Kepala pirang itu menunduk, seakan begitu terasa berat untuk sekedar terangkat. Jari-jemari kedua tangannya meremas kuat rambutnya, mencoba mengenyahkan suara wanita yang selalu saja menggema di kepala. Menggores kembali hatinya, pula membuatnya nyaris gila seharian ini.
'Kau ... terlalu baik untukku, Naruto-kun.'
Netra safir itu memejam erat ketika suara lembut yang sukses membuat hatinya tercabik kembali terasa berdesing di telinga, berpadu menjadi satu dengan suara musik yang mengentak di sekitarnya, membuat kepalanya semakin pening saja.
Kedua tangan besar itu meraih botol whiskey bermerk Jack Daniel's di atas meja. Meminum langsung dari mulut botolnya, bahkan hingga hampir tandas. Ketika cairan dengan rasa manis bercampur pahit itu mengaliri tenggorokan, perlahan salah satu sudut bibir merah kecoklatan itu terangkat; tersenyum miring.
Baiklah, aku akan menjadi pria jahat, sesuai permintaanmu. Kuharap kau tak menyesal.
Tak berselang lama, Naruto lantas tertawa dalam hati, menertawai nasibnya sendiri. Dirinya memang berhasil meniti karir; usaha yang ia rintis bersama sang ayah di Kanada berkembang pesat, bahkan hingga ke berbagai negara lainnya. Namun, siapa sangka jika menyangkut masalah cinta, ia justru nol besar? Ironis sekali.
Padahal jika dilihat secara kasat mata, Naruto merupakan pria yang nyaris sempurna; ia tampan dan juga kaya, bahkan memiliki hati yang cukup lembut serta setia sebelumnya. Entah apanya yang kurang di mata seindah mutiara Hinata sehingga wanita itu selalu saja menolaknya.
Yah, wanita memanglah makhluk yang unik. Didekati pria baik-baik, mereka menolak dengan alasan 'kau terlalu baik.' Namun, ketika mereka benar-benar mendapatkan pria jahat kemudian disakiti, mereka akan berkata, 'semua pria sama saja.' Entah apa mau mereka sebenarnya.
"Sudah lama menunggu, Dobe?" pertanyaan dari suara berat nan familier berhasil memasuki indera pendengaran. Tanpa perlu menoleh pun Naruto sudah tahu siapa yang baru saja datang.
"Sialan! Kau yang meminta bertemu, kau juga yang datang terlambat." Umpatan itu mengalir seiring lirikan sinis dari kedua netra safir. Setelahnya, pria pirang itu kembali menenggak sisa whiskeynya.
Benar, ketika meneleponnya siang tadi, pria berambut hitam dengan poni menjuntai itu mengajaknya bertemu di sini; di sebuah klub malam yang cukup terkenal di ibu kota Jepang.
"Kau saja yang terlalu bersemangat sehingga datang lebih cepat." Sedangkan Sasuke Uchiha, pria yang baru hadir itu hanya mengedikkan kedua bahunya acuh lantas mendudukkan diri pada kursi di meja yang sama dengan sahabat lamanya. Ya, mereka memang sudah bersahabat semenjak SMA; tepatnya ketika Naruto baru saja pindah dan bersekolah di Jepang.
"Tch!"
Abai terhadap decihan sang sahabat, Sasuke justru mengambil botol lain di atas meja, membuka tutupnya lantas menuangkan cairan di dalamnya pada gelas kecil yang telah tersedia.
"Bagaimana kabarmu?" pertanyaan itu meluncur sebelum pria Uchiha tersebut menyesap minumannya.
"Seperti yang kau lihat." Naruto menjawab singkat. Tangan kanannya meraih bungkus rokok berbentuk kotak di hadapan, mengambil sebatang nikotin dari dalamnya untuk ia selipkan di antara celah bibir. Tentu ia segera menyalakan pemantik berbentuk antik miliknya untuk membakar ujung benda silinder yang membuatnya candu akhir-akhir ini.
Tentu hal tersebut tak lepas dari perhatian kedua netra obsidian kelam Sasuke. Setahunya, Naruto bukanlah seorang perokok aktif. Yah, meskipun sekali dua kali mereka sempat menikmati benda itu bersama ketika remaja.
Apalagi ketika tatapannya menangkap raut muram yang menghiasi wajah di depannya, tentu ia semakin yakin jika ada hal yang tak beres yang telah menimpa sahabat karibnya. Ia meletakkan gelasnya di tempat semula sebelum kembali berkata, "Kau terlihat kacau, Dobe."
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE✔
RomanceSequel dari cerita "Promise" Menjadi seorang single parent adalah pilihan hidup Hinata, pula sebagai jalan untuk menebus rasa bersalahnya terhadap Gaara, mantan suaminya. Pada mulanya kehidupan dirinya beserta Bolt, sang putra baik-baik saja, semua...