*Happy Reading*
Akibat kejadian kemarin, tepatnya kedekatan yang tercipta di Mall. Semalam Ina sukses tak bisa memejamkan matanya, karena terus terbayang sikap Sean yang menurutnya manis.
Ya, ampun. Kemaren yang jalan sama Ina beneran Sean, kan? Bukan kembarannya. Apalagi makhluk jadi-jadian yang menyerupai pria itu.
Soalnya ... beda banget sumpah, sama Sean yang Ina kenal.
Pria galak yang punya mulut pedas, ternyata bisa semanis kemarin. Duh ... Ina jadi baper.
Tolong jangan salahkan Ina untuk hal ini. Karena usia yang masih terbilang muda, dan tidak adanya pengalaman soal percintaan sebelumnya. Membuat Ina jadi baperan begini pada Sean.
Jangankan diperlakukan manis oleh pria seperti Sean, yang tampangnya memang tak diragukan lagi. Dikasih tetelan lebih oleh tukang bakso saja. Ina kadang baper. Soalnya, tukang baksonya juga masih muda dan lumayan tampan.
Tetapi, meski begitu hanya sampai di sana saja. Karena Ina sadar diri, kok. Tidak mungkin ada yang tertarik padanya.
Ina tidak punya sesuatu yang bisa di banggakan. Jadi, Ina tak pernah berani berharap lebih.
Lagipula, daripada mikirin percintaan, Ina lebih tertarik mengumpulkan uang untuk membayar hutang.
Ah, iya. Mengingat hal itu. Ina jadi kepikiran lagi pada Pak Joko. Ina merasa beruntung karena bisa lepas dari jerat lintah darat itu. Dan semuanya berkat Sean.
Ah, Sean lagi. Ina kembali tersipu malu, hanya dengan mengingat nama itu.
"Ina?"
"Eh, iya, bi? Kenapa?" Ina langsung gelagapan, saat lagi-lagi ketahuan melamun oleh Mbok Darmi pagi itu.
Ya! Seperti pagi sebelumnya, Ina pun kembali membantu wanita paruh baya, kepala pembantu di Rumah ini.
Meski memang semalam Ina kesulitan tertidur, akibat terus teringat moment manis dengan Sean. Itu tetap tak menjadikannya malas, dan bangun siang walau sebenarnya sangat ingin Ina lakukan.
Ina sadar dia hanya menumpang di Rumah ini. Jadi, Ina tidak mau dianggap sebagai benalu jika bermalas-malasan. Karenanya, Ina pun selalu berusaha melakukan apapun yang dia bisa, agar terlihat berguna di Rumah ini.
Ina bukanlah seorang parasit!
"Itu, kecapnya jangan kebanyakan. Den Sean tidak suka yang terlalu manis."
Entah karena efek malu karena ketahuan melamun lagi oleh Mbok Darmi, atau karena nama Sean kembali terdengar. Ina lagi-lagi tersipu malu dengan pipi yang semerah cery mendengar teguran Mbok Darmi.
"Memang, Pak Sean gak suka manis ya, Bi?" tanya Ina kemudian, mencoba bersikap biasa aja.
"Suka sebenarnya, tapi ... kayaknya kalau kamu kasih kecap sebanyak itu di nasi yang sedang kamu goreng. Jatuhnya nanti bukan nasi goreng kecap, tapi jadi nasi kuah kecap," ucap Mbok Darmi, sedikit terkekeh menjawab tanya gadis polos di hadapannya itu.
Ina pun mengerjap pelan, bingung dengan jawaban Mbok Darmi barusan. Namun, saat dia melirik objek yang sedang mereka bicarakan. Mata Ina pun langsung membulat sempurna, karena baru mengerti maksud Mbok Darmi tadi.
Tentu saja, ternyata Ina hampir menuangkan satu botol besar kecap, kedalam tiga centong nasi yang sudah panas dipenggorengan.
"Astaga, Mbok! Ini gimana? Ina kebanyakan nuangin kecapnya!"
Tak ayal, setelahnya Ina pun langsung panik melihat nasi yang sudah hitam pekat karena terlalu banyak kecap.
Benar kata si Mbok. Ini sih bukan Nasi goreng kecap. Tapi Nasi rendem kecap.
Duh ya ampun. Kok, bisa jadi gini, sih?
Ina kira, Mbok Darmi akan marah, dan mengomel karena pekerjaannya kacau sekali. Tapi ternyata, wanita tua itu hanya terkekeh saja, sebelum mengecilkan api di kompor, dan memasukan beberapa centong nasi lagi ke penggorengan.
"Gak papa, Neng. Gak usah di buat pusing. Masih bisa di akalin kok, ini. Palingan ya ... hari ini semua orang sarapannya jadi nasi goreng. Gak ada pilihan lain," ucap wanita baik hati itu, seraya memberikan tambahan bumbu lagi pada Nasi yang tadi ditambahkan.
"Ayo, Neng. Diaduk lagi. Biar bumbunya rata. Bisa kan ngaduknya?"
Sebenarnya Ina tidak yakin bisa. Karena porsi nasi gorengnya lumayan banyak sekarang. Namun, karena sadar ini karena kesalahannya. Ina pun mengangguk meyakinkan, sebelum mengerahkan seluruh tenaganya untuk membolak balik Nasi itu lagi.
Duh, kok Ina merasa seperti sedang masak buat pengungsian, ya? Banyak gini porsinya.
Semoga semuanya habis dan tidak terbuang. Nanti Mubazir!
"Selamat pagi."
Saat sedang bersusah payah membolak-balikan nasi goreng yang berlipat porsi. Sebuah sapaan bernada berat terdengar, membuat napas Ina tercekat tiba-tiba.
Itu Sean!
Ya, ampun! Jantung Ina kembali berdegup kencang hanya karena mendengar suara yang mulai dia hapal.
"Pagi, Den. Sudah pulang joging, ya? Mau langsung sarapan atau mandi dulu?" jawab Mbok Darmi dengan riang, saat melihat anak majikannya muncul dengan cucuran keringat dari arah luar.
Berbeda dengan Ina, yang tak berani bersuara, dan pura-pura sibuk pada penggorengan di hadapannya. Ina takut khilaf kalau melihat Sean. Pria itu baru pulang joging, kan? Pasti penuh keringat.
Nah, Ina takut lupa diri, dan malah menghampiri pria itu untuk mengelap keringatnya. Karena Sean pasti terlihat seksi dengan kucuran keringat di wajahnya.
Duh, mikir apa kamu Ina?
Meski begitu, sebisa mungkin Ina Buat telinganya tajam, dalam menyimak obrolan Sean dan Mbok Darmi.
"Nanti sarapannya antar ke ruang kerja saja," balas pria itu singkat, sebelum beranjak pergi begitu saja.
Lah? Kok, gitu? Kok, pria itu gak nyapa Ina, sih? Gak lihat atau bagaimana? Padahal Ina udah pake baju cerah loh hari ini. Masa gak kelihatan juga? Gimana, sih?
Ina pun mendesah kecewa tanpa sadar, karena sikap Sean yang tidak seperti bayangannya.
Kiranya Sean akan mulai baik, dan perhatian seperti kemarin pada Ina. Ternyata pria itu tetap cuek dan mengacuhkan Ina.
Ugh ... apa di sini memang hanya Ina yang kebaperan?
================================
Sorry lama up gaes!
Tiba-tiba hilang feeling gitu sama lapak ini. Jadinya, kudu bangun mood lagi.Semoga kalian tetap setia ya ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan yang Pertama (Terbit)
RomansaSequel Istri Nomor Dua Tersedia dalam bentuk ebook dan cetak Link ada di bio💜