Chapter 15 - Lebih Sulit dari Matematika (Miya)

543 116 25
                                    

Dari kejauhan, manik emerald-nya memandang jauh ke depannya. Ke arah yang sama sejak beberapa saat yang lalu. Surainya yang menutupi sebagian wajahnya tidak ia gubris. Tatapannya hanya fokus ke arah objek berbentuk manusia dengan paras yang ayu.

Mengapa ia belum pulang? batin lelaki itu.

Miya menyusupkan tangannya ke dalam surainya yang bernuansa hitam legam. Pikirannya kembali tertuju pada gadis yang kini sedang tertawa dengan temannya. Temannya yang dulu pun pernah menjadi salah satu teman masa kecilnya. Namun, apa yang berada di masa lalu tetaplah akan berada di sana.

Manik emerald itu ikut bergulir kala gadis itu mulai bergerak untuk pindah ke tempat yang lebih teduh dari teriknya sinar matahari. Sesaat setelahnya si pemilik manik emerald itu pun mengalihkan pandangannya dari gadis yang kini telah menghilang dari pandangannya.

Tangannya menopang dagunya. Tatapan lelaki itu kini tertuju ke arah jam dinding yang terus bergerak. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Namun, yang Miya lakukan saat ini hanyalah duduk diam di tempat duduknya.

Karena sudah tidak memiliki hal yang bisa ia jadikan pusat perhatiannya, Miya pun beranjak pergi dari kelasnya. Ia berniat untuk melakukan aktivitas yang menjadi kegemarannya. Tentu saja, dengan wajah gadis itu yang seketika terbayang-bayang di dalam kepalanya.

***

Sudah berapa kali Miya tersenyum seorang diri?

Entahlah, lelaki itu tidak mengingatnya. Yang ia ingat, hanyalah hal apa yang membuat dirinya hingga tersenyum seperti itu. Rasanya sungguh sulit untuk dilupakan dan bahkan membuat detak jantungnya menggila seketika.

Tunggu. Apakah sejak tadi Miya tersenyum seorang diri karena gadis itu? Gadis yang sering ia ejek dan selalu ia anggap remeh? Ada apa dengan isi pikirannya saat ini?

Tangannya mengacak-acak surainya frustasi. Berusaha melenyapkan pemikiran aneh itu dari dalam kepalanya. Teringat dengan (Y/n), seketika Miya pun teringat akan hari pembagian rapor tengah semester nanti. Sekaligus menjadi penentu tentang (Y/n) dan taruhannya.

Miya memutar-mutar sebuah pena di tangannya. Ia mendengus lalu tersenyum kecil setelahnya. Mengingat tentang hal-hal yang telah ia alami bersama (Y/n). Momen yang entah mengapa ia inginkan untuk terjadi kedua kalinya.

Memikirkan apa penyebab semua hal ini Miya akui memang lebih sulit daripada mengerjakan soal Matematika. Soal Matematika hanya memerlukan pemahaman serta rumus tertentu. Namun, berbeda dengan persoalan yang ia hadapi saat ini. Meskipun ia memiliki keduanya, tidak ada jawaban pasti yang bisa ditemukan.

Tatapannya ia lemparkan ke arah langit-langit kamarnya yang tampak dicat dengan warna putih. Miya kembali memikirkan hal yang sama. Tentu saja tentang perasaannya terhadap (Y/n).

Apakah ia benar-benar telah menyukai gadis itu?

***

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi beberapa saat yang lalu. Miya yang sudah siap untuk pulang dan hendak memanggil (Y/n) yang tengah merapikan peralatan tulis serta buku-buku pelajarannya. Namun, niatnya itu digagalkan oleh panggilan teman sekelasnya.

"Oi, Chinen. Jadwal piketmu adalah hari ini. Jangan mencoba untuk kabur, ya," katanya demikian.

Miya berdecak. Ia kembali meletakkan tasnya ke tempat semula. Namun, tujuannya yang sejak awal sudah direncanakan kembali ia lanjutkan.

"(F/n)."

Kala nama gadis itu keluar dari bibir Miya, sontak gerakan (Y/n) memasukkan buku ke dalam tas berhenti seketika. Ia menoleh ke sebelah kirinya. Namun, kala matanya bersitatap dengan manik emerald milik Miya seketika ia merasa salah tingkah. Perkataan Yuuna dua hari yang lalu kembali memenuhi pikirannya, lagi.

Tanpa menunggu sahutan dari (Y/n), Miya melanjutkan perkataannya, "Tunggu aku di halaman belakang sekolah. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."

Memiliki tujuan yang sama, (Y/n) pun menimpali, "Aku juga. Aku juga memiliki hal yang ingin kutanyakan padamu."

Tanpa mengatakan apa-apa, Miya pun mengangguk singkat. Setelah itu, ia kembali menjalankan tugas piketnya dengan cepat.

Selepas kepergian Miya, (Y/n) menghembuskan napasnya. Entah sejak kapan ia menahan napasnya itu. Namun, berada di dekat lelaki itu kali ini justru membuatnya salah tingkah. Ditambah dengan perkataan Yuuna yang menghantuinya selama dua hari belakangan ini.

Apakah ia memiliki sebuah perasaan tertentu kepada lelaki bersurai hitam itu?

***

Debu yang terhirup oleh hidungnya membuat Miya bersin. Hidungnya terasa gatal setelahnya. Ia meletakkan kemoceng itu ke tempat semula dan segera bergegas menuju halaman belakang sekolahnya. Di mana ia meminta (Y/n) menunggu di sana.

Setibanya di sana, (Y/n) tampak tengah menendang kerikil-kerikil kecil di atas tanah. Yang ia lakukan untuk membunuh waktu selama menunggu Miya datang.

"(F/n)."

Sekali lagi, kala namanya dipanggil, (Y/n) kembali merasa salah tingkah. Entah mengapa ia merasa demikian sejak tadi. Ada yang salah pada dirinya.

Miya menarik napasnya dalam-dalam. Manik emerald-nya itu menatap lekat ke arah (Y/n) yang masih diam di depannya sejak tadi.

Entah bagaimana, kalimat yang Miya hendak katakan sejak tadi kini telah ia ucapkan. Tepat kepada gadis di depannya itu yang tampak menatapnya terkejut. Matanya membulat dan bibirnya sedikit menganga. Entah reaksi apa yang harus Miya berikan selain rasa malu dan salah tingkah. Disertai rasa memanas pada kedua pipinya.

"Aku menyukaimu, (Y/n)."

***

DORRR—!!

Kaget gak? AHHAHAHAHAHHAA.

Mmf, aku lagi berada dalam fase depresot—🚶‍♀️

END ━━ # . '1/6 Detik ✧ Miya ChinenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang