pijar | rivetra

147 18 1
                                    


RIVETRA | slice of life | 388 words

__________

"Apa alasanmu untuk tetap hidup?"

Pertanyaan itu jatuh tiba-tiba dari mulut Levi, dan agaknya terlalu mendadak sampai Petra di balik bara api butuh dua kedipan dan beberapa detik untuk menyadari bahwa Levi benar-benar bertanya seperti itu.

Tentu saja gadis itu bingung. Kaptennya terkenal sedikit kata, surut ekspresi, dan pertanyaan filosofis semacam tadi ada di daftar kedua paling bawah pertanyaan yang seorang Levi Ackerman akan tanyakan (yang paling bawah jelas saja pertanyaan basa-basi).

"Memangnya, hidup harus punya alasan, ya?" balas Petra ringan, sedetik kemudian matanya mendadak membesar, menyadari nada bicaranya yang terlalu kasual.

"Eh, maaf Kapten, aku bukan bermaksud tidak sopan," ralatnya cepat.

Levi cuma menanggapi dengan lirikan sedatar papan pertanda bahwa dia tidak apa-apa dengan nada bicaranya.

Gadis itu lantas melanjutkan, "Aku hanya berpikir, kenapa kita harus punya tujuan." Iris Petra terjatuh pada mug berisi teh tanpa gula di genggamannya. Rasanya pahit, tetapi tidak sepahit Levi waktu mencanangkan bagian-bagian yang harus dibersihkan yang padahal sudah dilap kesekian kali.

"Aku tidak tau. Mungkin aku yang tidak suka berpikir terlalu keras. Tetapi aku hidup hanya untuk ... hidup."

Petra tertawa pelan yang sontak membuat Levi bingung, sebab menurutnya tidak ada bagian yang bisa ditertawakan. Lebih dari itu, Levi pun terkadang heran dengan eksistensi gadis yang satu ini. Renyah tawanya yang serupa kukis segar lepas dari pemanggang, terdengar begitu kosong oleh beban. Tawa dan senyum Petra, semuanya seakan orisinal dibuat dari hati. Terasa terlalu tulus, seolah lupa pekerjaan yang diembannya bisa membuatnya mati kapan saja.

Desau angin malam mengencang, membuat api di hadapannya mencondong tajam, menampilkan gadis di baliknya lebih jelas. Sejenak pria itu terhipnotis dengan pantulan pijar api pada sepasang irisnya. Dalam rekam netra legamnya, Petra tampak seperti menyala.

"Aku bersyukur masih bisa membuka mata dan menghirup udara, makan bersama di kabin, melihat oluo yang selalu mengkopi gayamu, dan menikmat api unggun denganmu sekarang." Seulas cengiran manis terbit di bibirnya. Sorot matanya begitu lunak sampai pria itu pikir ia bisa ikut meleleh bersamanya. Kemudian, dalam diam dan hangat yang teradiasi, gadis itu menimpali, "Aku hidup untuk hari ini."

Itu hanya kalimat selintas yang jika nanti Levi ingatkan kembali mungkin saja Petra akan lupa. Itu hanya kalimat selintas, tetapi membikin benaknya dirongrong rasa tak nyaman. Itu hanya kalimat selintas, tetapi seperti eror kecil yang membuat kerusakan fatal sistem skala besar.

Itu hanya kalimat selintas—namun itu menyelamatkannya.

analekta | aotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang