Chapter 4: Fake Smile

84 8 0
                                    

Pelukan hangat, itu yang sekarang sedang si kembar rasakan, mereka akhirnya memeluk mamanya yang sudah 5 hari tidak mereka lihat, atau mungkin lebih lama lagi ? entahlah bahkan si kembar memilih untuk tidak menghitung berapa lama mereka tidak bertemu dengan mama bahkan papanya. 

Sebenarnya kalau boleh dikatakan keluarga mereka adalah keluarga harmonis, tanpa ada tindakan kasar, ucapan jahat ataupun siksaan, mereka sebenernya adalah keluarga idaman, tapi setiap orang pasti akan mengharapkan lebih bukan ? begitu juga si kembar. mereka memang tidak pernah di pukul ataupun dimarahi sampai menangis, mereka juga tidak kekurangan kasih sayang, apalagi mereka punya 2 guardian yang Tuhan titipkan untuk mereka. itu semua tidak cukup ternyata untuk si kembar, mereka masih mengharapkan lebih, mereka gak butuh semua uang dari kedua orang tuanya, mereka cuma butuh waktu bersama dengan mereka semua. 

Gak ada yang bisa mengalahkan bagaimana nyamannya sikembar sekarang, bisa memeluk ibu mereka dan tentu saja pertanyaan pertanyaan template dari mamanya kayak "kalian sudah makan ? gimana sekolah ? kalian gak nakal kan ?" dan semuanya hanya di jawab dengan anggukan dan gelengen dari si kembar yang sudah melepas pelukan karena malu didepan banyak orang, walau bagaimana pun, di luar mereka terkenal cool dan keren, berbeda sekali dengan mereka di rumah yang manja.

Perjalanan pulang lebih di dominasi dengan cerita mama-nya soal fashion show dan telepon yang tidak berhenti berdering sejak baru landing, mama-nya memang sesibuk itu setiap hari, entah telepon klien, ataupun rekan bisnis lainnya. 

"ma"

"bentar ya jen, mama ada chat penting" 

"yes sayang, gimana ?"

"hmmm.. papa jadi .."

drrtttt...drrrttt...drrrtttt

"eh bntr sayang, mama ada telepon"

nana cuma bisa memegang tangan jeno yang sudah begitu merasa kesal dan sedih, bahkan pada titik itu nana merasa ingin menangis, karena itu yang dirasakan sama jeno, sepele sih pertanyaannya tapi perasaan di abaikannya itu yang tidak sepele bagi mereka. Sampai akhirnya mereka memilih untuk tidur dan tidak meneruskan pertanyaan mereka. Sebelum pulang mereka menyempatkan diri untuk mampir ke butik sebentar untuk menaruh beberapa dokumen, dan sekarang sampailah mereka di rumah yang sepi tidak seperti 3 hari kemarin. Jeno dan nana yang baru bangun langsung turun dan berjalan menaiki tangga untuk menuju kekamarnya.

"jeno sayang, tadi kamu mau ngomong apa sama mama nak ?" tergur yoona saat jeno dan nana berjalan melewatinya

"gak jadi ma, jeno lupa, aku sama nana naik dulu ya mau, mau kerjain tugas, kemarin lupa" jeno tersenyum manis sambil menarik tangan nana dan berjalan menaiki tangga. 

"hobi banget senyum palsu no"

"kayak lu gak aja, daritadi juga semua ekspresi lu gak ada yang tulus na"

"lama lama capek yah, kita jahat gak sih kalau benci sama mereka ?"

"jahat lah"

"tapi kok lu benci no?"

"....."

"eennnoooo"

"ssttt.. gw males jawab,  mandi sana, badan lu bau"

"gak perlu lu jawab, kan gw udah tau perasaan lu" ucap nana sambil berdiri menuju walk-in closet miliknya dan jeno. dan sekarang jeno sedang berusaha menekan perasaanya agar tidak membebani kembarannya. Dia cuma gak mau mempengaruhi perasaan nana yang mungkin belum sesedih dia yang lebih peka.

"jangan di teken no, sakit" jeno menoleh dan melihat nana sudah duduk di sofa sambil menunduk dengan cairan bening yang sudah membasahi tangannya. dengan panik jeno segera menghampiri nana dan memeluknya, bahkan tangisnya jeno yang ia tahan dan gak bisa keluar, kini sudah di kuras habis oleh nana. Tapi bukan tenang, tangisan nana malah makin kencang karena kini jeno semakin sedih melihat kembarannya dan perasaaannya sendiri. Yang dia tahu kini yang bisa menenangkan nana adalah perasaan dia sendiri. 

About Time | NOMINWhere stories live. Discover now