi kefrustrasiannya. Apa yang kini harus dilakukannya? Masihkah Sean menginginkan anaknya? Atau maukah calon istri Sean nanti menerima anaknya?

***

Saat hendak menuju ke parkiran seusai menjenguk teman lamanya yang sakit, Sari menemukan seorang wanita tengah tertunduk lesu sambil menangkupkan wajahnya. Hanya dengan begitu saja Sari bisa menebak dengan pasti siapa orang itu.

"Chloe?" Panggil Sari lembut. Takut-takut kepercayaan dirinya ternyata salah besar.

Spontan Chloe mendongakkan wajahnya. Ia melihat seseorang yang menyerukan namanya. Seseorang itu rupanya Sari, ibu angkatnya sendiri.

"Mama." Sapa Chloe lemah. Tak lupa ia menyunggingkan senyum mirisnya.

Sari tersenyum lebar. Ia dapat bernapas dengan lega saat dugaannya ternyata benar. Sebelum bertanya lebih lanjut, wanita itu menengok sekilas papan nama dokter disamping Chloe duduk. Disitu jelas-jelas tertulis dokter kandungan.

"Kamu kenapa disini, Nak?" Tanyanya lembut sambil berjalan mendekati Chloe. Wanita itu lalu mengambil tempat di sebelah kiri anak keduanya.

Tak ada jawaban dari Chloe. Perempuan itu memasang ekspresi sedih dengan mata yang berkaca-kaca. Jika Sari tebak anaknya mungkin baru saja mengetes kesuburan kandungannya.

"Boleh Mama lihat?" Chloe mengangguk lalu menyerahkan berkas di tangannya.

Setelah beberapa saat membaca setiap kata yang tertulis dengan seksama, Sari membelalakkan mata dengan bibir yang terbuka lebar.

"Astaga." Serunya.

Sari terkejut setelah memahami hasil tes darah anaknya. "Kamu hamil Nak?" Sari beralih menatap Chloe. Mata wanita paruh baya itu tampak berkaca-kaca karena kebahagian yang meluap-luap.

More Than FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang