Pagi-pagi sekali (Y/n) sudah bangun. Gadis yang biasanya selalu bangun beberapa belas menit sebelum bel sekolah itu tiba-tiba terbangun ketika hari masih gelap. Alasannya? Alasannya sangat sederhana. (Y/n) baru saja ingat jika ia belum mengerjakan pekerjaan rumahnya. Seolah keadaan belum terlalu buruk, pekerjaan rumahnya itu adalah pelajaran yang paling ia benci selama masa sekolahnya.
Matematika.
Angka-angka yang diketik secara teratur di atas buku paket menunjukkan betapa menyulitkannya pelajaran Matematika itu. Jujur saja, (Y/n) lebih memilih lari mengelilingi Bumi daripada disuruh untuk mengerjakan tugas pelajaran eksak yang bisa membuat depresi itu.
"Mengapa aku bisa lupa?" gumamnya kesal di saat (Y/n) tengah mencari keberadaan buku tulisnya.
Tangannya secara cepat mencari buku tulisnya di dalam tas. Namun, ia tidak menemukannya di sana. Alhasil, (Y/n) pun mencari hingga ke sudut kamarnya. Bahkan hingga ke dalam tempat sampah. Barangkali ia membuang buku tulisnya karena terlalu membenci pelajaran Matematika. Tetapi, hasilnya tetap sama. Bukunya tidak ada di manapun. Bahkan di tempat sampah sekalipun.
"Argh! Mengapa kesialan harus menimpaku pagi ini?!" serunya seraya menjambak surainya sendiri, frustasi.
(Y/n) pun membuka laci meja belajarnya. Ia mengeluarkan sebuah buku tulis baru dari dalam sana. Setelah puas menghirup bau khas dari kertas, (Y/n) mulai fokus untuk mengerjakan tugasnya.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Bahkan hingga lima menit berlalu, buku tulis di hadapannya masih kosong. Penyebabnya adalah ia merasa terlalu bodoh hanya untuk mengerti kalimat pertama soal yang ia kerjakan. Ditambah dengan buku tulisnya yang lenyap tak berbekas. Beserta catatan penting demi hidupnya selama satu semester atau enam bulan ke depan.
Tak kehabisan akal, (Y/n) menyalakan ponselnya. Ia mengetuk-ngetuk meja belajarnya saat menunggu ponselnya menyala. Padahal seharusnya tidak akan memakan waktu yang lama hingga menyala sepenuhnya. Setelah ponselnya menyala, (Y/n) membuka obrolan terakhir yang ia lakukan dengan Yuuna. Jarinya pun bergerak dengan lincah mengetik beberapa kata pada kolom pesan. Ibu jarinya pun menekan tombol kirim ketika ia telah selesai.
"Kumohon, Yuuna. Semoga kau sudah mengerjakan pekerjaan rumah itu," mohon (Y/n) sambil menggigiti bibirnya bagian dalam.
Sambil menunggu balasan dari Yuuna, (Y/n) pun mencoba mengerjakan sendiri terlebih dahulu. Tentu saja ia tidak boleh menyerah hanya karena pelajaran bernama Matematika itu. (Y/n) membuka buku paketnya, mencari materi tentang soal yang akan ia kerjakan. Selama beberapa menit, ia fokus untuk memahami materinya. Namun, fokusnya pun buyar ketika ponselnya bergetar.
(Y/n) sudah berharap jika getaran ponselnya itu adalah karena pesan baru dari Yuuna. Namun, ketika ia melihat pesan baru yang masuk, rasanya ia ingin membanting ponselnya.
Kuota internet Anda tersisa 100 MB. Untuk terus berlangganan dengan paket sebelumnya, harap isi pulsa Anda. Jika ingin berhenti berlangganan, silakan kirim STOP MENGHALU ke 09XXX.
(Y/n) hanya bisa menghela napas. Ia benar-benar harus sabar menghadapi cobaan di pagi ini. Apa yang membuatnya menjadi sangat sial hari ini?
Waktu benar-benar bergulir dengan sangat cepat. Saat ini tersisa satu jam lagi sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Namun, karena jarak antara rumah (Y/n) dan sekolahnya cukup dekat, gadis itu pun tak merasa khawatir jika ia akan terlambat.
Karena (Y/n) sudah putus asa dan merasa lelah-padahal ia tidak berbuat apa-apa-akhirnya gadis itu memutuskan untuk bersiap ke sekolah. Yang ia tahu, tersisa empat puluh lima menit lagi sebelum gerbang sekolahnya ditutup rapat. Itu artinya sudah lima belas menit ia melamun sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . '1/6 Detik ✧ Miya Chinen
Fanfiction"Hanya butuh satu per enam detik bagiku untuk membencimu, Chinen Miya." ────── Pertemuan di antara kau dan Chinen Miya tidak terlalu baik, apalagi romantis. Melainkan seperti sebuah deklarasi perang di antara dirimu dan lelaki yang kau akui sangat m...