13. Hospital

2 2 0
                                    

Happy reading all ❤️

“Gak jalan sama Cia?” Tanya Rendi yang sedang berada di apart-nya Jae, seperti biasa, tak hanya Rendi. Jiandy, Leo, Jeno, Mark, Haikal. Mereka semua sedang berkumpul seperti biasanya. Jeno sedang mencuci piring, Rendi sedang melukis, Jian, Mark dan Leo sedang bermain game bersama dengan Jae. Sedangkan, Haikal rebahan sambil meratapi nasibnya yang masih jomblo sampai sekarang.
      
“Enggak, gue suruh Cia istirahat aja dirumah. Lagian minggu-minggu ini udah sering jalan bareng. Seharusnya lo jangan tanya gue Ren, tanya si Haikal tuh kapan jalan bareng cewek.”
    
Teman-teman yang lain tertawa ketika Jae membawa-bawa nama Haikal. Haikal yang tadi hanya diam karena malas berbicara, kemudian ia langsung menatap ke arah teman-temannya dengan tatapan tajamnya, sepertinya Haikal memang harus cepat-cepat cari pacar.
    
Ponsel Jeno dari tadi berdering sepertinya dari Yona, sudah ketiga kalinya Yona menelepon Jeno tapi Jeno tak mengangkatnya karena tangannya masih sibuk mencuci piring, anak yang rajin.
    
“Yang nganggur angkatin telepon gue dong, dari si Yona, gue takut diomelin kalo gak gue angkat,” pinta Jeno pada siapa saja yang bersedia.
     
Dengan senang hati, Mark membantu memasangkan airpods ke telinga Jeno dan membantu mengangkatkan panggilan yang berasal dari ponsel Jeno. Jeno mengerenyit dia benar-benar terkejut saat awal pembicaraan mereka sudah mendapat omelan dari Yona karena tak mengangkat teleponnya sebanyak tiga kali. Kemudian, setelah Jeno mendengarkan apa yang dibicarakan oleh pacarnya itu ia langsung mematikan telepon dan segera mencuci tangan, berbalik arah menghadap teman-temannya dengan serius.
      
“Tumben lo gak uwu-uwuan sama Yona, biasanya udah rame nih tempat sama suara lo,” ucap Jian.
     
“Jae, Cia di rumah sakit sekarang, Yona yang bilang ke gue,” ujar Jeno.
     
Setelah Jeno memberitahu tentang Cia kepada Jae. Jae langsung bergegas pergi meninggalkan komputer yang masih menyala. “Jen, gue pinjem mobil lo, mobil gue ada dibengkel sore ini baru bisa di ambil.”
     
Jae langsung menancap gas dan pergi ke alamat yang dikirim oleh Yona. Pikirannya sekarang dipenuhi rasa khawatir setelah mendengar kabar bahwa Cia sedang berada dirumah sakit.
     
Jae sudah sampai dan berlari ke arah ruang rawat Cia. Disana ada Yona dan Ajun yang masih duduk di luar sambil menundukkan kepala mereka.
     
“YONA! Cia kenapa?” Tanya Jae yang benar-benar membutuhkan jawaban saat ini.
    
“Gue gak tau Jae, pas sampe rumah Cia, rumahnya udah berantakkan dan Cia udah gak sadarkan diri,” jawab Yona sambil menangis sesegukan.
     
Jae menoleh ke arah Ajun karena benar-benar butuh jawaban tapi Ajun hanya menggelengkan kepalanya, dia juga datang disaat yang tidak tepat saat sampai kerumah Cia. Jae frustasi, dia merasa gagal menjaga Cia dengan baik. Jae dipenuhi emosi dan sempat meninjukan tangannya ke arah dinding. Kemudian, Jae duduk untuk meredamkan emosinya sambil  memegang pelipisnya.
     
“Kak Natta dalam perjalanan kesini, Cia gak bakal buka mulut kecuali sama kak Natta,” ucap Ajun yang benar-benar mengetahui seperti apa Cia.
     
Setelah hampir dua jam, Natta datang dengan mata merahnya sepertinya habis menangis saat menuju perjalanan ke rumah sakit. Saat dokter memberitahukan kalau Cia sudah siuman, Natta langsung masuk terlebih dahulu dari yang lain karena dia benar-benar mencemaskan adiknya.

“Kakak,” ucap Cia dengan suara sayunya karena masih lemas.
    
Natta sebenarnya sudah emosi setelah apa yang dijelaskan Cia padanya. Benar-benar membuat hati terluka, Natta akan segera membalas orang yang berlaku kasar pada adiknya, orang yang selama ini menyia-nyiakan mereka kemudian datang dan malah menambah luka yang mendalam. Tapi Natta langsung memeluk adiknya itu, kemudian Cia menangis dipelukan sang kakak. Bukan waktu yang tepat untuk membahas segalanya setelah mendapat penjelasan singkat dari Cia, sisanya Natta akan mencari taunya sendiri. Karena keadaan Cia yang masih memerlukan waktu untuk tenang.

***
      

“Jae,” seru Cia kepada Jae yang sedang duduk disampingnya. Mata cowok itu terlihat benar-benar merah dan sembab. Entah, sudah berapa lama Jae menangisi Cia. Cia langsung menggenggam tangan Jae yang menjadi lemah itu.
     
“Kamu kenapa? Siapa yang buat kamu kayak gini?” Tanya Jae dengan nada sayunya.
     
Cia tersenyum melihat Jae yang sangat mengkhawatirkannya, Cia mengusap kepala Jae dengan tangan lemahnya saat ini. Jae kagum dengan Cia yang saat ini masih tetap berusaha untuk kuat padahal dirinya sedang benar-benar lemah.
     
Jae memegang pipi Cia dengan tangan kanannya, memberi usapan lembut. “Merah,” ucap Jae yang melihat pipi Cia seperti habis terkena tamparan.
    
Cia pun segera mengalihkan pembicaraannya sebelum Jae bertanya-tanya hal lainnya, karena Cia sudah tau dari ekspresi Jae yang sudah banyak mengumpulkan pertanyaan untuk menanyakannya pada Cia.
     
“Jae, ke luar yuk. Aku bosen di dalem ruangan,” pinta Cia kepada Jae dan langsung disetujui oleh kekasihnya itu.
    
Cia senang karena sekarang Jae sudah ada disampingnya untuk menjaganya. Hati Cia benar-benar sudah cukup tenang, Cia dan Jae kemudian membicarakan banyak hal dan membuat satu sama lainnya berbagi tawa.
      
“Cia,” panggil Jae dengan menggenggam kedua tangan Cia dan saling bertatapan. “Aku selalu ada untuk kamu jadi jangan ragu buat cerita sama aku, aku pacarmu,” ucap Jae kemudian ia mencium punggung tangan Cia.

Thanks for reading ❤️

WHEN YOU FIND LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang