🖋 26

2.6K 264 4
                                    

Aku mencintaimu, sangat mencintaimu.














Seulas senyum hadir di bibir Jisung. Ia mendengar suara Chenle mengucapkan kata-kata yang manis itu untuknya hingga Jisung ingin segera membuka mata dan melihat wajahnya.

Tapi begitu matanya terbuka lebar Jisung tidak menemukan siapa pun, tidak ada Chenle seperti harapannya. Kamar ini kosong, benar-benar kosong dan hanya ada dirinya seorang.

Jisung mengingat-ingat apakah ia bermimpi? Atau suara itu hanya berasal dari benaknya? Tapi jelas-jelas tadi dia seperti mendengar suara Chenle. Jisung memandangi dirinya dari cermin dan berusaha meyakinkan diri kalau semua itu bukan hanya khayalan semata.

Ia dan Chenle semalam sudah bercinta dan begitu bangun pagi ia ingin melihat Chenle ada di sisinya, meskipun nyatanya tidak sesuai dengan harapan.

Sebersit perasaan sedih tertoreh, dan Jisung mengerti mengapa pada saat itu Chenle menangis setelah terbangun tanpa ia di sisinya. Perasaan yang sama juga dirasakan Jisung, sangat sakit, seolah-olah menusuk jantungnya saat ini juga.

Jisung menghela nafas berat saat kembali pada kenyataan dan menjauhi mimpi. Bunyi ribut-ribut di luar semakin mempercepat kembalinya Jisung ke dunia nyata. Jisung tersadar dan baru mengerti mengapa Chenle tidak ada di kamarnya. Dia sedang mengamuk di luar sana kepada Omanya dan mempersalahkan wanita tua itu atas segala hal yang terjadi padanya.

Jisung mendekat ke pintu dengan gugup karena ini pertama kali dirinya melihat Chenle lepas kendali. Chenle sangat marah, sangat benci, seolah-olah seluruh dunia sedang memusuhinya. Jisung terkesiap saat Chenle tiba-tiba membuka pintu dan masuk ke dalam kamar sambil membawa sebilah pisau dapur.

Beberapa saat mereka saling bertatapan hingga akhirnya Chenle berlari ke kamar mandi setelah mendengar suara Oma yang menyusulnya, ia melewati Jisung begitu saja tanpa berkata apa-apa.

"Chenle, tolonglah." Suara Oma terdengar mengiba. Keduanya bersikap seolah-olah Jisung tidak berada di sana dan Jisung hanya mematung tanpa bisa berbuat apa-apa.

Chenle ingin mati. Motivasi yang entah datang dari mana. Mata pisau yang tajam itu sudah bersiap menyayat pergelangan tangannya. Tidak ada gunanya ia hidup, semua yang ada pada dirinya sudah rusak dan ia tidak ingin merusak orang lain karena ini. Ini semua salah Oma, salah Jisung. Tidak, semuanya salah Jeno. Tinggal setengah inchi lagi, tapi tangan Chenle seperti membeku, ia terlalu takut untuk mati.

"Kalau begitu aku menyesal mengatakannya kepadamu." Oma masih mengiba.

"Aku melakukannya untuk kebaikanmu Chenle. Tidak ada salahnya kalau kau menikah dengan Jisung dalam arti sesungguhnya." Chenle membanting pisaunya sehingga menyentuh wastafel dan menyebabkan retakan kecil.

Tangan-tangannya segera membuka pintu lebar-lebar dan menatap Omanya kaku. Sampai detik ini Oma tidak tau kalau Jisung sudah beristri. Sejenak kemudian tangis Chenle meledak diiringi teriakan kesalnya.

"Chenle, tenanglah." Oma masih
berusaha membujuknya. Tidak bisa, Chenle sudah tidak bisa dibujuk lagi.

"KELUAR!" Teriaknya.

"Keluar dari kamarku!!!" Oma tidak bisa menahan air matanya. Perasaan sedih dan sakit mungkin sudah mencabik-cabiknya. Meskipun sedikit tidak rela Oma masih menuruti permintaan Chenle untuk keluar dari kamarnya, dan Jisung hanya menatap nanar saat wanita itu membuka pintu kamar kemudian keluar.

Jisung mendekati Chenle yang terpaku, ia ingin menenangkannya. Tapi Chenle terlihat sangat asing, ia seperti bukan orang yang dikenalnya selama ini.

"Kau mengusir Oma di rumahnya sendiri. Tidak seharusnya kau melakukan itu." ujar Jisung.

"Kau tidak perlu ikut campur, ini urusan keluargaku. Sekarang kembalilah ke rumahmu. Aku tidak mengenalmu dan kau bukan siapa-siapa di sini. Aku tidak suka ada orang asing di kamarku."

𝐇𝐔𝐒𝐁𝐀𝐍𝐃 [Jichen/Chenji Ver] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang