06 SENDIRIAN

6 3 0
                                    

Bu Jihan dimakamkan pada pagi hari tepat disebelah makam Yura, sangat sepi karena Yuri tidak punya keluarga lagi di desa selain ibunya yang sudah meninggal, hanya ada karyawan kafe, paman tetangga, dan paman supir. Ketika semua orang meninggalkan makam, Yuri dan paman supir masih disana.

''Bagaimana dengan ayahmu, sudah dihubungi?, segera hubunggi dia.'' Kata supir

''Belum terpikirkan olehku untuk menghubungi ayah, baik paman.''

Yuri menghubungi ayahnya dan kembali ke makam Ibu.

''Mari kita pulang paman''.

"Bagaimana ayahmu, pasti dia sangat syok"

''Ayah tidak peduli paman, ayah bilang kami bukan urusannya lagi"

"Ayah macam apa itu, sabar ya Yuri, mari.... aku akan mengantarmu pulang"

Mereka pulang tanpa bicara apa-apa. "apakah baik-baik saja jika kamu tinggal sendiri?" tanya paman supir

''Tidak apa-apa paman, aku akan menyesuaikan diri dan mandiri. Terimakasih banyak sudah membantuku."

"Baiklah, kalau begitu jaga dirimu baik-baik, maaf tidak bisa membantu banyak, aku harus pulang dan bekerja."

''Terimakasih banyak paman."

Paman supir itu pergi dengan hati yang merasa kasihan terhadap Yuri, kejadian itu membuatnya berubah menjadi laki-laki sejati dan tidak lebay sepert dahulu. Sungguh kejadian yang menyakitkan bagi seorang remaja 18 tahun terlebih lagi Yuri adalah seorang perempuan.

Yuri berjalan layaknya orang tak berdaya, mata memerah dan bibir bungkam, saat hendak membuka pintu. "Yuri!!.'' Panggil Arman yang baru pulang sekolah. Yuri tidak berbalik sama sekali, arman pun memegang pundak Yuri dari belakang. "Yuri apa semua baik-baik saja, hari ini kau tidak hadir di sekolah dan tak satupun yang mengetahui kabarmu." Yuri berbalik dan menatap mata Arman, Arman terkejut melihat Yuri yang penuh dengan kesedihan. Saat itu Yuri menangis dan menyenderkan kepalanya ke pundak Arman, ''Ibuku sudah pergi, harusnya aku memperhatikan Ibuku, aku tidak tau kalau Ibu mengambil pisau". Ungkap Yuri sambil menangis. Arman pun tersentuh dan ikut menangis, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Yuri menangis sangat lama tanpa dia sadari seragam sekolah Arman pun ikut basah, setelah menyadarinya,"Maaf Arman".

Indah yang baru pulang dari tempat les lewat di depan rumah Yuri dan melihat Arman dari kejauhan Indah berteriak, "arman, apa yang kau lakukan di sana, cepat pulang, sudah hampir petang." Teriak Indah

"Maaf aku tidak bisa berbuat apa-apa, kita hanya bisa berdo'a. Yuri kau adalah perempuan yang kuat, bertahanlah, aku akan kembali besok" Arman pergi menghampiri Indah dan pulang.

Di perjalanan pulang, Arman menceritakan kepada Indah apa yang sudah terjadi pada Yuri. Indah hanya diam dan merasa bersalah karena tidak perhatian dengan teman sebangkunya.

Hari sudah malam, Yuri melihat foto ibunya dan bergumam,

Kehilangan mampir dan menusuk

Beranjur-anjur tak pandang darah

Padahal yang diambil adalah sedarah

Hingga hanya tersisa darah penghabisan

Ragu akan hilang atau bertahan

"Ibu, malam ini bulan bersinar dengan terang, kuharap bulan juga menerangi perjalanan ibu ke surga, maafkan semua kesalahanku bu, aku akan berusaha menjadi anak yang baik, meski keadaan tidak mendukungku. Aku harus mandiri dan rajin agar ibu tidak menyesal melahirkanku, agar ibu bangga padaku, agar......" Ring..ring, ponsel Yuri berdering, tertulis ayah sedang memanggil.

WHAT'S GOING ON?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang