complicated past

419 173 548
                                    

"Lis, Jeje kemana ya?"

"Eh, um itu..em dia-"

"Dia apa? Dia dimana sih, Lis?"

"Jalan sama Theo."

Evan tersentak, mematung beberapa saat untuk mencerna kalimat yang baru saja ia dengar. Jadi benar ya, sudah terlambat. Dia kalah bahkan sebelum sempat bertindak.

"Oh, makasih ya Lis. Gue duluan," pamit Evan yang terlihat kecewa.

Lista yang melihat perubahan suasana hati pemuda itu jadi merasa bersalah. Andai Evan bisa sedikit mengurangi rasa ingin tahunya, juga harapannya mungkin?

Lista tau betul, sudah sejak lama Evan menaruh hati pada sahabat karib mereka. Karena status sahabat itulah yang membuat Evan berpikir dua kali untuk mengutarakan isi hatinya. Evan pikir, kemungkinan Jessi untuk membalas cintanya bahkan hampir tak ada. Lebih baik memendamnya daripada harus mengorbankan hubungan dengan gadis itu, pikirnya.

Memang lebih baik seperti itu, lebih baik dia tinggalkan perasaan itu. Seharusnya Evan membuka mata, dia harusnya sadar bahwa dirinya juga sedang dinanti.

Lista tersenyum miris, dia paham betul dengan sakit yang Evan terima. Kalau saja Evan tidak merasakan cinta itu, mungkin hatinya akan tergerak untuk Lista. Jika saja begitu, maka tak satupun dari mereka harus terluka.

Atau mungkin yang terbaik adalah dengan mereka yang tetap pada jalannya. Saling menyayangi layaknya sahabat, cukup begitu. Naasnya hanya satu dari mereka yang mampu untuk tidak melewati batas hati.

"LISTAAA!"

"Berisik banget heh!" tegur Lista sambil mengusap-usap telinganya. "Kenapa?"

"Gue jadian sama Theo!" seru Jessi bersemangat.

"Serius nih udah resmi? Bisalah ya bongkarannya," rayu Lista diiringi tawanya.

"Pasti! Oh iya gue belum kasih tau Evan, bentar."

Dengan segera Lista menahan Jessi yang hendak menghubungi sahabat mereka, "biar gue aja nanti yang ngabarin dia."

Jessi mengerutkan dahinya bingung, namun setelahnya sadar bahwa Lista masih pada tahap masa pendekatan. "Makin lancar ya Lis?"

"Apanya?"

"Ish, pdkt lo sama Evan lah."

Lista memang bercerita perihal perasaannya, tidak ada alasan bagi Jessi untuk melarang. Dia justru ikut senang jika kedua sahabatnya itu dapat menemukan kebahagiaan mereka bersama. Yang ia tidak ketahui adalah rasa bersalah Lista yang berpikir bahwa ini terjadi karenanya. Jessi bisa saja membuka hatinya untuk Evan jika Lista tetap bungkam. Ia terlambat tahu mengenai hati pria itu, terlambat untuk menghapus harapannya.

"Ah iya lancar kok," gagap Lista.

Dia segera merutuki tindakannya yang menawarkan diri untuk menghubungi Evan, Lista harus bilang apa? Ah seharusnya Lista biarkan saja Jessi yang menyampaikan kabar bahagia ini, kalau begini dia tidak sanggup. Terlebih harus menyaksikan kekecewaan lelaki itu, yang dia sendiri pun tidak tau cara mengatasinya.

"Cepet dong, lelet banget sih jadi lakik?"

Theo mendengus kasar. Dia ini pria yang sedang menemani kekasihnya, bukan pesuruh yang sedang melayani tuannya. Baru tadi siang dia seharian melayani sang ibunda, dan sekarang tuan putrinya yang berulah.

Limerence with G [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang