Pagi-pagi sekali Gara terbangun dari tidurnya dan sudah tidak menemukan keberadaan Anya di sampingnya. Sembari bangkit dari tempat tidur, ia mencoba memanggil-manggil Anya. Tapi tak ada jawaban sama sekali. Bergegas Gara meraih dan memakai celananya yang tergeletak sembarang di atas lantai.
"Anya... Kamu di mana, Sayang?"
Gara mencari ke kamar mandi, tapi wanitanya tak ada di sana. Ia pun meraih ponsel guna menghubungi Anya. Dengan ponsel yang berada di telinga, Gara keluar ruangan untuk melihat kalau-kalau Anya sudah ada di kursi kerjanya. Namun, mata Gara membelalak begitu menyadari meja kerja kekasihnya tampak kosong dan tak berpenghuni.
Panggilan teleponnya masih tak tersambung juga. Mendadak Gara diserang perasaan takut. Semalam mereka baru saja bercinta dengan begitu hebatnya. Dan mengapa pagi ini Anya sudah tidak ada di mana-mana? Bahkan barang-barang Anya pun tidak ada.
"Pecat perempuan itu, Pa. Jangan sampai dia masih kerja di sini."
Gara menggelengkan kepalanya ketika ucapan mamanya kemarin muncul dalam ingatannya. Langsung saja Gara mencari kontak sang mama dan menghubunginya. Tak berselang lama, panggilannya pun tersambung.
"Halo, Ga."
"Kenapa Mama ngelakuin itu, Ma?" tanya Gara langsung. Perasaannya sangat kalut karena tidak mendapati Anya di mana pun. Apalagi jika benar orang tuanya sudah memecat wanitanya.
"Ngelakuin apa?"
"Memecat Anya. Kenapa Ma?"
"Semua ini demi kebaikan kamu, Gara! Mama gak mau orang-orang tau tentang hubungan kalian. Dan Mama rasa, ini memang jalan yang terbaik."
"Jalan terbaik apa sih, Ma? Gara itu cinta sama Anya. Dan Gara gak bisa kehilangan Anya. Harusnya Mama bisa paham dengan perasaan Gara dong, Ma!"
"Mama paham, Ga. Mama ngelakuin ini semua juga demi kamu. Dan Mama yakin, kalo kamu gak sungguh-sungguh cinta sama dia. Kamu cuma terbawa suasana aja, Sayang."
"Nggak, Ma! Gara beneran cinta sama Anya. Harusnya Mama gak mecat Anya gitu aja. Gara kecewa sama Mama."
"Gara... Ga-"
Panggilan berakhir dan Gara langsung melempar ponselnya ke sofa. Ia mengacak rambutnya karena merasa amat sangat frustrasi. Ia pun kembali masuk ke kamar untuk berpakaian lengkap agar bisa segera menyusul Anya ke rumah wanita itu.
Gara berniat keluar dari ruangannya untuk menyusul Anya. Belum sempat dirinya keluar, ternyata pintu ruangannya sudah lebih dulu terbuka dan masuklah Karin dari sana. Wanita itu langsung memeluknya tanpa permisi.
"Kamu apa-apaan sih, Karin!" bentak Gara tak suka. Ia mencoba melepaskan diri dari Karin, tetapi perempuan itu malah semakin erat memeluknya.
"Tadi malam Mama nelpon aku, Sayang. Mama memintaku buat ngajak kamu pulang. Mama juga udah bilang semuanya ke aku, kalo Mama pengen kita sama-sama lagi," ujar Karin dengan senyum menghiasi bibirnya. Ia memeluk dan menyenderkan wajahnya di dada Gara.
Sampai kapan pun Gara tidak akan pernah bisa menerima Karin yang sangat licik. Apalagi jelas hatinya hanya untuk Anya seorang.
"Aku gak akan nyebarin perselingkuhan kamu, Gara. Asalkan kamu bisa bersikap baik dan memperlakukanku sebagaimana seorang istri. Kamu mau 'kan, Sayang?" bujuk Karin seraya menyentuh wajah Gara. Ia berniat mencium bibir Gara, tetapi Gara langsung menghindar hingga pipinyalah yang jadi sasaran ciuman Karin.
"Sebarin aja semuanya sesuka kamu, Karin! Aku gak peduli!" teriak Gara seraya menghempas pelukan Karin darinya. Setelah itu Gara pun pergi meninggalkan Karin yang mengumpat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm NOT a Mistress
RomanceFollow dulu sebelum membaca. Dan bacalah selagi on going, karena kalau sudah tamat akan dihapus bebeberapa bagian. **** Anya sangat tidak menyukai semua hal yang berkaitan dengan pelakor, perselingkuhan dan sejenisnya. Sahabat baiknya sudah mengalam...