Dia bukan lagi dia yang dulu

4.8K 148 9
                                    

Pria itu berjalan melewati gang sempit nan kumuh itu. Pakaiannya sangat rapi. Jas hitam yang melekat pada tubuhnya tampak sangat elegan. Rambutnya yang sedikit gondrong disisir kebelakang dengan sedikit gel. Penampilannya membuat semua mata orang-orang awam sepertiku memelototinya.

Anak-anak kecil dengan pakaiannya yang sudah bolong-bolong tak layak dipakai menatap pria itu dengan terkagum-kagum, mungkin mereka baru pertama kali melihat pria dengan pakaian yang sebegitu kerennya selain di televisi. Namun, pria itu sama sekali tidak menanggapi tatapan kagum orang-orang.

Pria itu memandang sekeliling dengan jijik. Ia berjalan dengan sangat hati-hati untuk menghindari jalanan yang rusak dan becek ini. Ia mendongakkan kepalanya tanda bahwa ia sangat percaya diri dan penuh dengan keangkuhan.

Aku hanya memperhatikannya dari kejauhan. Dari jauh sini, aku sudah bisa mengenalinya walau penampilannya sudah berubah drastis. Bentuk rahangnya, bibir tipisnya, dan mata lembutnya masih sama seperti dulu.

Itu pasti dia.

Aku begitu merindukannya, sudah enam tahun sejak ia meninggalkan rumahnya digang kumuh ini.

-flashback-

"Kalau aku nanti aku bisa sukses, bisa jadi orang kaya, maka tentunya aku tidak mau dan tidak akan kembali lagi ke daerah kumuh ini!" Seru Samuel dengan nada bicara yang mantab penuh dengan keyakinan.

Aku hanya tersenyum mendengar kata-kata yang sangat sering diulang Samuel. 

"Loh, mengapa kau hanya tersenyum, Rin?" Tanya Samuel.

"Kamu sudah sangat sering membicarakan hal itu, Sam. Tentu kau tidak butuh tanggapanku lagi, bukan?" Tanyaku.

kini giliran Samuel yang tersenyum.

"Tapi kau tahu kan? Aku serius dengan ucapanku itu, Rin!" Ujar Samuel.

"Iya, aku tahu, Sam.

Aku tahu kamu serius dengan tekadmu itu, dan aku percaya tentunya kau pasti bisa mewujudkannya!" Jawabku dengan menatap Samuel dalam-dalam dengan mataku.

Samuel juga menatap mataku, ia berusaha mencari garis keseriusan dari mataku.

Samuel kembali tersenyum, kali ini senyumannya sangat lembut, membuat hatiku terasa tenang. Sepertinya ia sudah menemukan garis keseriusan itu dari tatapan mataku.

Samuel kembali merangkul pinggangku. Ia mengalirkan kehangatannya ketubuh kecilku.

Memang benar, aku dan Samuel hanyalah anak orang miskin. Kekurangan dan keterbatasan materi itu sungguh menyulitkan kelangsungan hidup kami. Namun, aku sudah sangat bersyukur dengan kenyataan. Aku tidak membutuhkan kekayaan fana karena Samuel saja sudah cukup untukku.

Namun, lain halnya denganku, Samuel membenci kemiskinannya, Samuel merasa menderita dengan segala keterbatasan ekonomi ini. Ia selalu menginginkan kesuksesan dan kekayaan. Ambisinya sangat besar. Tidak ada yang bisa melarangnya.

Aku tak bisa memaksanya untuk tidak terlalu berharap dengan kekayaan semacam itu.

Aku tidak berhak dan tidak boleh melarang Samuel untuk mencapai cita-citanya. Karna walau aku melarangnya, Samuel tetap akan bersikeras mewujudkan cita-citanya, bahkan mungkin dia akan membenciku.

Belakangan ini, Samuel semakin sering membicarakan tentang rencana-rencananya untuk melepaskan diri dari ikatan kemiskinan ini. Ia memikirkan banyak hal, ia menceritakan rencana-rencananya. Semangat tempur sangat jelas terlihat diwajahnya.

Seiring berjalannya waktu, firasatku semakin terasa, instingku seperti mengatakan sebentar lagi Samuel akan pergi.

Samuel akan pergi meninggalkanku.

3S- Sad Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang