🖋 19

2.9K 293 28
                                    

.
.


"Lihat, semua orang di kantor memandangimu. Chenle." renjun berbisik dari mejanya.

"Kau sudah seminggu tidak datang lagi kemari dan kembali hanya untuk mengunjungi Tuan Park dengan penampilan yang berbeda dan membawa seorang bocah berusia empat tahun.

Kau sangat tahu bagaimana caranya menunjukkan kepada semua orang siapa dirimu sesungguhnya. Kau sedang ingin balas dendam?"

Chenle tertawa, membalas dendam apa? Membalas semua ketertindasannya di kantor selama ini?

"Tidak. Aku ke sini bukan untuk membalas dendam pada siapapun, aku kemari karena Jisung memintanya. Dia berjanji pada Hao untuk mentraktir puding karamel.

Soal penampilan, seperti inilah yang Jisung suka dan aku akan berubah menjadi apapun yang dia inginkan. Lagipula aku tidak keberatan karena sejak dulu aku sangat ingin menjadi seperti ini, kau tahu kan? Aku menundanya hanya karena tidak punya banyak uang untuk membeli barang-barang dan pakaian yang mahal."

"Kehidupanmu benar-benar menyenangkan. Seandainya aku dan Jeno bisa seperti itu."

"Aku rasa bila kau menikah dengan Jeno kau tidak akan bisa hidup sepertiku."

Renjun terdiam mendengar ucapan Chenle barusan. Lembut tapi terdengar menghakimi. Dengan kata lain dirinya sedang mengatakan kalau Jeno tidak akan bisa membuat Renjun bahagia.

Chenle sendiri tidak mengerti mengapa dia mengatakan hal yang membuat renjun down.

Apakah karena dirinya sedang cemburu? Tidak sama sekali. Perasaannya tiba-tiba saja ingin memperingatkan Renjun agar menjaga jarak dengan Jeno.

"Benarkah? Kau berfikir begitu, le?" Chenle mengerjapkan matanya dan terbangun dari lamunannya. Renjun bertanya sambil memandanginya dengan kecewa bercampur penasaran. Chenle mengangkat bahu.

"Ku kira begitu. Sepertinya Jeno tidak sama dengan Jisung. Kalau kau ingin bahagia carilah suami yang bisa memanjakanmu. Bukan dirimu yang harus memanjakannya."

"Jadi kau fikir Jeno seperti itu?"

"Sudahlah, itu menurutku. Kau boleh mengikuti kata hatimu dan jangan pedulikan kata-kataku!"

"Tidak. Kurasa kau benar, le. Jeno sangat kaku!"

Sebuah senyum getir hadir di sudut bibir Chenle. Ia berusaha menyembunyikannya dengan membantu Hao yang berada di pangkuannya untuk mengeluarkan coklatnya dari aluminium foil yang menyelubunginya. Kenapa dirinya mempengaruhi Renjun dengan cara seperti itu? Dia sedang menjelek-jelekkan Jeno? Apa salah Jeno kepadanya?

"Tuan Park Chenle." Seorang pria mendekat, pria yang menggedor pintu kamar mandi waktu itu, Chenle sendiri tidak tahu siapa namanya.

"Kau benar-benar menikah dengan Tuan Park Jisung ?” Chenle mengangguk.

"Ada masalah?"

"Tidak. Hanya ingin memastikan saja." Jawabnya kaku.

"Tuan Park memanggilmu ke ruangannya." Chenle memandangi jam makan siang masih beberapa menit lagi dan Jisung tidak akan pernah untuk keluar lebih cepat.

Dia bisa saja selalu datang terlambat ke kantor tapi tidak pernah keluar dari kantor lebih cepat dari karyawan lain bila bukan karena urusan yang penting dan benar-benar mendesak.

Dengan penuh perhatian Chenle kembali menggendong Hao dan melangkah menuju ruangan Jisung. Ia mengetuk pintu beberapa kali dan Jisung membukakan pintu untuknya, ini yang pertama kali.

Chenle berterima kasih dengan memberikan sebuah senyuman manis dan duduk disofa lalu menempatkan Hao di pangkuannya.

"Hari ini mau makan siang dimana?" Jisung kembali duduk di belakang meja kerjanya dan kembali bekerja dan sepertinya Jisung ingin Chenle dan Hao menemaninya sampai jam makan siang tiba.

𝐇𝐔𝐒𝐁𝐀𝐍𝐃 [Jichen/Chenji Ver] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang