CH 7 : Bloody Ties

727 114 17
                                    

[The Living Legend]_Present

Seina menatap jengah pada dua orang yang sedang bertarung didepannya. Dia sama sekali tidak merasa bersalah karena telah mempertemukan mereka berdua, karena setelah ini mereka harus membicarakan hal serius bersama - sama. 

Ia menatap jam yang ada di pergelangan tangan "kemana sih, Takeomi. Bagaimana mungkin aku bisa melerai mereka" gumamnya agak sedikit sebal. Sekarang ini dirinya hanya bisa berusaha untuk pura - pura tidak kenal pada Senju ataupun Haruchiyo.

Biarlah menjadi adek laknat, yang penting gak ikut kena mental. Malunya itu loh yang ga bisa di kondisikan. Punya saudara modelannya gini semua, bawaannya pengen resign dari kehidupan.

Saat ini mereka sedang berada di parkiran apartemen milik Takeomi, iya mantan wakil presiden Black Dragons dan Brahman Akashi Takeomi. Untungnya suasana tidak begitu ramai dan bisa terbilang sepi, jadi baku hantam antara dua saudara itu tidak akan menjadi tontonan gratis masyarakat.

Akhirnya apa yang di tunggu Seina datang juga, Takeomi dengan setengah berlari mendekatinya.

Belum berjarak 10 meter darinya, Seina langsung mengisyaratkannya untuk melerai dua orang gila yang tak jauh darinya  dengan gestur malas. Mengerti sang kakak pun mengangguk dan perkelahian berakhir dengan masing - masing pukulan pada kepala Senju dan Haruchiyo. 

Asal kalian tau, satu pukulan Takeomi itu sama dengan satu bongkah batu besar. Jadi jangan heran kalau orang itu pernah membuat seseorang geger otak hanya dengan pukulannya.

"sebenarnya mau sampai kapan kalian saling tidak suka seperti ini?" Takeomi menghirup rokoknya lalu di hembuskan, menatap pada dua adiknya yang tengah di obati oleh satu - satunya adik perempuan yang ia miliki. 

Haruchiyo meringis sakit ketika lukanya diobati oleh Seina "pelan - pelan dong, Sei - chan. Perempuan itu harus- akkh, iya iya ampun" dengan sadisnya Seina menekan lukanya hingga darah tak lagi keluar dari sana.

Mendengus pelan, Seina tidak mau mendengar nasehat dari orang macam kakak keduanya itu.

Setelah selesai dengan Haruchiyo, ia beralih pada kakak kembarnya, Senju "kenapa sih, kalian suka banget berantem pas ketemu? Kan urusan Brahman udah lalu, masih aja dendam mulu" ia mencibir sambil menempelkan plester pada pipi Senju.

"kau sendiri tidak bilang kalau manusia biadab itu ikut. Tau begini, lebih baik aku tidur di rumah" mengerucutkan bibir sebal, Senju terus menggerutu. Kesal karena sang adik sama sekali tidak membelanya. 

Merasa di hina Haruchiyo tidak diam "siapa yang kau panggil manusia biadab dasar ce-"

"Haruchiyo!"

Takeomi dan Seina memberi death glare pada pria dengan surai sakura itu. Tentunya Sanzu hanya bisa diam dan kembali duduk, menahan rasa kesal terhadap adik laknatnya. Sementara Senju tertawa kemenangan, merasa bahwa dua saudaranya yang lain memihak padanya.

Takeomi menghela nafas, memilih mematikan rokok kemudian menutup jendela. Membuat suasana di dalam ruangan sedikit gelap karena penerangan utama mereka sudah tidak ada. 

"kau tidak berniat membicarakannya dengan gelap - gelapan kan?" Seina membuyarkan suasana tegang dengan sebuah pertanyaan.

"bukankah sudah kebiasaannya mendramatis kan sesuatu yang tidak berguna?" Senju menimpali sambil mengunyah kue kacang.

Sanzu berjalan menuju saklar lampu "buanglah kebiasaan buruk mu dalam memilih suasana, Takeomi. Ibu akan kecewa melihat putra tertuanya seperti ini" lampu dihidupkan, membuat ruangan lebih hidup.

The Living Legend [Brotherhood]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang