04|Mulai Tertekan

520 101 25
                                    

Wajah Juna terlihat panik saat menatap Soraya. Laki-laki yang sedang diikat pada sebuah tiang itu menggeleng menyadari apa yang ingin dilakukan oleh empunya. Berbanding terbalik dengan wajah Juna yang khawatir, Soraya malah tampak kegirangan. Ia menggigit bibirnya sendiri dengan sensual, sebelum menarik sebuah anak panah yang di arahkan kepada Juna.

Soraya tersenyum jahat, saat Juna semakin menjerit. Ini adalah balas dendamnya karena Juna sudah mengusik ketenangan hidupnya. Tiga detik sebelum melepas anak panah, Soraya mendengar ada seseorang yang menyeru namanya.

"Soraya?"

Saat melirik ke samping kiri, Soraya mendapati wajah Alvaro yang terlihat sangat tampan. Soraya tak menolak saat laki-laki itu meraih tangannya, kemudian mengecup punggung tangannya. Soraya bahkan harus kembali terpana melihat wajah Alvaro dari dekat.

"Saya suka sama kamu,"

Sama, Pak! Soraya semakin gerogi saat Alvaro mendekatinya. Ia bahkan bertukar pandangan dalam jarak sedekat ini dengan pria itu. Wajah Alvaro tampak tenang, dan juga kharismatik.

"Anggara."

Anggara? Bayangan Soraya tercerai berai saat Alvaro memanggilnya demikian. Ia juga terkejut mengamati penampilannya sendiri. Terlebih saat melirik ke arah sebuah kaca yang di terpasang di depannya, membuat mata Soraya melebar karena melihat penampilannya yang berdandan seperti seorang laki-laki. Oh no...

"Anggara?" Wajah Alvaro terlihat kebingungan karena Soraya melangkah mundur.

Gadis itu menggeleng saat Alvaro hendak menyentuhnya kembali. Wajah laki-laki itu terlihat menyeramkan di matanya sekarang.

"Anggara?"

Tidak....

"Anggara!"

Terkejut, Soraya langsung menegakkan kepala mendengar suara Pak Alvaro yang memanggilnya. Karena bergerak terlalu cepat, Soraya harus meringis saat kepalanya tidak sengaja membentur laptop yang ada di depannya. Sialan, bisa-bisanya dia ketiduran, terus didatangi mimpi yang kelewat aneh begitu!

Wajahnya tersenyum kikuk saat menyadari keberadaan Pak Alvaro yang berdiri di depan mejanya. Pasti dia bakal dimarahin karena bisa-bisanya tidur di jam kerja! Mampus deh.

"M-maaf, Pak. Saya nggak sengaja ketiduran."

Alvaro tidak meresponsnya. "Saya order makanan buat makan siang. Ayo makan bareng di ruangan saya."

Eh? Kok mendadak baik lagi ini Pak Bos? Soraya jadi bingung, dan cuma angguk-angguk kaku.

"Dari tadi saya panggil-panggil kamu, kamu nya nggak nyahut. Yaudah saya samperin ke sini, eh ternyata lagi enak-enaknya tidur."

Menunduk, Soraya sadar dia salah. "Maaf, Pak. Semalam saya bergadang. Jadi ketiduran deh. Tapi saya janji! Ini nggak akan terjadi lagi kok."

"Hm." Alvaro berbalik dan berjalan lebih dulu. "ayo cepat, sebelum istirahat makan siang selesai."

"Siap, Pak!"

Saat berjalan, Alvaro tiba-tiba saja tersenyum. Menurutnya wajah Anggara terlihat lucu saja saat harus panik ketika ketahuan tidur di kantor. Padahal harusnya Alvaro marah dan memberi peringatan, namun entah mengapa tadi dia tidak mempermasalahkannya. Bayangan wajah Anggara masih terngiang di dalam kepalanya, nan membuat Alvaro belum berhenti tersenyum, hingga tiga detik kemudian, wajahnya dipaksa datar kembali, saat menyadari satu hal.

Anggara itu laki-laki! Mana boleh Alvaro merasa tertarik. Benar, dia memang bisa dibilang kurang nyaman dengan adanya perempuan, tapi bukan berarti seorang dia  pria yang guy juga!

Untouched (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang