Chapter 4 - Kucingnya (Miya)

716 151 66
                                    

"Bagaimana sekolahmu di hari pertama?"

Miya yang baru saja melepas sepatunya sudah ditanya oleh ibunya. Lelaki itu melirik ibunya sekilas.

"Biasa saja."

"Apakah itu artinya menyenangkan?" tanya ibunya lagi.

"Kurasa," sahut Miya gamblang. "Aku ke kamar dulu."

Setelah pamitannya diangguki oleh ibunya, Miya beranjak ke kamarnya. Di tangannya terdapat papan skateboard. Setibanya di kamarnya, ia meletakkan papan skateboard-nya ke tempat semula. Tepatnya bersandar pada dinding kamarnya.

Miya menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Hari ini terasa cukup melelahkan. Ia tidak menyangka jika hari pertama di masa SMA-nya akan sesibuk ini. Awalnya ia hanya mengira akan ada perkenalan dan hal-hal semacamnya. Namun, ia tidak tahu jika akan ada perkenalan ekstrakurikuler. Sayangnya, tidak ada ekstrakurikuler yang berhubungan dengan skateboard. Jika ada, seratus persen Miya pasti akan bergabung dengan ekstrakurikuler itu.

Merasa bosan, Miya bangkit dari posisi tidurnya. Ia mengeluarkan buku tulisnya dari dalam tas sekolah. Buku itu pun dibawanya ke atas meja belajar. Detik selanjutnya ia mulai mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh sensei-nya hari ini.

Matematika adalah mata pelajaran yang cukup Miya kuasai. Lelaki itu yakin jika pelajaran Matematika merupakan pelajaran yang sangat membantu nilai di rapotnya. Meskipun tidak hanya pelajaran Matematika saja yang Miya kuasai, namun lelaki itu cukup yakin jika Matematika adalah pelajaran yang paling ia kuasai.

Selama beberapa puluh menit Miya berkutat dengan pekerjaan rumahnya itu. Ia mengabaikan ponselnya dan fokus hanya untuk menyelesaikan soal-soal Matematika yang tertera di depan matanya.

Bunyi ponselnya seketika membuat Miya berhenti menulis. Namun, ia hanya melirik sekilas ke arah ponselnya. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya dan mulai fokus kembali dengan soal-soal yang harus ia pecahkan.

Sekali lagi ponselnya berbunyi. Namun, kali ini bunyinya berkali-kali. Miya yang kesal karena belum bisa menyelesaikan satu soal lagi pun merasa terganggu dan memutuskan untuk mengecek siapa pelaku yang membuat ponselnya terus berbunyi. Dari suara notifikasi yang ia dengar, seharusnya ponselnya itu berbunyi karena ia mendapat pesan baru di LINE-nya. Benar saja, ternyata ia telah bergabung dengan grup kelasnya.

Namun, ada satu hal yang janggal. Lelaki itu merasa jika selama ini tidak pernah memberitahukan ID LINE-nya ke orang lain. Tetapi, saat ini sudah berada di dalam grup kelas setelah seseorang mengundangnya. Miya pun membaca nama yang mengundangnya ke dalam grup kelas itu.

(F/n) (Y/n).

Itulah nama yang Miya lihat. Seketika ia mendengus. Dari mana gadis bernama (Y/n) itu bisa tahu ID LINE-nya tanpa Miya beritahu sebelumnya? Sungguh aneh jika dipikirkan dengan logika.

Sebuah hal yang masuk akal tiba-tiba terlintas di dalam kepalanya. Jika (Y/n) bisa mengundangnya ke dalam grup, itu berarti gadis itu telah menambahkan ID LINE milik Miya sebagai teman sebelum mengundangnya. Benar begitu, 'kan?

Meletakkan ponselnya kembali ke atas meja, Miya pun mengalihkan fokusnya ke soal Matematika yang belum bisa ia pecahkan sebelumnya. Dalam sekejap, lelaki itu sudah bisa menyelesaikannya. Hanya karena ia mengetahui (Y/n) telah menambahkan dirinya sebagai teman di LINE.

***

"Kau lagi."

Seekor kucing berbulu putih tampak sedang menjilati tangannya sendiri. Sebuah kebiasaan yang biasa terjadi pada kucing. Miya pun tahu akan hal itu.

Kaki Miya bergerak mendekati kucing bermanik hazel itu. Kucing itu adalah kucing yang sama dengan yang dua hari lalu ia lihat. Hari ini, kucing itu kembali muncul di depannya. Ia mengeong dengan suaranya yang pelan.

"Kau masih kesepian?"

Kucing itu hanya menatap manik emerald milik Miya. Ia masih tetap mengeong dengan nada dan intonasi yang sama.

"Oh, begitu."

Miya pun menyahutinya. Mereka tampak tengah berbicara satu sama lain. Meski bisa dikatakan Miya-lah yang berbicara seorang diri. Bahkan, author yang sedang mengetik narasi ini sama sekali tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan.

Tangan Miya bergerak secara bolak-balik. Mengusap tubuh kucing itu. Rasa lembut yang diberikan oleh bulunya yang tebal membuat Miya tak ingin melepaskan tangannya dari tubuh kucing itu.

Kucing itu pun mengeong. Manik hazel-nya menatap ke arah Miya yang masih mengusap bulunya. Ia membiarkan lelaki itu hingga merasa puas.

"Di sini kau rupanya. Mengapa kau selalu kabur dari rumah?"

Sebuah suara yang diselingi dengan napas yang terengah-engah membuat Miya menoleh. Menatap ke arah si pemilik suara yang menginterupsi kegiatannya tadi.

"Kau! Mengapa kau bisa berada di sini?!"

(Y/n) menatap Miya dengan wajah marahnya. Miya yang masih berjongkok pun bangkit. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie yang dikenakannya.

"Aku? Hanya sedang jalan-jalan."

Tidak mungkin Miya menjawab jika sejak tadi ia berbicara dengan kucing, 'kan? Kini kucing itu sudah berada di dekapan (Y/n). Tunggu dulu, apakah itu artinya...

"Kucing ini milikku. Jangan sentuh ia."

Belum sempat Miya menyelesaikan narasi di atas, (Y/n) sudah menjelaskannya lebih dulu. Yang kemudian dihadiahi oleh alis Miya yang terangkat sebelahnya.

"Lalu?"

"Mengapa kau justru bertanya? Kau mengerti apa yang kukatakan sebelumnya, 'kan?" balas (Y/n).

Tanpa berkata apa-apa lagi, Miya berbalik. Ia menaruh papan skateboard-nya ke atas aspal. Setelah itu, ia meluncur membelah jalan di langit pagi serta menembus angin.

Namun, ada satu hal yang sempat Miya sadari:

(Y/n) masih membencinya.

***

Hai, aku update—

Ideku lebih lancar kalo ngetik pake sudut pandang orang ketiga. Gak tau kenapa.

Makasih lho udah baca dan vomment juga♡(*´ω`*)/♡

I luv ya!
Wina🌻

END ━━ # . '1/6 Detik ✧ Miya ChinenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang