14. Pengakuan Anya

4.3K 602 19
                                    

Anya melangkah keluar dari kamar mandi sambil bersenandung kecil. Dengan handuk yang menutupi dada hingga ke pahanya, ia melangkah menuju lemari pakaian. Keningnya mengernyit karena merasa seperti ada yang sedang memperhatikannya. Langsung saja Anya menoleh dan terbelalak begitu melihat Fira sudah ada di dalam kamar dan tengah duduk manis di atas kasur empuknya.

Mampus. Anya gelagapan lantas mencoba menutupi tanda merah bekas bibir Gara yang menghiasi leher dan dadanya. Tepat seperti dugaannya, kalau sahabatnya itu sudah pasti melihat semuanya.

"Lo ngagetin aja, Fir. Datang kok gak bilang-bilang dulu?" tanya Anya pada sahabatnya itu sambil berusaha menekan rasa salah tingkah yang mendadak mendera.

"Ya gak surprise lagi dong kalo gue bilang sama lo mau ke sini. Lagian, nanti yang ada, gue gak bisa ngeliat cupang di leher dan dada lo." Anya melototkan matanya, sementara Fira tertawa puas. "Kejutan banget gue bisa ngeliat badan lo penuh merah-merah lagi. Kemarin bilangnya gak kegatelan, tapi tau-tau udah main lagi aja. Sama siapa?"

"Berisik lo ah!"

Anya memilih mengabaikan Fira dan memutuskan untuk segera memakai pakaiannya. Setelah itu, ia meraih concealer lantas mengoleskannya pada kissmark yang terlihat di lehernya. Barulah kemudian ia menghampiri Fira dan duduk di sebelahnya.

"Biar gue tebak. Pasti sama bos lo, 'kan?"

"Kalo iya kenapa? 'Kan lo yang kemarin bilang, kalo gak apa-apa gue yang maju karena istrinya licik?"

"Emang gak apa-apa sih. Gue cuma agak kaget doang bakal secepat ini lo sama dia berhubungan lagi. Gue pikir nunggu dia resmi bercerai atau apa gitu. Gak taunya, lo gak tahan juga," kekeh Fira yang langsung mendapat lemparan bantal dari Anya.

"Kampret lo!"

"So, gimana servisan dia? Gak mungkin 'kan lo lupa juga yang ini?" tanya Fira lagi seraya menggerakkan alisnya turun-naik. Berusaha menggoda Anya.

"Menurut lo gimana? Badan gue aja penuh merah-merah begini," balas Anya sarkas yang membuat Fira terbahak.

Drrrt drrrt

Pembicaraan mereka diinterupsi oleh suara ponsel Anya yang bergetar di atas meja rias. Wanita itu turun dari kasur untuk meraih ponselnya. Kemudian langsung menerima sambungan telepon dari Gara.

"Iya, halo, Mas."

"Halo, Sayang. Lagi apa?"

Anya tersenyum tipis karena bisa-bisanya Gara menelepon hanya untuk menanyakan dirinya sedang melakukan apa. Benar-benar seperti remaja yang baru merasakan cinta.

"Gak ngapa-ngapain sih, Mas. Ini aku habis mandi."

"Pantesan wanginya kecium sampai ke sini, Sayang. Mas jadi kangen pengen meluk dan nyium kamu."

"Apa sih, Mas. Jangan mulai deh."

Ehem.

Anya menoleh pada Fira yang telah dirinya abaikan. Ia pun kembali fokus pada sambungannya bersama Gara. "Mas, nanti aku telepon balik ya. Soalnya di sini ada Fira sahabatku. Gak enak kalo akunya malah telponan sama kamu kayak gini."

"Ya sudah. Gak apa-apa kok. Salamin aja buat sahabat kamu itu ya."

"Iya, Mas. Nanti aku sampein."

"Bye, Sayangnya Mas. Love you."

"Love you too."

Usai memastikan panggilan mereka telah berakhir, Anya pun meletakkan ponselnya ke tempat semula. Kemudian ia menghampiri Fira lagi.

I'm NOT a MistressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang