RIVETRA | fluff, romance | 390 words
__________
Petra sontak memejamkan mata erat kala mendapati Levi tengah bersandar pada kursi sofa dengan telinga yang tersumbat earphone.
Oke. Masuk akal. Jadi ini kenapa teriakan-teriakannya dari kamar mandi sama sekali tidak digubris olehnya.
Satu tarikan napas cepat, tiga langkah mendekat kemudian,
"LEVI!" sentak si wanita, meski tidak begitu kencang, dan tentu saja belum mampu membuat Levi merasa terganggu. Ia masih bergeming di tempat, berselonjor, menggulir layar di gawainya.
Wanita itu mendecak samar. Dia setting volumenya penuh atau pura-pura enggak denger?
Alhasil, Petra harus mengambil sedikit cara kekerasan. Ia lantas menarik satu buah earphone-nya, serta-merta membuat si pria menoleh. Dahinya siaga mengernyit tak suka, tapi umpatan-umpatan mendadak mati di ujung lidahnya kala melihat Petra berdiri hanya dengan lilitan handuk di tubuh, menampilkan nyaris setiap senti kaki jenjangnya, tangan polos tanpa fabrik, rambut yang masih basah—tengah bertolok pinggang menghadapnya.
"Kenapa kamu cuma pakai handuk?" tanyanya heran. Juga, menahan untuk tidak memindai sosok di depan dari ujung rambut sampai ujung kaki, meski, yah, akhirnya gagal juga.
Sebelum pandangannya berselancar lebih jauh, si pria menempatkan kembali atensi pada bagian wajah. Takut-takut jika terlalu lama mencerna akan meletupkan sesuatu yang bakalan repot kalau ia tuntaskan sendiri.
Duh, Levi itu masih seorang pria.
Praktis Petra mendesah pasrah. "Aku udah manggil kamu dari tadi, keran airnya rusak lagi."
"Biasanya bisa kamu benerin sendiri."
"Iya, tapi tadi aku nyoba benerin sendiri enggak bener-bener."
Levi terdiam sejenak sebelum beranjak menuju kamar mandi dan si wanita mengekorinya dari belakang.
Setelah beberapa menit berkutat dengan keran air yang Petra yakini tadi dia sudah mencoba persis seperti apa yang Levi lakukan sekarang (walaupun gagal) tapi entah bagaimana setelah beberapa lama, setelah Levi yang mencobanya, keran airnya secara ajaib berfungsi kembali
"Udah."
Petra yang tengah bersandar di dinding, memandang jenaka. Lengannya bersedekap, membikin sebagian atas dadanya sedikt menyembul keluar, dan Levi merasa konyol sendiri karena buru-buru mengalihkan atensi.
"Nikahin kamu emang paket lengkap ya," sahut Petra, terkekeh samar.
Tapi si pria memilih acuh, berlalu melewati sembari menyahut, "Cepet mandinya, nanti sakit masuk angin."
"Mandi bareng?"
Dan itu yang membuat si pria berhenti di daun pintu, memutar badan untuk menautkan kedua alis tebalnya, sementara si wanita cuma membalas dengan seringai manis.
Levi mendengus, menggeleng samar. Ada decak yang masuk ke telinga si wanita sebelum ia mengimbuh, "Binal." Kemudian melenyap dari balik dinding.
"Binal, tapi pipinya merona." [...]