Part 19 : No Couple Before Akad

31 9 0
                                    

"Afifa ...."

Deg! Suara berat itu sejenak menghentikan langkah Zahara, demikian pula Nadia yang mengiringinya. Ya, Afifa adalah juga namanya. Zahara Haura Afifa, lengkapnya.

Dengan ragu yang masih membelenggu, Zahara membalikkan badannya ke arah sumber suara. Sosok itu masih sama, tampak kaku. Namun kekakuannya sungguh tak mengurangi pesonanya sebagai ikhwan idaman para akhwat di sekolah. Karenanya, tak sedikit pun Zahara berani mengangkat pandangan, khawatir pesona di hadapannya itu akan menggoyahkan hatinya. Terlebih, Allah perintahkan hamba-Nya untuk menjaga pandangan.

"Apa ada yang masih perlu dibicarakan? Pertemuan Rohis sudah selesai, bukan?" tegas Zahara, disusul senggolan sikut Nadia pada lengannya agar bersikap lebih ramah.

Bersikap ramah? Sungguh, ikhwan tampan di hadapannya yang juga merupakan ketua Rohis itu sudah sedemikian membuang-buang waktu. Ini kali kedua ikhwan tersebut memanggil namanya. Kali kedua juga Zahara memberi kesempatan padanya untuk bicara. Namun, tak sepatah kata pun ikhwan tersebut mengutarakan keperluannya. Ia tampak gugup dalam kekakuannya. Jauh berbeda dengan saat tadi ia memimpin pertemuan, tampak tegas dan luwes.

Zahara hendak kembali berlalu seraya menggandeng lengan Nadia. Bagaimana pun, berlama-lama dengan yang bukan mahram tanpa adanya keperluan syar'i bukan sesuatu hal yang dibenarkan syari'at. Zahara yakin, ikhwan di hadapannya itu juga sebenarnya paham. Entah mengapa, ia tiba-tiba mengajaknya bicara, meski akhirnya tak sepatah kata pun yang terlafaz selain dari menyebut namanya.

"Ana uhibbuki, Ukht ...," ucap ikhwan itu akhirnya.

Deg!

'Tidak salahkah yang kudengar?' pikir Zahara. Hampir saja lengkungan senyum terlukis di bibirnya. Namun, segera ia mampu menguasai diri, meski rona di kedua pipi mulusnya tak mampu bersembunyi.

"Kak Naufal ini, cuma mau bilang ana uhibbuki aja susah banget. Dari tadi, kek," seloroh Nadia.

Ikhwan berbadan tegap yang disapa Naufal itu tampak salah tingkah. Andai bisa, ia ingin menarik kembali ucapannya. Sementara, gadis berparas cleopatra di hadapannya masih dalam posisi membelakanginya. Ia tak tahu seperti apa ekspresi gadis itu ketika ia mengungkapkan perasaannya.

"Ifa, kok diam saja? Kak Naufal butuh jawabanmu, lho," tegur Nadia pada Zahara.

"Afwan, Ukht. Atas apa yang baru saja Ukhti dengar. Tak seharusnya saya mengatakannya," ucap ikhwan tersebut. Ia semakin salah tingkah. Wajahnya memerah. Entah setan apa yang telah berhasil membisiki hatinya, sehingga tiba-tiba berkeinginan mengajak Zahara untuk berbicara secara pribadi, lalu mengutarakan perasaannya.

Zahara pun berbalik menghadap ikhwan yang tengah salah tingkah itu, yang juga merupakan kakak kelasnya.

"Baiklah, Kak. Jika demikian, tidak ada lagi yang harus kita bicarakan," ucap Zahara yang kemudian berlalu seraya menggamit lengan Nadia yang masih terbengong-bengong.

Nadia tampak heran dengan apa yang baru saja terjadi. Sebagai orang yang baru hijrah dan baru gabung ekskul Rohis juga, baginya yang baru saja terjadi itu tampak aneh. Wajar, ia belum sepenuhnya paham. Yang sebenarnya paham saja bisa khilaf sebagaimana Kak Naufal tadi.

"Ifa, kamu itu aneh banget, ya. Orang menyatakan cinta, malah ditinggal. Bilang iya apa susahnya, sih?" ungkap Nadia. "Kak Naufal lagi, udah nembak, malah bilang nggak sengaja. Kalian memang sama-sama aneh."

Zahara tersenyum mendengar ocehan sahabatnya tersebut. Lalu, ia pun mengajak Nadia agar duduk di sebuah kursi panjang di depan sebuah kelas. Ia merasa bahwa ia harus menjelaskan sesuatu.

"No couple before akad," ucap Zahara membuat kening Nadia mengernyit.
"Sesuai namaku, Afifa yang artinya perempuan yang mampu menjaga 'iffah atau kehormatan diri, aku ingin kelak hanya ikhwan yang berani mengucap akad di hadapan waliku yang boleh membersamai kehidupanku. Karenanya, aku tak bisa menerima ungkapan cinta yang terucap sebelum adanya ikatan pernikahan. Terlebih, Allah dalam ayat cinta-Nya telah memerintahkan kita untuk tidak mendekati zina. Tidak ada alasan bagi kita sebagai muslim yang beriman untuk mengabaikan perintah Rabb kita ...."

Muhasabah Putih Abu (Terbit ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang