RIVETRA | romance, fluff | 366 words_________
Wanita bersurai serupa kayu itu melepaskan tautan lengannya pada leher si pria, lantas menjatuhkan tubuhnya di sofa. Petra merintih pelan. Tangannya sigap menyelipkan beberapa surai yang terjuntai ke belakang telinga sebelum menarik napas panjang-panjang.
"Levi kan aku bilang enggak apa-apa."
"Jelasin enggak apa-apa darimana kalau kamu jalan tertatih-tatih gitu?"
Akurasi kalimatnya membuat Petra meneguk sejenak, mengerjap lugu sebelum terkekeh pelan.
"Sakit, sih," ungkapnya rendah, lantas menunjukan ibu jari dan telunjuknya yang nyaris dia sentuhkan. "Sedikit."
"Tch."
"Jangan galak-galak gitu dong," sungutnya.
Si wanita pura-pura mencebik tapi sosok di hadapannya sama sekali tidak menggubris, malah memutar tumit berancang melangkah sebelum genggaman Petra membuat Levi menolehkan kepala.
"Mau ke mana?" tanyanya.
"Ambil kotak P3K."
"Enggak perlu enggak perlu," balasnya tangkas tatkala tau intensi si pria. "Aku cuma luka sedikit besok juga lukanya kering. Kalo pake itu malah perih, kamu tau resiliensi aku sama rasa sakit itu rendah."
"Rendah tapi dari tadi kamu keras kepala bilang enggak apa-apa."
"Enggak apa-apa kalo enggak diobatin." Petra mengulas cengiran yang agaknya terlalu lebar. "Jadi enggak perlu, oke?"
"Enggak, Ra." Levi berusaha melepaskan genggaman Petra, tetapi wanita itu semakin menarik lengannya seraya berujar, "Udah udah. Enggak usah ya Levi sayang? Bentar lagi juga sembuh."
"Lepas, aku mau ambil kotak." Levi masih bersikeras.
"Serius, Levi, enggak usah."
"Ra."
"Aku baik-baik aja, serius kamu—"
"Petra."
Skakmat.
Tajam intonasi serta bidik tatapan Levi mampu membuat wanita itu membungkam, mendadak memotong fungsi bicaranya.
Kelopak si wanita mengedip beberapa kali. Secara gradual Petra memutuskan rengkuh genggaman, refleks mengangkat kedua telapak tangannya setinggi telinga, persis seperti kriminal yang tengah ditodong senapan.
Bersamaan dengan gerak tangannya, seutas seringai merekah di bibir Petra, benar-benar tidak gentar dengan perangai prianya yang sedingin es di kutub.
"Oke oke," ucapnya kemudian dan Levi hanya mendesah pasrah, kembali ingin melanjutkan langkahnya.
"Chill, daddy."
Dan kembali membalikkan badannya, lagi. Kali ini dengan melejitkan salah satu alisnya, secara tersirat menagih eksplanasi atas kalimat yang terdengar penuh pro-kontra baginya.
"Kenapa?" tanya Petra, menembak tatapan sok polos. Namun, sepersekian detik kemudian ia menggeleng cukup kuat sembari menangkup mulutnya sendiri, mengoreksi, "Maaf maaf refleks, enggak bermaksud. Aku lupa aku lagi datang bulan."