11. about true feelings (1)

1.1K 232 91
                                    

Tubuh Hinata merosot, jatuh terduduk di atas lantai keramik dingin itu. Kedua kakinya tiba-tiba terasa lemas kala menyaksikan mobil hitam metalik di luar sana perlahan melaju meninggalkan halaman butik miliknya.

Bahu rapuh itu tampak berguncang, sedangkan kedua telapak tangan tampak menutupi wajahnya yang semakin pasi. Ia mencoba semampunya meredam isak tangis yang kian menggema seiring rasa perih yang tercipta dalam dada.

Mendapati kenyataan bahwa kini Naruto telah benar-benar memiliki kekasih baru nyatanya terasa begitu menyesakkan, mengoyak hati dan juga perasaannya. Ia sadar betul jika hal tersebut sebenarnya memanglah keinginannya, namun nyatanya tak mampu ia tampik rasa pedih yang kian menghunjam.

Hukum karma memang benar adanya, kini ia memahami bagaimana sakitnya hati Naruto dulu ketika ia menikahi Gaara. Dan ia akan menerima segala rasa sakitnya sebagai penebus dosa atas apa yang telah ia perbuat di masa lalu.

Semua hal yang terjadi hari ini merupakan konsekuensi yang berhak ia dapatkan, ia tahu itu. Apalagi Bolt tampak jauh lebih bahagia ketika bersama dengan ayahnya, tentu ketakutan akan kehilangan sang putra semata wayang kian menjadi semakin nyata.

Sakura yang sedari tadi hanya mampu menatap dalam diam, kini mendekat. Iris hijaunya menatap Hinata dengan iba. Meskipun ia tak mengetahui dengan jelas apa yang wanita Hyuuga itu bicarakan dengan si pria pirang, namun ia yakin jika obrolan mereka tidak berujung menyenangkan.

"Kau ... baik-baik saja?" tanya Sakura sembari menyentuh bahu kanan sang sahabat, membuat Hinata secara spontan menoleh ke arahnya dengan derai air mata.

"Uhum." Kepala bersurai kelam itu mengangguk, lantas kedua belah bibirnya mencoba mengurva senyuman. Namun, tentu saja ia gagal. Hinata justru terlihat semakin menyedihkan.

"Kau yakin? Dia membawa Bolt loh! Kau tidak mencegahnya?" Sakura turut mendudukkan dirinya di lantai, tepat di sisi Hinata. Kedua matanya tak pernah lepas menatapi setiap gurat kepedihan di wajah sang sahabat.

Namun, Hinata tak langsung menjawab pertanyaan Sakura. Mata dengan iris seindah mutiara itu justru terpejam. Ia butuh waktu beberapa detik untuk sekedar menarik napas panjang, berusaha sedikit membuang sesak yang ia rasakan.

"Tidak apa-apa, Sakura. Naruto-kun orang yang baik, bahkan sejak dulu. Aku yakin dia tak akan mungkin menyakiti darah dagingnya sendiri, meskipun ia sangat membenciku." Kali ini Hinata berhasil mencipta senyuman, berusaha tampak tegar meskipun setitik air mata terlihat meluncur membasahi kedua pipi---yang segera ia hapus dengan kasar. "Dia sangat mencintai Bolt, aku bisa merasakannya." Lanjutnya.

Sedangkan Sakura tampak mengembuskan napas panjang mendengar penjelasan wanita di sisinya, ia tak habis pikir. Kebiasaan sahabatnya itu tak pernah berubah; wanita itu sering kali mengingkari perasaannya sendiri.

Hell, bagaimana bisa Hinata berkata 'tidak apa-apa' ketika air mata justru mengalir deras membasahi kedua pipinya?!

"Bolt berhak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, meskipun pada kenyataannya ia tak tahu seperti apa status Naruto-kun terhadapnya, Sakura. A-aku hanya ingin dia merasakan bagaimana rasanya memiliki ayah, meskipun hanya sejenak. Hiks." Wanita Hyuuga itu kembali tergugu ketika berucap, punggung rapuhnya semakin berguncang hebat.

Sebagai seorang sahabat tentu Sakura tidak tega melihatnya. Ia meraih kedua bahu Hinata, mempertemukan tatapan mata mereka. "Katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah sebelum ini dia pernah menemuimu?" cecarnya. "Anakmu terlihat begitu akrab dengannya, mustahil seorang balita bisa langsung seakrab itu dengan orang baru yang ditemuinya."

Hinata mengangguk, "Dia beberapa kali menemui Bolt, bahkan sejak di hari pertama ia berada di Jepang. Sepertinya Tuhan memang sengaja ingin mempertemukan putraku dengan ayah biologisnya, sekuat dan serapat apa pun aku dan ayah berusaha menyembunyikannya." Ia menjeda ucapannya, sejenak memejamkan erat kedua mata sebelum kembali menatap pedih pada kedua iris hijau sahabatnya. "Tapi, Sakura ... aku benar-benar takut jika suatu hari nanti dia benar-benar akan merebut Bolt dariku, aku lebih baik mati."

MINE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang