17. hate (1)

1.4K 267 33
                                        

'Maaf.'

Hanya satu kata.

Ya, hanya satu kata yang Hinata baca kala membuka chat yang baru masuk dalam handphonenya, tentu saja dari Naruto; pria yang membagi kehangatan dengan dirinya semalaman.

Ia tersenyum miris sembari mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya. Dengan posisi setengah terlentang, pula handphone yang erat tergenggam, ia menatap sendu sisi tempat tidurnya. Titik tersebut yang beberapa jam lalu masih terasa hangat, kini mendingin setelah pria itu pergi meninggalkan dirinya. Seorang diri. Seperti sedia kala.

Tanpa ia sadari, air bening pada kedua sudut matanya mengalir, seakan berlomba menuruni pipi tirus yang belakangan ini sering berderai air mata. Ia merasa bagai pelacur yang baru saja ditinggalkan pelanggannya sekarang. Ia merasa bagai wanita murahan yang dengan mudahnya memberikan tubuhnya pada sang pria Kanada; meskipun ia dalam pengaruh alkohol.

Meskipun samar, sejujurnya Hinata mengingatnya. Mengingat bagaimana sentuhan tangan sang pria ketika mencumbui setiap inchi tubuhnya, dan ia dengan tidak tahu malunya justru terhanyut menikmati.

Ah, mengingat hal itu, secara otomatis membuat ia mengingat penyebabnya. Memori ketika Naruto dan kekasih barunya yang semakin dekat dengan sang putra kembali berputar dalam kepala. Ia tersenyum masam, bahkan kini ia tidur dengan kekasih orang. Semakin merasa bagai jalang ketika ia justru meneriakkan nama sang pria ketika menemui puncak kepuasan.

***

Kopi. Satu minuman yang tak pernah absen menemani hari sang pria bermarga Uzumaki. Biasanya ia akan merasa sedikit tenang ketika minuman berkafein tersebut mengaliri tenggorokannya, namun kali ini seakan tiada guna. Entahlah, perasaannya tak pernah merasa tenang setelah ia angkat kaki dari mansion Hyuuga.

Lagi-lagi ia menggapai handphone di atas meja, hanya sekedar melihat barang kali ada notifikasi pesan yang masuk di dalamnya. Tetapi, helaan napas panjang yang justru terembus dari celah bibirnya, sebab notifikasi yang masuk justru dari Iruka; orang kepercayaannya di Dakṣa. Sejujurnya ia tengah dirundung gelisah karena pesan permintaan maafnya tiada mendapat balasan dari Hinata.

Benar, ia pulang di pagi buta setelah kembali melewati satu malam mendebarkan nan penuh euforia bersama wanita yang ia cintai. Meninggalkan sosok yang berbagi selimut dengannya ketika wanita itu masih hanyut di dalam buaian mimpi.

Sungguh, ia tak siap menghadapi apa yang akan terjadi ketika mata indah Hinata terbuka, kemudian melihat presensi dirinya. Apalagi dengan kondisi mereka yang sama-sama tanpa busana.

Tanpa ia sadari, ia mengacak rambut pirangnya dengan frustrasi. Ia salah mengambil langkah, seharusnya ia tidak pergi. Seharusnya ia siap menghadapi apa pun resiko atas 'kecelakaan' yang telah ia lakukan.

Ah, apakah bisa disebut 'kecelakaan' jika ia melakukannya dengan penuh kesadaran?

"Jadi?" sebuah pertanyaan yang melintasi indera pendengaran, membuat Naruto menatap ke asal suara. Bahkan ia sampai terlupa jika kini sedang bersama Sasuke Uchiha.

"Aku bercinta dengannya." Ungkapnya, lantas memejamkan erat kedua mata.

Sedangkan Sasuke tampak menaikkan sebelah alisnya, "Wanita itu?" tentu yang ia maksud adalah Hinata.

"Ya."

"Lalu?" sembari memasukkan sebuah kentang goreng ke dalam mulutnya, pria Uchiha itu kembali bertanya.

Namun, Naruto tak langsung menjawab. Ia kembali menghela napas berat. "Aku tak tahu harus bagaimana, Sasuke. Aku melakukan hal itu padanya ketika ia mabuk."

MINE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang