"G-gue minta maaf. Gue gak tau kenapa, tapi gue merasa gue terangsang," ujar Risa menyesal.
Alend menggeleng. "Gak, lo gak salah. Gue yang salah, gue juga merasakan hal yang sama dengan lo. Maaf, gue gak bisa nahan. Maaf juga gue udah ngambil pengalaman pertama lo."
Risa dan Alend sama-sama menyesalinya, ya tentunya karena ini bukan keinginan mereka.
"Tapi kenapa ya kita bisa kayak gini?" tanya Risa.
"Gue juga gak tau," jawab Alend.
"Gue gak makan atau minum apapun sejak tadi siang selain minum air di meja lo," ujar Risa.
Alend menatap Risa. "Gue juga tadi minum air itu."
Alend dan Risa saling bertatapan.
"Apa karena air itu?" tanya keduanya secara serempak.
"Tapi, siapa yang ngelakuin ini?" gumam Alend.
Risa pun bangkit dari tempat duduknya. Ia lalu mencari plastik atau sejenis wadah lainnya di dalam lacinya. Risa menemukan sebuah plastik, ia pun membawa plastik itu.
Risa mengambil beberapa tetes air yang tadi diminum olehnya dan Alend.
"Buat apa?" tanya Alend.
"Gue mau tes lab," jawab Risa seraya menutup plastiknya rapat-rapat.
Alend pun mengangguk, menyetujui langkah Risa.
"Ayo pulang!" ajak Risa, "Mampir dulu ke rumah sakit, ya, buat ngasih ini ke dokter. Biar besok bisa diambil," sambungnya seraya mengacungkan air di plastik itu.
Alend pun mengangguk. Mereka berdua pun berjalan beriringan di lorong demi lorong kantor yang sudah sepi, meskipun masih terasa canggung karena kejadian yang baru saja mereka alami.
"Lend," panggil Risa saat mereka sedang berada di dalam lift.
"Hm?"
"Gimana kalo gue hamil?" tanya Risa dengan tatapan yang kosong, ia cukup takut.
Alend mendekap bahu Risa. "Lo lagi masa subur?" tanya Alend.
Risa menggeleng.
"Seharusnya sih mungkin gak akan terjadi. Gak apa-apa kalo sampai hamil juga. Gue bakal tanggung jawab kok," ucap Alend dengan nada yang lembut dan tatapan yang teduh.
Risa tersenyum, rasanya hatinya menghangat. Entahlah, Risa merasakan rasa yang tak pernah ia rasakan dalam hatinya.
"Nyender gak apa-apa?" tanya Risa, ia ingin mengadu lelah di bahu Alend.
Alend tidak menjawab, melainkan, ia langsung menaruh dengan hati-hati kepala Risa di bahunya. Entah mengapa ia menjadi sehangat ini kepada perempuan, padahal telah lama ia tidak melakukan hal seperti ini. Namun, Alend tidak ingin mengambil pusing. Risa adalah anak dari atasannya, Alend menyayangi Risa seperti seorang kakak yang sayang kepada adiknya. Untuk saat ini, mungkin hanya sebatas itu saja. Ya, saat ini. Jika nanti, ya ... mungkin saja. Sebatas mungkin, kan?
Risa tersenyum seraya memejamkan matanya merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan dari seorang lelaki selain ayahnya. Juga, dekapan tangan Alend yang melingkar di bahunya, membuat tubuh Risa menghangat.
"Sa," panggil Alend.
"Hm?" jawab Risa.
"Tubuh lo sangat cantik, bibir lo terasa lembut dan manis, juga depan dan belakang lo yang besar dan berisi, pun pinggang lo yang ramping, gue suka itu, Sa. Gue harap gue bisa ngeliat dan menikmatinya lagi," ujar Alend yang entah ada dorongan dari mana sehingga ia dengan lancar, lantang, dan berani mengatakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Tanpa Nafsu (21+)
RomanceAlend meraih tengkuk Risa, lalu ia mencumbu bibir Risa dengan lembut. Dan percayalah, itu adalah first kiss Risa. Risa membalas apa yang dilakukan oleh Alend. Meskipun ia tak cukup lihai, tapi ia sangat ingin melakukannya. Alend meremah salah satu b...