"Apa ya nama yang sekiranya bagus untuk taman aglonema?" Leira menggumam sendiri. Ia tengah bermain dengan laptopnya, berselancar mencari ide-ide tentang nama untuk taman aglonema yang sebentar lagi selesai ia kerjakan.
Pembukaan hotel akan berjalan kurang dari satu bulan lagi. Leira yang masih harus menunggu kiriman empat jenis aglonema premium dari Aceh dan Jambi, terpaksa harus rela melambatkan tempo kerjanya. Ia masih memiliki banyak tugas, tetapi hanya hal-hal kecil seperti memindah aglonema jenis donna carmen dari polybag ke dalam pot yang sudah hotel sediakan. Tiga ratus tanaman donna carmen itu akan menjadi souvenir tamu yang sudah memesan kamar pada saat pembukaan.
Saat mendengar kabar dari Pak Mansyur tentang antusiasme masyarakat terhadap hotel berkonsep kebun tanaman hias ini, Aleira tersenyum senang meski hatinya getir. Bagas beruntung. Ia tak perlu bersusah payah seperti dirinya dalam membangun usaha. Perbedaan kasta di antara mereka, membuat Aleira semakin yakin terhadap perbedaan nasib mereka. Bagas bahagia dengan Queena dan berhasil dengan bisnis hotelnya.
"Tiga ratus donna carmen yang kami pesan itu, Mbak, sudah full booked semua. Jadi, tolong pastikan tidak ada yang layu, karena cenderamata itu biasanya jadi sesuatu yang istimewa untuk acara pembukaan. Mereka pasti senang dapat aglonema meski hanya jenis donna carmen."
Aleira hanya mengangguk setuju dengan permintaan Pak Mansyur, hingga akhirnya memutuskan untuk turun tangan sendiri menyiapkan tiga ratus donna carmen itu. Nuri dan Maya biar tetap di kios melayani pelanggan dan pengunjung tempat wisata.
Sebentar lagi waktunya Aleira untuk peri ke hotel dan berkutat dengan tanaman, tanah, dan pot. Pagi ini ia mampir ke kios untuk menyiapkan pupuk dan sekam yang akan ia bawa ke hotel, sambil menunggu pesan dari Paman Tino terkait jadwal kirim tanaman dari Aceh dan Jambi. Lagi pula, pik up yang akan membawa pupuk-pupukitu belum datang menjemput, artinya dia masih harus menunggu meski kesal karena yakin pekerjaannya akan semakin lama selesai.
Hotel meminta Leira menyelesaikan taman kurang dari dua minggu, karena taman itu akan diuji coba dan didokumentasikan sebelum benar-benar dibuka. Mengetahui ia harus kejar-kejaran waktu, Leira sedikit tertekan. Ia tak ingin kinerjanya buruk dan mendapatkan citra buruk pula dari Bagas.
Mengingat Bagas, Leira jadi memikirkan pria itu. Matanya beralih dari layar laptop dan menatap arah lain dengan pandangan berpikir. Bagas berubah. Pria itu bersikap dingin, lalu menjaga jarak, lalu tiba-tiba bicara dengan nada lembut dan sopan. Aleira senang dengan perubahan sikap Bagas, tetapi takut jika ternyata Bagas menyimpan niat buruk kepadanya.
"Aleira."
Panggilan itu membuat lamunan Leira pecah dan menoleh pada asal suara. Wajah Leira yang tadinya sendu saat memikirkan Bagas, berubah menjadi dingin dan datar. "Aku tidak punya banyak waktu. Pik up Pak Pur sebentar lagi datang mengambil bahan kerjaku dan aku harus segera pergi. Maaf, tapi kita tidak ada waktu untuk apapun."
Aleira menutup laptopnya, memasukkan benda itu ke dalam tas bersama data-data yang selalu ia bawa setiap pergi ke hotel. Ruang kerjanya memang taman yang terletak di luar ruangan, tetapi Leira tetap membuka laptopnya yang ia letakkan di meja angkringan saat sedang menata taman.
Tanpa peduli dengan sosok yang mendatanginya, Aleira beranjak dari kursi meja kios sambil menggendong tasnya, lalu melangkah ke luar. Namun, pergerakan perempuan itu terhenti saat Yongki mencekal tangannya, meski dengan keras Leira sentak agar terlepas.
"Mas mau apa lagi?" Aleira berbalik dengan menatap Yongki dengan wajah jengah. Ia berdiri sambil bersedekap dada dan memasang wajah tak berminat. "Lei gak bisa buang-buang waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aglovenema
RomanceAlleira sudah mati rasa terhadap cinta dan kasih sayang. Hidup terlampau banyak mencekokinya dengan rasa pahit kekecewaan dan penghianatan. Ditinggalkan dan meninggalkan, adalah hal biasa dan terbiasa ia lakukan. Baginya, lebih baik hampa dan sendir...