Pernahkah kau memiliki teman khayalan saat kecil dulu? Katanya memiliki teman khayalan saat kecil itu wajar, seiring bertambahnya umur mu teman khayalan itu akan menghilang.
Namun bagaimana bila teman khayalanmu tetap ada walau kau sudah bertumbuh dewasa?
******
Hidupku normal-normal saja apabila tidak ada anak kecil itu yang mengganguku setiap hari. Nama anak itu adalah Marry.
Marry bukanlah adikku, dia bukan anakku, dan dia juga bukan anak selingkuhan ayahku. Dia adalah temanku.
Temanku yang tidak nyata.
Tidak nyata? Ya benar. Dia tidak nyata karena hanya aku yang bisa melihatnya. Ibuku, ayahku, kakakku, nenek, kakek, om, tante dan selingkuhan ayahku, mereka semua tidak bisa melihat Marry.
Aku juga bukan anak indigo. Bila aku bisa melihat mahkluk halus, seharusnya bukan Marry saja yang bisa kulihat.
Saat kecil dulu. Kakakku sering bertanya pada ibuku, mengapa aku lebih senang main boneka sendirian dibanding main boneka berdua dengan kakakku. Aku selalu menjawab aku tidak bermain sendirian. Aku bermain bersama Marry. Dan Marry bilang dia tidak suka dengan kakakku, jadi aku hanya bermain berdua dengannya. Tapi kakakku tidak percaya dan menganggapku aneh karena sering bicara sendiri saat bermain sendirian.
Marry adalah anak yang baik dan cantik. Kulitnya putih pucat, rambutnya berponi rata dan hitam lurus. Ia mengenakan pakaian yang sama tiap harinya, seperti tokoh kartun. Ia selalu setuju bila kuajak bermain apapun. Namun, bila Marry menginginkan sesuatu, aku harus selalu menurut padanya. jika tidak, Marry akan marah. Sosok Marry akan berubah bila ia marah. Ia berubah menjadi sosok monster. Monster yang sangat mengerikan dengan mata merah dan tatapan membunuh. Aku sangat takut bila Marry marah, tubuhku gemetar dan aku akan menangis kencang. Ibuku selalu menenangkanku, aku merengek padanya. Aku bilang Marry marah, Marry seram, aku takut. Ibuku akan bilang, Marry itu tidak ada, Marry tidak nyata. dan saat itu juga, sosok Marry akan menghilang.
Ibuku pernah membawaku ke psikolog anak karena menurutnya khayalanku sudah terlalu parah. Saat itu aku benar-benar frustasi karena siapapun tidak ada yang bisa melihat Marry dan selalu menganggap aku sedang berkhayal.
Psikolog itu berkata beberapa anak memang memiliki teman khayalan saat kecil. Namun, seiring bertambahnya umur mereka, teman khayalan itu akan hilang dengan sendirinya.
Sejak itu aku memilih diam dan tidak menceritakan keberadaan Marry lagi kepada siapapun. Ibuku semakin tenang melihatku yang tidak pernah lagi membicarakan Marry.
Marry masih sering muncul tiba-tiba dikamarku. Karena tidak ingin dianggap aneh saat berbicara sendiri, aku mulai mengabaikan keberadaan Marry walau dia sering mengajakku bicara. Untungnya Marry tidak marah.
Kehadiran Marry yang selalu tiba-tiba itu membuatku bertanya kepadanya, dimana ia tinggal selama ini. Marry tersenyum dan menjawab ia tinggal dibawah ranjangku.
Pantas saja tiap malam aku sering merasakan ketukkan dari bawah ranjang kayuku.
Bertahun-tahun aku hidup bersama Marry. Aku jarang memiliki waktu privasi karena Marry selalu muncul dan terkadang mengangguku. Marry memang tidak marah bila aku mengabaikannya, namun ia akan marah besar bila aku menolak ajakan bermainnya. Sosok monster mengerikan itu akan muncul dan selalu membuatku ketakutan setengah mati.
Diusiaku yang sudah menginjak lima belas tahun ini, Marry tetap ada dengan sosok anak lima tahun. Aku semakin tidak tahan akan kehadiran Marry.
Kuputuskan untuk mulai melawan Marry. Aku tidak mau terus menuruti ajakan bermainnya karena Marry hanyalah khayalanku. Aku tidak mau diganggu Marry seumur hidupku. Aku harus melawan khayalanku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
3S- Sad Short Story
Short StoryKumpulan cerita pendek one shoot dengan bertemakan sedih. Bad ending area. Rank 6 #Sad - 6 Maret 2016 #Indonesiamembaca