Bab 5 Bujukan

664 67 1
                                    

*Happy Reading*

Ina hanya bisa menunduk dalam, sambil memainkan ujung kaos lusuhnya saat Mamanya Sean menceritakan kejadian nahas itu.

Ternyata, wanita ini yang telah menabrak orang tuanya. Hingga ayahnya meninggal di tempat, sementara ibunya meninggal saat di perjalanan ke Rumah sakit.

Sungguh, mengetahui hal ini, Ina bingung harus benci atau berterima kasih pada kedatangan dua orang ini.

Faktanya, mereka yang membuat Ina sekarang sendirian di dunia ini, tapi mereka jugalah yang baru saja menyelamatkan Ina dari kelicikan Pak Joko.

Bahkan, mereka juga yang akhirnya mengurus pemakaman orang tuanya, dan semua hal yang di butuhkan.

Tidak tanggung-tanggung, tadi Sean yang galak itu pun malah ikut turun ke liang lahat, saat menurunkan jenasah Ibu dan ayahnya.

Itulah kenapa, sekarang Ina Denial sekali mendengar permintaan Mama Sean, aka Nyonya Sulis setelah menceritakan kejadian yang sebenarnya.

"Maafin saya ya, Ina. Saya benar-benar tidak sengaja saat itu." Nyonya Sulis terus mengulang kalimat itu, sepanjang dia bercerita.

"Saat itu banyak kabut, dan jalanan juga licin. Makanya, saya gak terlalu lihat motor orang tua kamu. Soalnya, mereka juga tidak menyalakan lampu belakang."

Bukan tidak menyalakan sebenarnya, tapi lampu itu memang sudah rusak dari minggu kemarin. Mau di perbaiki, belum ada biaya. Makanya Ayah selalu berusaha mengemudikan motor paling tepi bagian jalan, agar tidak mengganggu laju kendaraan lainnya.

Jadi, sebenarnya ini tidak sepenuhnya salah Nyonya Sulis, kok. Karena Ina tahu Pasti, Ayah dan Ibunya juga punya andil dalam kecelakaan ini.

"Saya juga minta maaf, karena baru bisa menemui kamu sekarang. Demi Tuhan, saya tidak berniat mangkir dari tanggung jawab saya, Ina. Tapi, karena saya harus mengurus sesuatu dengan Sean, saya pun jadi telat datang ke sini."

Diam-diam Ina melirik pria yang di sebut Nyonya Sulis, yang kini tengah santainya bersandar di tiang pintu Rumah Ina yang reot, sambil mengotak atik gawai mahalnya.

Entah apa yang sedang dia lakukan sebenarnya, tapi pria itu kelihatan serius sekali menatap ponsel pintarnya, hingga tak memperdulikan obrolan ibunya dan Ina sejak tadi.

Lebih tepatnya omongan Nyonya Sulis. Karena dari tadi memang hanya Nyonya Sulis yang banyak bicara. Sementara Ina, hanya menjadi pendengar saja.

"Untungnya, kedatangan kami tidak terlambat, kan? Karena akhirnya kami masih bisa menyelamatkan kamu dari si bangkotan tukang kawin itu."

Untuk hal itu, Ina sangat berterima kasih sekali. Karena kalau bukan karena mereka berdua, entah bagaimana nasibnya saat ini.

"Nah, sesuai permintaan terakhir ibumu, kamu mau kan, tinggal dengan kami mulai sekarang?" tanya Nyonya Sulis lagi, membuat Ina makin bingung.

Tinggal dengan mereka? Sebagai apa? Sebagai istri Sean atau ... sebagai pembantu?

Bagaimana pun Ina sadar siapa dirinya, dan tahu pasti jika dia memang tak sepadan dengan keluarga ini.

Jadi, Ina takut apa yang di ucapkan Nyonya Sulis tadi di keramaian, hanya bualan semata. Lagipula ... memang Sean-nya Sendiri mau sama Ina.

Kelihatannya tidak mungkin, iya kan?

"Mah, bisa di percepat, gak? Sean harus balik kantor, nih."

Saat Ina masih mencoba memikirkan tawaran Nyonya Sulis, suara Sean tiba-tiba menginterupsi. Masih dengan suara datarnya.

Bukan yang Pertama (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang