Mata Jeno mengerjap kecil merasakan tiupan pelan di sekitar wajah dan kekehan lembut menyapa gendang telinga cowok itu setelahnya. Berlahan dia membuka mata---mengerdip menyusaikan cahaya yang terpantul dari jendela kamar.
Hal pertama yang ia dapati adalah lautan biru di luar jendela dan langit cerah memancar terik. Sudah memasuki tengah hari, Jeno baru terbangun setelah terpulas dini hari tadi. Kebiasaan buruknya semakin menjadi, apalagi menyesap minuman keras diusia yang belum tepat, menambah kesan kehidupan tak sehat pemuda itu.
Jeno menggeram kecil, menutup mata kembali merasakan serangan denyutan nyeri pada kepalanya. Dia mengubah posisi tidur yang tadinya terkurap menjadi berbaring telentang membiarkan selimut abu tersibak hingga pada pinggulnya---memamerkan badan telanjang bagian atas cowok itu.
Dahi Jeno mengkerut samar, lagi-lagi merasakan tiupan pelan di sekitar wajah--- semakin lama hempusan hangat itu menggelitik lehernya. Jeno mendecak jengkel, langsung membuka mata--melempar delikan marah ke arah....
"Hai."
Sunyi.
Jeno terpaku diam dengan napas tertahan detik itu juga. Matanya terbelalak, lalu tak berkedip sedikitpun dengan bibir yang terasa kaku. Jantung Jeno sekilas seperti berhenti berdetak. Badannya menegang, tak bisa digerakkan. Jeno seakan menjadi patung hidup di depan gadis itu. Tak lupa gelombang rasa campur aduk mengalir di sekujur sel tubuhnya.
"Kak Jeno..." Nada lembut terdengar merdu, dan binar dari iris coklat terang gadis itu membuat Jeno ingin sekali merengkuhnya sekarang juga. Namun badannya tetap tak bisa digerakkan. Ia seperti orang lumpuh tak berdaya.
"Dira..." Jeno hanya bisa berkata dalam hati. Matanya setia tertuju pada gadis itu, tak berkedip, tak berpaling sedetik pun. Dia takut kehilangan momen ini. Tak peduli jika ini nyata atau delusi yang hanya dibuatnya sendiri.
Kedua sudut bibir Dira tertarik membentuk senyuman lembut. Dia ikut mengubah posisi tiduran seperti Jeno--- berbaring telentang di samping cowok itu. Jeno ingin protes---tak bisa memandangi wajah gadis itu lagi, namun sia-sia, bibirnya terkatup rapat seolah ada lem melumasinya.
Wangi bunga peony menguar dari rambut Dira dan aroma tubuh gadis itu entah kenapa begitu menyengat lembut seperti sedang menggodanya. Jeno menggeram diam. Rasanya tak kuat, ingin segera menarik gadis itu ke dalam dekapannya.
"Hari-hari yang melelahkan ya?" Dira berujar dengan pandangan pada langit-langit kamar. "Begitu banyak hal dan masalah kita di hadapi. Tubuh rasanya pengin berhenti, tapi hati dan pikiran masih menikmati ini. Tetep berharap semua pasti akan baik-baik aja. Selalu begitu."
Keheningan sementara menyelimuti mereka, tak lama kemudian gerakan kembali dari gadis itu mengalihkan atensi Jeno. Dira bangun lalu tersenyum---manis. Tanpa dipersilahkan, gadis itu menjatuhkan kepalanya pada dada bidang Jeno. Menyusup mencari kehangatan. Dan Jeno berharap detak jantungnya didengar oleh Dira. Biarlah gadis itu tau bagaimana besarnya pengaruh dari aksi tiba-tibanya. Aroma bunga piony semakin menusuk hidung Jeno, ia berulang kali menghirup rakus, mencoba menyimpan wangi Dira dalam ingatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Boyfriend [✔]
RomanceDira tidak tau kalau menyatakan perasaan pada Jeno, sama dengan dia yang menyerahkan diri secara langsung ke neraka sebuah hubungan.