03|Pangeran Tanpa Kuda

566 93 24
                                    

"MAU APA?!!"

Suara melengking milik Rosie, menggema isian basement. Gadis cantik tersebut baru keluar dari mobilnya, dan baru berjalan beberapa langkah, ia sudah dihadapkan dalam radar-radar berbahaya. Seorang berandalan yang tampak urak-urakan mendekat, menoleh dengan tatapan giur padanya—lebih tepatnya pada tas mahal yang Rosie gunakan.

"Bagi duit!"

"Lo pikir gue bapak lo!" meski takut, tapi Rosie itu galak orangnya. "mau duit ya usaha! Ini kenal enggak, deket amit-amit, seenaknya minta duit! Nggak ada!"

"Berisik banget lo. Nggak ada takutnya ya? Gue kasarin juga nih?!"

Ia memasang siaga, kala si preman berandalan itu juga mengambil ancang-ancang untuk merampas tas miliknya. "Eh, TOLONGGG!!!" sialan. Mana lagi jam kerja. Parkiran sepi sunyi begini. Siapa yang mau nolongin Rosie?

"Bagi tas nya buruan!"

"Ini tas mahal! Banyak kenangannya juga! Ini tas pertama pemberian brand pas gue jadi model mereka! Jangan dong, ini berharga banget..." Rosie malah keterusan curhat.

"Alah, banyak bacotnya banget lo! Sini atau gue pukul?!"

"Kok kasar banget Om?"

"ARGHHH! Lama!!!"

Sang preman mengarahkan usahanya untuk merampas, sedangkan Rosie juga berusaha mempertahankan tas yang penuh kenangan miliknya. Sambil terus berteriak, Rosie sangat mengharapkan adanya bala bantuan yang datang.

"TOLONGGG!!!"

"Buruan kasih!"

"Dibilang enggak mau!"

"Aw——"

Brak!

Perseteruan antara laki-laki dan perempuan itu terhenti. Rosie memeluk tas miliknya dengan perasaan lumayan lega saat tangan kotor si preman terlepas pasca ditendang sama,

Pangeran.

Iya pangeran. Rosie langsung mengklaim demikian setelah dia melihat rupa orang yang menolongnya. Seorang laki-laki manis, gagah, berani, terlebih datang di saat yang Rosie butuhkan. Idaman sekali.

"Beraninya maksa cewek, nggak malu sama badan?" orang itu mencemooh si preman yang sempat tersungkur.

"Berisik!!!" tentu dia nggak terima dikatain. Dan seperti tabiat berandalan pada umumnya, yang kerap menggunakan kekuatan fisik untuk menyelesaikan segala persoalan, dia pun menggunakan kemampuan itu untuk menghajar si lawan.

Rosie yang melihat adanya perkelahian, berteriak minta tolong. Mengarahkan seluruh suara berharganya demi keadamaian. Beruntung hal itu mampu menarik beberapa warga untuk datang.

"Awas lo ya!" insting berusaha selamat si preman mencurat pesat. Dia bakal habis diamuk warga, kalau masih kelamaan di sini. Sehingga, lari dan kabur pasca membentak adalah yang terasa paling gentle untuk dilakukan. Dasar berandalan.

"Kenapa kenapa?" Beberapa orang mendekat dan memastikan keadaan si korban.

"Saya hampir dirampok. Itu..." Rosie mengadu sambil menunjuk si preman yang sudah berlari cukup jauh. Orang-orang yang datang, beramai-ramai mengejar.

"Aduh, Mas enggak apa-apa? Ada yang luka, nggak?" gadis cantik itu mendekat, menyentuh laki-laki yang tadi menolongnya untuk memastikan keadaan sang pangeran.

Jauh dari dalam hatinya, orang itu mendesis. Segala berlagak berani nantangin preman cuma buat cewek nyebelin ini? Soraya masih ingat gimana songongnya ini orang pas dulu nuduh dia yang ngerebut Juna. Pakai nyiram wajahnya sama jus di depan orang banyak. Nggak sampai sana, Soraya harusnya hitung sebanyak apa rambut dan badannya yang lecet akibat baku hantam sama cewek ini.

Untouched (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang