11|Perbanyak Salah Paham

517 93 24
                                    

Bosan. Itulah yang sejak tadi Soraya rasakan. Menjadi sekretaris nyatanya tidak melulu sibuk seperti yang terpikirkan. Terkadang semua pekerjaan menumpuk menjadi satu dan harus selesai dalam rentan waktu yang sama, sampai kelimpungan mengerjakannya. Di sisi lain terkadang semuanya juga berjalan santai bak air tenang yang mengalir. Tanpa paksaan, tanpa tenggang waktu yang mendesak, yang memungkinkan seseorang berleha-leha, mengarah membosankan karena tidak melakukan apa-apa, seperti yang sekarang Soraya alami.

Padahal dua hari lalu rasanya akan terkena tipes mengerjakan seluruh tugas yang masuk waktu deadline. Eh sekarang malah kelewat santai. Bukan cuma mood yang tidak stabil, melakonkan pekerjaan juga sama labilnya.

"Anggara."

Soraya yang hampir tidur di mejanya, mendadak mengerjap tatkala panggilan yang begitu ia kenali dan segani terdengar. Disusul dengan sosok Alvaro yang menjulai tinggi di kusen pintu. Wajah laki-laki itu terlihat ramah ketika memanggilnya.

Bukan maksud Soraya selama ini wajah Alvaro galak atau sebagainya. Namun mimik yang ditunjukkan laki-laki itu sekarang, atau lebih tepatnya beberapa hari belakangan, sungguh mencurigakan. Mendadak Alvaro semakin sering tersenyum dan menatap teduh ke arahnya, yang kadang membuat Soraya ngeri sendiri.

Bertanya-tanya tentang bagaimana isi hati dan kepala bos nya ini. Tiba-tiba saja Soraya kembali teringat akan rumor itu. Rumor yang sempat panas dan ia tolak mentah-mentah, terlebih setelah apa yang Alvaro lakukan pada kepribadiannya sebagai Soraya.

Soraya sempat mengklaim seratus persen tentang sosok Alvaro yang normal sebelumnya. Tapi setelah kejadian ini, sikap baik yang juga laki-laki itu curahkan pada kepribadiannya yang lain sebagai Anggara (laki-laki) membuat Soraya kembali mempertanyakan dan ragu.

"Saya udah pesan makanan. Ayo makan siang bareng di ruangan saya."

Meski Soraya betulan wanita tulen, tapi dia tetap ngeri mendengar ajakan baik dan juga wajah ramah Alvaro setelah mengatakan itu. Jiwa gadisnya meronta-ronta. Apakah Alvaro kerap berlaku selembut ini pada laki-laki lain?

Ooh, siapun keluarkan Soraya dari pikirannya sendiri!

"Emm tapi, Pak, saya masih ada beberapa kerjaan yang nanggung banget. Bapak duluan aja, nanti saya susul." Bohong Soraya. Dia mendadak ngeri.

Tidak menjawab ataupun mengindahkan kalimat yang jelas-jelas berisi penolakan secara halus tersebut, Alvaro malah menyapu langkahnya mendekat pada kursi yang Anggara duduki. Menampilkan senyuman manis (yang terlihat menyeramkan di mata Soraya karena sekarang berperan sebagai Anggara) terlebih dahulu, sebelum menarik tangan laki-laki itu untuk berdiri. Bak tanpa ada kecanggungan sama sekali, Alvaro mengajaknya berjalan keluar.

Soraya sampai harus menggigit kuku-kukunya akan sikap yang ia terima dari Alvaro sekarang. Diperhatikannya tangan mereka yang saling bersentuhan—atau lebih tepatnya cengkraman Alvaro yang begitu hangat di pergelangan tangannya. Andai sekarang Soraya menggunakan kepribadian sebagai wanita, mungkin rasanya tidak akan semenggelikan ini.

"Jangan terlalu dipaksa tenaganya. Saya nggak mau kamu sampai sakit lagi."

Wah, wah, wah... ini sih Soraya beneran harus kibar bendera merah alias warning! Menyaksikan bagaimana ketelatenan Alvaro memindahkan makanan ke dalam piring, serta raut wajah ramah dan sikap kelewat baik laki-laki itu ketika menyerahkan piring tersebut padanya, membuat Soraya ingin mengubur diri sendiri. Masa beneran sih, Pak Bos nya ini suka laki-laki?! Mana kelihatan terang menyala sekali!

"Ayo makan, kenapa jadi ngelihatin saya?"

Uhukkk! Soraya mendadak salting sendiri. Disendoknya makanan yang ada di dalam piring dengan kapasitas yang cukup banyak, menyodongkan itu ke mulutnya sendiri. Mengunyah dengan mata berkeliaran kemana-mana, asal tidak menatap Bos anehnya itu.

Untouched (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang