30 | please come back home

11 10 0
                                    

Rasa-rasanya aku hampir gila.

Jaehwan dan pihak rumah sakit bersekongkol. Mereka tidak membiarkanku pulang sebelum kondisiku pulih sepenuhnya, tapi bagaimana bisa aku berbaring santai di tempat tidur sementara Minhyun berada entah di mana? Sendirian dan kenapa-kenapa? Aku tidak peduli sehancur apa tubuhku, adikku lebih penting. Psikisnya lebih hancur dibandingkan fisikku, itu merupakan alasan kuat mengapa aku ingin segera mencarinya.

"Percuma kalau kau tiba-tiba ambruk sewaktu mencarinya, Jisung!" Di awal masa-masa terpurukku, Jaehwan selalu menekankan hal ini. "Dengar, aku tahu kau panik. Cobalah lebih tenang sedikit meski itu sulit, oke? Aku dan teman-teman kampus membantumu. Kami bahkan sudah melapor polisi. Kau tidak sendirian, Jisung. Jangan berusaha keras untuk menyelesaikan seorang diri."

Aku harap segala tutur katanya dapat menenangkanku, sejak dulu Jaehwan memang selalu begitu, tapi perasaanku serba campur aduk. Dia sampai bilang pikiranku tidak berpikir rasional saking paniknya. Meski tersiksa, aku menjalani pengobatan semampuku dan tidak lagi mengotot dipersilakan meninggalkan rumah sakit.

Lima hari kemudian, aku baru diperbolehkan pulang tapi tetap mengikuti petunjuk dokter dan jika terjadi indikasi tertentu aku harus kembali melakukan pengecekan. Jaehwan yang berjanji pada dokter bahwa ia akan mengawasiku.

Sekarang aku bahkan tidak yakin aku ini sudah pulang atau belum. Aku tidak tinggal di rumahku, rumah bobrok itu, yang Jaehwan katakan bisa jadi sasaran preman akibat utang-utang Bonhwa. Mendadak aku parno, bagaimana jika Minhyun sudah dibawa oleh mereka? Tapi isi rumah tidak kacau balau sejak terakhir kali Jaehwan tinggalkan di hari Minhyun menghilang.

Ke mana lagi aku harus mencari?

Aku tidak benar-benar pulang tanpa kehadiran Minhyun. Menahan sakit luar dalam yang seolah-olah hendak meledak. Aku tidak sanggup memikirkan hidupku ke depannya yang sebatang kara. Karena tidak ada gunanya lagi aku belajar keras mempertahankan beasiswa dan mengumpulkan uang, semua itu kulakukan demi Minhyun. Entahlah, tanpanya, aku merasa masa depan yang telah kurancang tidak berarti apa-apa. Aku akan lulus, mencari pekerjaan tetap, mencari tempat berteduh baru, dan tinggal bersama. Aku tidak akan berkelana sendirian. Aku akan membawa Minhyun turut serta ke mana pun aku pergi.

Ternyata aku sama menyedihkannya dengan adik sendiri, hampir. Tujuan hidupku bukan untuk diriku sendiri, ketika sosok yang kuperjuangkan anggaplah tidak ada lagi di dunia ini, kupikir aku akan memilih mengakhirinya saja. Haruskah?

Dua minggu lebih. Tidak ada yang melihatnya selama rentang hari itu.

Minhyun, sekarang ayah kita tidak akan mengganggumu lagi. Kita barangkali tidak akan tinggal di sana lagi.

Minhyun, kalau kau ingin berhenti sekolah, katakan saja. Tidak apa-apa, lakukanlah apa yang kau mau.

Asalkan kau tinggal bersamaku.

Asalkan kau tidak meninggalkanku.

Adikku sayang, kumohon pulanglah pada Kakak. []

 []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LunarcasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang