(Y/n) lagi-lagi menguap lebar kala Sensei di depan kelasnya tengah menerangkan sesuatu. Matanya yang berair setelah menguap kini tertuju ke depan. Memaksakan dirinya untuk mendengarkan apa yang Sensei-nya sedang jelaskan meskipun ia tak yakin akan diingat hingga ke depannya.
Tangan (Y/n) yang bebas pun mulai mencatat. Sebenarnya ia juga terpaksa melakukannya karena ia ingat dengan taruhan yang ia buat dengan orang tuanya. Jika gadis itu mendapatkan peringkat pertama di rapor tengah semester pertama, maka (Y/n) bisa dengan bebas tinggal seorang diri di rumah yang baru saja ia tempati saat ini.
Namun, bagaimana ia akan mendapatkan peringkat pertama jika pelajarannya membosankan seperti ini? (Y/n) merasa jika ia bisa mati bosan kapan saja.
Neraka yang (Y/n) rasakan itu pun akhirnya selesai. Sensei-nya keluar dari kelas dan menyuruh mereka untuk beristirahat. Seperti masuk ke dalam surga, (Y/n) langsung tersenyum sumringah. Ia segera menarik kursinya mendekati meja Yuuna bahkan ketika si pemilik meja masih sibuk mencatat.
"Yuuna, ayo kita makan," ajak (Y/n) yang kemudian langsung disetujui oleh Yuuna. Gadis itu lekas menutup buku catatannya dan mengeluarkan bekal dari dalam tas.
"Ittadakimasu!" seru (Y/n) dengan riang.
Setelah Yuuna juga mengatakan kalimat yang sama, mereka langsung melahap bekal masing-masing. (Y/n) tampak makan dengan lahap, sementara Yuuna makan dengan perlahan.
"Omong-omong, (Y/n)-chan." Yuuna menelan makanannya terlebih dahulu sebelum ia bertanya pada (Y/n) yang duduk di hadapannya.
"Ada apa?" tanya (Y/n).
"Apakah kau tidak penasaran dengan orang yang kusukai?" tanya Yuuna pelan, membuat (Y/n) diam sejenak.
Sesaat kemudian, (Y/n) pun menjawab, "Aku tidak berhak untuk tahu jika kau tidak ingin mengatakannya padaku, Yuuna."
Setelah (Y/n) berkata demikian, seketika perasaan bersalah meliputi diri Yuuna. Gadis itu merasa jika (Y/n) sangat baik kepadanya. Bahkan terlalu baik. Ia tidak memaksa Yuuna mengatakan hal yang tak ingin dikatakan olehnya.
"Kau... yakin tidak ingin tahu, (Y/n)-chan?" tanya Yuuna lagi. Ia bertanya dengan sangat pelan dan hanya bisa didengar oleh (Y/n).
"Kau tidak harus mengatakannya sekarang, Yuuna. Jika kau sudah siap, kau bisa memberitahuku nanti," ujar gadis itu seraya tersenyum simpul.
Yuuna pun menunduk. Bimbang dengan apa yang harus ia lakukan sekarang. Memikirkan tentang (Y/n) yang masih saja selalu melindunginya. Bukannya Yuuna membenci hal itu, namun ia ingin (Y/n) meraih kebahagiaannya sendiri.
Kini tatapan Yuuna tertuju ke arah lelaki di belakang (Y/n).
***
(Y/n) menatap angka enam puluh yang tertulis dengan tinta merah di atas halaman bukunya. Meskipun ia melihatnya berkali-kali, tulisan itu tetap sama dan tidak berubah. Alhasil, (Y/n) menghela napas. Nilai itu adalah nilai tugas Matematika-nya tempo hari. Nilai milik Yuuna pun tak jauh berbeda dengan nilai (Y/n). Hanya terpaut jarak lima poin lebih besar dari milik gadis itu. Mungkin nilai (Y/n) lebih kecil karena ia menyalin jawaban Yuuna dengan terburu-buru saat itu.
Lantas, ia pun berpikir; apakah ia bisa meraih peringkat satu jika nilainya seperti ini?
Kini tatapannya (Y/n) lemparkan ke arah Miya yang duduk secara serong di kanannya. Selama beberapa saat, ia menatap ke arah lelaki bersurai hitam itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Namun, pandangannya itu seketika teralihkan ketika Sensei-nya yang berdiri di depan kelas tengah mengucapkan sesuatu.
"Minna-san, karena Sensei melihat banyak di antara kalian yang mendapat nilai yang masih kurang memuaskan, maka Sensei akan membuatkan kelompok belajar," ujarnya.
Seruan setuju dan tidak setuju seketika meramaikan keadaan kelas. Berbeda dengan (Y/n). Ia adalah pihak netral yang tidak memilih kubu manapun di antara dua itu. Baginya, ia akan melakukan apa saja asalkan bisa membantunya meraih peringkat pertama. Selama hal tersebut bukanlah sebuah kecurangan. (Y/n) sendiri tidak ingin mencoreng nama baiknya hanya karena menyontek ketika ulangan. Namun, pengecualian tentang pekerjaan rumahnya beberapa hari yang lalu.
"Baiklah, Sensei akan menyebutkan kelompok belajar kalian. Satu kelompok belajar terdiri dari dua orang. Jadi, di kelas ini terdapat sepuluh kelompok belajar," jelas Sensei-nya lagi.
(Y/n) tidak terlalu mendengarkan ketika nama-nama teman sekelasnya disebutkan. Ia sudah bertekad hanya akan mendengarkan ketika namanya dan nama Yuuna dipanggil.
"Nakamura Yuuna dengan Fuyumi Asano."
Secara spontan, (Y/n) langsung mencari pemilik nama Fuyumi Asano itu. Ternyata, pemilik nama itu merupakan si wakil ketua kelas yang murah senyum. Alhasil, seketika (Y/n) teringat dengan jabatannya sebagai ketua kelas. Ia pun menghela napas jengkel.
"Selanjutnya, (F/n) (Y/n) dengan Chinen Miya."
Sudah kuduga, batin (Y/n) setengah kesal dan setengah bersyukur. Kesal karena dirinya dipasangkan dengan Miya dan bersyukur karena ia dipasangkan dengan seseorang yang ia kenal meskipun tidak di dalam hubungan yang baik.
(Y/n) mencuri pandang ke arah Miya. Namun, ternyata Miya juga tengah menatap ke arahnya dengan tatapan menyebalkannya itu. Ya, tatapan meremehkan dan merupakan tatapan yang sama ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya.
Saat ini juga, (Y/n) menyesal masuk ke sekolah ini.
***
"Jadi, apa yang akan kita pelajari sekarang?"
Setelah pembagian kelompok belajar itu, kini Sensei mereka menyuruh mereka untuk belajar bersama. Dengan tujuan, mereka saling mengenal teman belajar mereka yang baru serta dapat memahami materi pembelajaran dengan lebih baik.
"Tentang ini," sahut Miya sambil menunjuk buku paketnya.
(Y/n) menatapnya tanpa minat. Ia merutuki nasibnya sendiri yang sangat sial hingga mendapat kelompok belajar bersama lelaki menyebalkan di depannya itu.
"Kau mengerti 'kan?"
Pertanyaan itu sontak membuat (Y/n) kelabakan. Pasalnya ia sibuk mengutuk Miya dalam hati sampai melupakan tujuan yang sebenarnya mengapa mereka duduk berhadapan saat ini.
Namun, bukannya menggeleng, kepalanya justru mengangguk. Mengiyakan jika dirinya benar-benar paham tentang apa yang telah Miya jelaskan.
"Kukira kau lebih bodoh dari perkiraanku," ujarnya congkak.
"Menyebalkan," gumam (Y/n) kepada dirinya sendiri.
"Coba sekarang kau yang jelaskan padaku tentang materi yang kujelaskan tadi," tantang Miya kemudian.
Oke, kini (Y/n) akui harga dirinya tengah dipertaruhkan. Gadis itu berusaha mengingat perkataan Miya tadi selama ia sibuk mengumpat lelaki itu dalam hatinya. Namun, otaknya tidak bisa mengingat apapun selain umpatan yang ia katakan dalam hati untuk lelaki yang kini menatapnya remeh itu.
"Aku tidak bisa Bahasa Jepang."
"Huh?"
(Y/n) yakin, kini image-nya telah rusak di pandangan Miya.
***
Yo minna!
Aku, aku udah gak tau cerita ini harus dibawa ke mana lagi—
Alurnya bener-bener melenceng dari kerangka cerita yang sudah kubuat. Intinya, aku bener-bener ngetik sesuai apa yang ada di dalam kepalaku saja. Sisanya berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa.g.y
Akhir kata, terima kasih kepada kalian yang sudah membaca dan vote serta comment hingga chapter ini. Aku sungguh-sungguh berterima kasih.
Selamat menjalani hari ini dengan coretdepresotcoret bahagia!💃✨
I luv ya!
Wina🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . '1/6 Detik ✧ Miya Chinen
Fanfiction"Hanya butuh satu per enam detik bagiku untuk membencimu, Chinen Miya." ────── Pertemuan di antara kau dan Chinen Miya tidak terlalu baik, apalagi romantis. Melainkan seperti sebuah deklarasi perang di antara dirimu dan lelaki yang kau akui sangat m...