Bab 17 Denial

361 39 2
                                    

*Happy Reading*

"Terus janji Mama sama orang tua Ina gimana, Sean?"

Ternyata, nyonya Sulis masih belum bisa menerima keputusan Sean dan Ina, untuk membatalkan pernikahan mereka.

"Mama kan hanya janji akan menjaga Ina, kan? Kita akan melakukannya, Mah. Kita akan menanggung hidup Ina. Membiayainya, menyekolahkannya, dan ... pokoknya apapun yang Ina butuhkan, kita akan memberikannya. Kita akan menyokong hidupnya, sampai Ina tidak lagi membutuhkan kita." Sean memberikan janjinya.

"Tapi Sean--"

"Atau, kalau perlu Mama bisa angkat Ina jadi anak Mama. Aku gak keberatan kok, punya adik seperti Ina."

"No, Sean! Mama berjanji akan menikahkan kalian! Bukan sekedar menjaganya. Lagian, Yang Mama butuhkan itu menantu, yang bisa memberikan Mama cucu. Bukan anak lagi!" tolak Mama Sulis tegas.

"Tapi kita juga gak bisa memaksa Ina, kalau dia tidak mau, Mah," jawab Sean tak kalah tegas.

"Kamu yang bikin Ina gak mau!" tuding Mama Sulis sambil menunjuk Sean.

"Sean cuma mau membina hubungan baru di atas kejujuran. Apa itu salah, Mah?" bantah Sean bersikukuh.

"Tapi gak harus kayak gini Seaaannnn!" seru Mama Sulis dengan kesal.

Wanita paruh baya itu sampai harus memijat kepalanya yang tiba-tiba migrain karena bantahan Sean.

Tuhan ... kenapa, sih? Ingin punya menantu aja susah sekali.

Menyadari emosi Mamanya. Sean pun hanya bisa mendesah berat, seraya menatap mata sang Ibu dengan lekat.

"Mah, mengertilah. Sean benar-benar tidak ingin ada Rara kedua dalam hidup kita. Mama ingatkan, kisah Sean dan Rara bisa jadi kayak gini, itu semua bermula dari kebohongan dan paksaan. Dan Sean ... Sean hanya menghindari itu saja, Mah," ucap Sean sungguh-sungguh.

Pria itu benar-benar sangat berharap pengertian dari sang Ibu. Karena tidak ingin jatuh ke lubang yang sama.

Namun nampaknya, sang ibu terlanjur kecewa, dan tidak ingin mengerti alasan Sean sama sekali.

"Terserah kamu saja, Sean!" Tukasnya kesal. "Mama capek! Sudah! Tak usah perdulikan Mama lagi. Mungkin memang sudah nasib Mama. Menua sendiri tanpa cucu yang menemani."

Setelahnya, Nyonya Sulis pun pergi begitu saja. Meninggalkan Sean yang hanya bisa menghela napas berat penuh beban kembali, melihat tingkah ibunya.

Bukan Sean tak mengerti keinginan sang Ibu. Sebagai seseorang yang selalu bersama-sama sejak dulu. Tentu saja Sean mengerti. Sean pun sebenarnya sangat berharap bisa mewujudkan mimpi tua sang Mama.

Hanya saja ... bagaimana menjelaskannya, ya?

Sean benar-benar tak ingin gagal untuk kesekian kalinya. Kalian mengerti, kan?

Hufftt ....

Lagi, Sean mendesah berat, sebelum menyugar rambutnya kasar, dan melirik Ina, yang masih mematung di tempatnya.

Ah, gadis itu pasti bingung sekali melihat pertikaian dia dan Ibunya.

Tentu saja, dia kan orang baru di Rumah ini, dan sudah pasti masih belum bisa mencerna apapun.

Sean pun berencana menghampiri gadis itu dan menenangkannya. Sebelum mengurungkan langkah dengan cepat, saat Ina langsung melangkah mundur dengan refleks saat melihat dia mendekat.

'Bodoh! Gadis itu sudah menilaimu jahat, Sean! Tentu saja dia tak akan mau berdekatan denganmu lagi,' Batin Sean mengingatkan.

"Kamu tenang saja, Ina. Saya akan membujuk Mama kembali, agar bisa menerima keputusanmu."

Bukan yang Pertama (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang