14|Hati yang Lara

454 82 41
                                    

"Selamat pagi."

Soraya hampir berteriak saat merasa dikejutkan kala ia membuka pintu. Sebenarnya Alvaro tidak melakukan hal-hal mengejutkan seperti berteriak atau sebagainya, hanya saja dengan kehadiran pria itu yang berdiri diam telat di sebelah pintu yang baru ia buka, sudah membuat Soraya kaget.

"K-kamu ngapain di sini?"

"Jemput pacar saya buat berangkat bareng. Apa lagi?"

"T-tapi..."

"Kamu udah siap? Yuk?" Alvaro mengambil alih semua bawaan Soraya yang gadis itu pegang, dan bejalan mendahului empunya ke arah mobil yang terparkir.

Membuat Soraya harus menghela napas, dan terpaksa mengekor langkah laki-laki itu, setelah ia menutup dan mengunci rumahnya. Soraya bahkan harus segera menunduk setelah ia memberikan senyuman pada supir Alvaro yang membukakan mereka pintu mobil. Entah apa komentar orang-orang di kantor nanti saat melihat Soraya berangkat bersama Alvaro. Yang pasti untuk sekarang, Soraya tidak punya kesempatan untuk menolak.

Ternyata realitanya tidak semenyeramkan yang Soraya pikirkan. Mereka memang bertemu dengan beberapa pegawai di parkiran, tapi Alvaro mengajaknya naik menggunakan lift pribadi yang biasanya laki-laki itu gunakan. Jadi mereka tidak perlu menghadapi puluhan mata karyawan yang berada di lobi utama.

Sama dengan perannya sebagai Anggara, tidak ada yang berubah di kantor, hanya saja sekarang Alvaro lebih sering datang ke ruang kerjanya, dan full memberikan wajah yang ramah sampai kadang Soraya salting sendiri.

"Soraya?"

Apalagi ya Tuhan?!! Baru bernapas lega selama lima menit dan kembali mengerjakan pekerjaannya, Soraya kembali diteror dengan kedatangan Alvaro. "Iya?" Tapi niat mau marah ataupun jengkel tidaklah mempan saat ia melihat wajah laki-laki itu. Soraya malah luluh lagi.

"Saya masih merasa nggak enak sama kejadian meeting kemarin yang bikin kencan kita gagal. Saya udah pesan tiket, jadi kita ganti acara nontonnya jadi nanti malam ya?"

"Iya, Alvaro." Jawab Soraya sekenanya, karena sekarang dia lagi sibuk. Mau dia pacar Alvaro sekalipun, tugas sebagai sekretaris tetaplah tanggung jawabnya. Soraya itu manusia yang menjunjung tinggi loyalitas. Bahkan ketika dulu bekerja di perusahaan ayahnya saja ia termasuk karyawan yang teladan, dan tidak berpikir ia bisa berleha-leha dengan tugasnya hanya karena anak bos.

"Kerjaan kamu masih banyak?"

"Lumayan. Kenapa?"

"Saya udah pesan makanan, dan udah datang juga. Ayo makan dulu."

"Bentar lagi deh ya? Selesaiin satu laporan ini dulu, soalnya nanggung."

Singkatnya Alvaro kini paham dengan jelas karakter gadis itu, yang lagi-lagi membuatnya bangga. Tidak ingin menganggu empunya yang ketara benar-benar sibuk dengan pertanyaan-pertanyaannya, Alvaro melangkah keluar dari ruangan.

Meninggalkan Soraya yang diam-diam menghela napas lega. Bukan, bukannya dia tidak suka dengan kehadiran Alvaro di sisinya. Hanya saja di jam kerja—saat ia fokus menyelesaikan tugasnya, Soraya butuh waktu untuk tenang dan sendiri. Terlebih lagi, untuk sekarang (mungkin karena mereka masih baru) Soraya masih kerap merasa salah tingkah dan gerogi saat berdekatan dengan Alvaro. Secara refleks dirinya juga enggan menunjukkan kejelekan di depan Alvaro. Soraya hanya ingin selalu terlihat baik. Mungkin masih butuh waktu.

Pikiran Soraya bahwa Alvaro akan membiarkannya tenang menyelesaikan laporan, ternyata salah besar. Beberapa menit pasca kepergiannya, laki-laki itu kembali dengan membawa berbagai macam benda di tangannya. Kotak makanan, sendok, piring, gelas minuman—aduh, sampai Soraya was-was sendiri Alvaro akan menjatuhkan salah satu.

Untouched (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang