07|Sedikit Terbawa Perasaan

439 89 15
                                    

Anggara: Pak Bos, saya mendadak ada urusan, saya pulang duluan ya?

Alvaro hanya membaca pesan yang dikirimkan sekretarisnya tersebut. Sekarang pandangannya lurus ke depan, menatap jalanan. Pasca membiarkan Soraya dan laki-laki yang mengaku tunangan gadis itu pergi, Alvaro memilih untuk pulang juga bersama adik perempuannya.

Jadi Soraya akan menikah?

Perasaan aneh yang lebih dominan nyeri di dadanya membuat Alvaro banyak diam. Semurah itukah perasaannya sampai jatuh hati dengan begitu mudah pada perempuan yang baru ia temui? Padahal Alvaro memiliki harapan baik tentang Soraya yang dapat mengobati rasa bencinya terhadap perempuan—karena hanya bersama Soraya, satu-satunya perempuan asing yang membuat Alvaro merasa tentram bahkan nyaman berada di dekatnya.

Tapi apa sekarang?

Soraya sudah bertunangan?

Ini rasanya patah hati?

Rosie membuang napas jengah. Bertemu dengan musuh semasa SMA nya saja sudah mampu membuat mood Rosie berantakan. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Juna dan Soraya sudah bertunangan.

Tcih, mereka cocok karena sama-sama sampah! Tapi kenapa perasaan Rosie menjadi sakit begini? Beberapa kali ia meremas bingkai setir mobilnya.

[[🔺]]

Bertugas sebagai sekretaris Alvaro, Soraya juga berkewajiban mengatur jadwal meeting yang akan Alvaro lakukan dengan klien. Soraya dalam identitas Anggara, berjalan menuju meja atasannya tersebut. Sudah beberapa kali mengetuk pintu, namun tak mendapat seruan apapun, membuat Soraya langsung masuk saja.

Dilihatnya Alvaro sedang menumpukan kepala di meja kebesarannya. Membuat kening gadis itu mengernyit, karena tak biasanya Alvaro bersikap demikian. Apa bos nya itu ketiduran?

"Pak?"

Tidak adanya respons dari Alvaro saat ia memanggil, membuat Soraya mendekati pemuda itu. Berdiri di sampingnya untuk merinci Alvaro lebih seksama. "Pak?" Sekali lagi ia memanggil.

Tapi empunya tak kunjung bereaksi, sehingga Soraya memberanikan diri untuk menyentuh pandak Alvaro, dan sedikit memberi dorongan agar Alvaro menampakkan wajahnya. "Pak?"

Dapat Soraya saksikan wajah Alvaro yang ketara sedang pucat, dengan dahi yang mengernyit seperti sedang menahan sakit. "Bapak nggak apa-apa?" Disentuhnya dahi Alvaro, dan Soraya agak terpekik merasakan panas yang menjalar di punggung tangannya.

"Eh, Pak? Bapak?" Ini Alvaro nggak pingsan, kan? Soraya terus menggoyangkan tubuh Alvaro, berharap laki-laki itu bereaksi.

"Sshhh..."

Ini sih udah sinyal bahaya. Soraya harus segera mencari bantuan guna membawa Alvaro ke rumah sakit. "Pak Bos, tahan sebentar ya, saya cari bantuan dulu."

Tanpa menunggu Alvaro menggubris, Soraya berlari keluar ruangan. Memanggil bala bantuan dari security untuk membantu memindahkan Alvaro ke dalam mobil.

[[🔺]]

"Tukak lambung yang dialami Pak Alvaro sudah dalam kondisi mengkhawatirkan, sehingga perlu dioperasi."

Soraya menggigit jarinya sendiri mendengar penuturan dokter. Agak kaget juga, ternyata Alvaro punya penyakit serius begitu. "Lakukan yang terbaik, Dokter."

Hampir satu jam berselang setelah Soraya berhasil membawa Alvaro ke rumah sakit. Ia juga menunggu dengan setia, tindakan dokter yang sedang melakukan operasi pada Alvaro, dengan doa dan harapan yang tidak ada putusnya. Semenjak bergaul dengan Alvaro sebagai sekretarisnya, laki-laki itu adalah orang yang baik, sehingga wajar jika Soraya merasa khawatir, kan?

Untouched (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang