Mini Theater

1.6K 248 3
                                    

11
Eren

Mikasa merasa heran, dan juga sedikit panas.

Apakah sebenarnya [Name] juga menyukai Eren? Maksudnya, selain dirinya yang selalu peduli dan terkadang bersikap terlalu berlebihan pada Eren, [Name] juga melakukannya. Hanya saja perhatian dari [Name] sedikit lebih ringan dibanding perhatiannya.

Eren juga tidak merasa keberatan setiap [Name] menunjukkan perhatiannya, berbanding terbalik dengan sikapnya ketika menerima perhatian dari Mikasa.

"Kau menyukai Eren?"

"Huh?" [Name] yang hendak menggigit apel mengurungkan niatnya, "Aku? Eren? Bukankah kau yang menyukainya Mikasa?" Tanya [Name] yang merasa kebingungan.

Pipi Mikasa memerah, namun tatapannya tetap datar. "Dia tidak pernah merasa keberatan ketika kau memberi perhatiannya..." Ucapnya yang berhasil membuat [Name] tertawa lepas.

"Oh astaga! Kau cemburu?!" Godanya.

"Ti-tidak!"

"Kau tidak bisa membohongiku Mikasa. Aku tidak menyukainya, tenang saja. Lalu soal perhatianku, apakah kau mempercayai kehidupan sebelum ini? Maksudnya, mungkin saja beberapa tahun lalu kita pernah hidup, dan kita kembali dihidupkan dengan identitas yang berbeda."

"Mungkin saja? Apakah itu ada?" Tanya Mikasa yang mulai merasa penasaran, untuk pertama kalinya [Name] mau terbuka padanya.

"Iya. Di kehidupanku dulu, Eren merupakan kakakku. Oleh karena itu perhatianku itu sebagai ucapan maaf padanya untuk kehidupan dulu. Jangan salah paham Mikasa..." Jelasnya sambil terkekeh.

"Ah... aku paham. Maafkan aku..."

"Tak apa! Aku paham kenapa kau cemburu!" [Name] tersenyum, kemudian menatap apelnya. "Akan kupastikan di kehidupan kali ini dia bahagia..."

12
Promise

"Mikasa, pernikahan seperti apa yang kau inginkan? Kurasa Eren akan sangat senang jika menikah di luar dinding..."

Mikasa yang tengah mengangkat pohon yang tumbang bersama [Name] dibuat malu, wajahnya merah padam. Bahkan pegangannya pada pohon itu lepas, dan hampir saja membuat [Name] terjatuh.

"Kau ingin membuat kakiku hancur?!" Pekik [Name], namun terdiam begitu melihat wajah Mikasa.

"Ma-maafkan aku..."

Mereka kembali mengangkat pohon tersebut, "Jadi jawabanmu?" Tanya [Name], menagih jawaban Mikasa.

"E-entahlah... mungkin hanya berdua dengannya... atau dihadiri oleh Armin dan kau saja..." Ucapnya dengan gugup.

"Kau harus berjanji!!" Ujar [Name] terlewat semangat, "Aku akan menikah terlebih dahulu. Kemudian kau dan Eren, aku dan suamiku akan menjadi orang tuamu!" Ucapnya dengan mata berbinar.

"Baiklah, aku berjanji..."

13
Levi

Begitu melihat sosok Levi saat berada di pusat kota Distrik Trost, [Name] sempat terdiam sesaat. Kemudian heboh dengan sendirinya.

[Name] masih ingat dengan jelas, paman yang memberinya sepatu di bawah pohon. Sosok laki-laki yang datar tapi memiliki aura sendiri. Sosok yang dilamar olehnya.

Menyadari juga, jika ternyata dia menyukai orang yang disukai oleh sepupunya sendiri. Benar-benar kacau.

"Maaf kak Petra, sungguh, aku minta maaf... pesona Kapten Levi memang sulit diabaikan." Gumamnya.

FATE [AOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang