Hari-hari ke depannya Anya lalui dengan penuh kehampaan karena Gara tidak ada di sampingnya. Lelaki itu masih kerap mencoba menelepon ataupun mengirimi pesan yang tak pernah Anya gubris. Ia menguatkan diri untuk tidak bersikap plinplan kali ini. Anggap saja ia dan Gara memang tidak berjodoh agar dirinya tak berharap lagi.
Anya juga sudah mencoba melamar pekerjaan di beberapa perusahaan, tapi sampai sekarang belum ada panggilan untuk melakukan wawancara. Alhasil sekarang dirinya benar-benar menjadi pengangguran dan malah menghabiskan waktu untuk membantu mamanya di Kafe.
Seolah semesta memang tidak berpihak padanya, Anya membelalak begitu melihat kehadiran Gara bersama Karin. Kedua orang itu melangkah memasuki kafe mamanya dengan Karin yang merangkul mesra lengan Gara. Sementara laki-laki itu tampak menghela napas berat. Kemudian, Gara malah menoleh padanya hingga membuat tatapan mereka bertemu.
Gara sempat terkesiap begitu menyadari kehadirannya. Entah mengapa Anya yakin kalau Gara akan menghampirinya, tetapi Karin sudah lebih dulu menarik Gara untuk duduk di salah satu kursi yang masih kosong.
Mengapa bertemu Gara malah membuatnya merasa goyah? Tidak-tidak. Ia tidak boleh seperti ini. Ia harus menjauhi Gara demi kebaikan mereka berdua. Gara memang lebih pantas bersama Karin.
Sementara itu, Gara tampak gelisah di tempatnya. Ia ingin segera menghampiri Anya, tetapi Karin selalu menempel padanya. Ia juga tidak tahu kalau kafe ini milik keluarga Anya. Dan mengapa Karin membawanya ke sini? Apakah wanita itu memang sengaja?
Begitu ada kesempatan, Gara langsung menghampiri Anya ke toilet dengan menahan pergelangan tangan wanitanya. Namun, Anya malah berontak dan melepaskan genggaman tangan Gara.
"Nya..."
"Kamu kenapa nyamperin aku, Mas?"
"Kamu yang kenapa, Sayang? Bukannya Mas sudah ngejelasin semuanya sama kamu? Mas itu terpaksa-"
"Cukup, Mas. Ini memang yang terbaik buat kita. Aku mau, kamu belajar ngelupain aku dan menerima Karin. Karena sampai kapan pun kamu dan aku nggak akan pernah bisa menjadi kita. Aku lelah, Mas. Aku gak mau kalo sampai orang-orang tau hubungan yang sempat kita jalani. Permisi!"
Tanpa mau mendengarkan balasan Gara, langsung saja Anya menyingkir dari sana. Ia berusaha kuat untuk tidak menangis.
***
Satu minggu, dua minggu hingga satu bulan telah berlalu. Selama itu Anya selalu berusaha menghindari Gara. Sementara Gara tak pantang menyerah untuk mencoba menghubunginya. Selama itu pula Anya masih belum mendapatkan pekerjaan.
Pernah beberapa kali ia bertemu dengan teman kantornya saat berada di kafe. Yang mengejutkan, ternyata pegawai di kantor Gara tahunya ia mengundurkan diri. Bukannya dipecat.
Selama satu bulan itu pula Gara selalu bersama Karin. Anya bahkan tidak yakin jika keduanya belum pernah berhubungan badan. Apalagi jika mengingat Gara memiliki hasrat seksual yang kerap menguras tenaganya saat mereka berhubungan. Membayangkan Gara bercinta dengan Karin entah mengapa membuat Anya mual.
Tidak-tidak, ia tidak sedang hamil. Anya bisa memastikan itu. Baru saja tamu bulanannya datang dan ia juga sudah memeriksa dengan test pack dan hasilnya negatif. Jelas saja ia tak mungkin hamil karena setelah berhubungan, ia selalu meminum pil kontrasepsi juga Gara yang melepaskan bukti gairahnya di luar. Anya merasa beruntung akan hal itu. Karena jika dirinya hamil, semuanya pasti bertambah rumit.
Selama itu pula Anya berusaha kuat untuk melupakan Gara, tapi rasanya belum berhasil juga. Ia bahkan sampai menerima usulan mamanya untuk berkenalan dengan anak teman sang mama. Sangat berbeda dengan dirinya beberapa bulan lalu yang tidak ingin dijodoh-jodohkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm NOT a Mistress
عاطفيةFollow dulu sebelum membaca. Dan bacalah selagi on going, karena kalau sudah tamat akan dihapus bebeberapa bagian. **** Anya sangat tidak menyukai semua hal yang berkaitan dengan pelakor, perselingkuhan dan sejenisnya. Sahabat baiknya sudah mengalam...