15. Private Room

27K 350 5
                                    

"Gak tau ah gue ngambek! Lo nyebelin banget!" ketus Risa.

Alend terbahak. "Mau bilang giman, orang lo nya aja gak ngedengerin cibiran orang-orang!"

"Ya tapikan seengaknya lo ngesadarin gue kek atau apa kek gitu. Lo tuh tega banget tau gak! Gue malu!" rengek Risa.

"Ututu ... udah, sini sini peluk dulu!" seru Alend lalu langsung menarik Risa ke dalam dekapannya.

Alend mengelus rambut Risa. "Udah, ya. Kita sekarang turun lagi dari mobil, terus beli makanan, oke?"

Risa pun akhirnya mengangguk. "Heeum, ayo."

***

"Mau beli apa, hm?" tanya Alend dengan lembut.

"Mau makan steak sapi di sana!" seru Risa seraya menunjuk sebuah restoran, "Terus mau beli kebab di sana! Sama beli ice cream yang satu ember di sana!" serunya lagi seraya menunjuk tempat-tempatnya.

Alend pun mengangguk. "Kebab sama ice creamnya buat dimakan di rumah aja, ya?"

Risa pun mengangguk. "Iya."

Keduanya pun berjalan ke restoran untuk membeli steak seperti apa yang diminta oleh Risa.

"Kita duduk di mana, ya?" gumam Risa saat melihat restoran itu dipenuhi oleh banyak orang.

"Penuh, ya," ujar Alend seraya memandang ke sekeliling mencari tempat kosong.

"Heeum."

"Kita pesen meja VIP aja, ya?" tawar Alend.

Risa melihat ke arah Alend. "Gak apa-apa?"

"Gak apa-apa, lah."

Risa tersenyum cantik. "Ya udah ayo!"

Alend pun menanyakan kepada sang pegawai.

"Maaf, Pak, tapi meja VIP pun sudah penuh," ujar sang pegawai seraya menunjukan peta seisi restoran itu. Di mana semua mejanya berwarna merah berarti sudah terisi. "Yang tersisa hanyalah tiga ruangan VVIP." pegawai itu menunjukan mejanya dari ipad yang ia pegang.

"Ya sudah gak apa-apa, itu aja," putus Alend.

"Ih, masa pake yang VVIP, kan sayang mahal banget," bisik Risa seraya memeluk salah satu lengan Alend.

"Gak apa-apa, lah. Mba, saya ambil meja itu aja ya!"

Sang pegawai pun mengangguk. Dan datanglah pegawai lain yang akan mengantarkan Alend dan Risa ke tempat yang dipesan.

"Wow, keren!" seru Risa takjub, ini bukan hanya sekadar meja, tapi juga ruangan yang bersifat sangat privasi.

"Silahkan, Pak, Bu," ujar salah satu pegawai menyambut kedatangan Risa dan Alend dengan ramah.

"Terimakasih," jawab Risa dan Alend serempak.

Tak lama dari itu, datanglah pegawai-pegawai lain yang mengantarkan pesanan Risa dan Alend. Mereka pun lalu kembali bekerja setelah menyerahkannya.

"Ini berlebihan gak, sih?" ujar Risa merasa tak enak hati pada Alend.

Aleng memegang pungung tangan Risa yang ada di atas meja. "Gak apa-apa, kan jarang juga kita gini."

"Nanti uangnya aku ganti aja, ya?"

Alend menggeleng. "Jangan! Ngapain pake harus diganti segala?"

"Kan mahal banget ini, tambah tadi aku juga belanja banyak."

Alend tersenyum. "Gak apa-apa. Aku juga gak masalah, kok. Udah, sekarang makan, ya?"

Risa pun akhirnya mengangguk. Keduanya saling bertukar cerita seraya memakan makanannya. Alend bercerita tentang kehidupannya, dan Risa bercerita tentang masa kecilnya.

Kala itu, dua insan yang berada di bawah sinar bulan itu, terlihat semakin dekat. Tentang rahasia peliknya hidup yang sebelumnya tak saling mengetahui, kini menjadi saling mengobati. Itu merupakan makan malam singkat yang berkesan.

"Kamu tau gak, Lend?" tanya Risa.

Alend menggeleng. "Enggak."

"Dari dulu, aku itu berharap ditemukan dengan seseorang yang baik hati. Seorang lelaki yang berhak menerima sebutan cinta kedua setelah Ayah. Dan sekarang, Tuhan udah mengabulkannya. Tuhan ngasih kamu di hidup aku, jangan pergi, ya."

***

"Kalian ini dari mana?" tanya Mutya menyambut kepulangan putrinya dan calon menantunya.

"Jalan-jalan dong! Emang Ayah sama Bunda doang yang boleh pergi-pergi, hah?" cibir Risa pada sang bunda.

"Dih kita itu kerja, ya!" seru Andre.

"Kerja sih kerja, anaknya ditelatarin mulu!" kesal Risa dengan mulut yang mengerucut.

Alend terkekeh melihat perdebatan anak dan orang tua itu. "Nih!" seru Alend seraya menyerahkan seember ice cream yang tadi mereka beli, juga kebab.

Wajah Risa yang semula terlihat kesal, kini kembali berseri. "Oh iya lupa!" seru Risa seraya terkekeh.

"Kamu gak akan ngasih ke Ayah?" tanya Andre dengan nada sedih yang dibuat-buat.

Risa mendelik. "Nih buat Ayah sama Bunda!" kesal Risa seraya menyerahkan dua bungkus kebab.

"Ah terimakasih," ujar Mutya dan Andre serempak.

"Nih punya kamu!" Risa menyerahkan sebungkus kebab pada Alend.

"Itu dua lagi buat siapa?" tanya Andre.

"Ini yang satu buat aku, satunya lagi buat aku juga," jawab Risa dengan enteng.

"Serakah ya!" seru Andre.

"Biarin, lah, wlee!!" cibir Risa. Risa lalu berpamitan pada Alend, setelah itu ia langsung masuk ke dalam kamar tanpa melihat lagi ke arah kedua orang tuanya.

"Maaf, ya, kalo Risa gak sopan. Dia emang suka gitu kalo abis ditinggalin berhari-hari sama kita." Andre merasa tak enak terhadap Alend.

Alend mengangguk seraya tersenyum. "Alend ngerti kok."

Mutya meraih beberapa kemasan yang berisi barang dan makanan. Ia lalu menyerahkannya pada Alend. "Nih, bawa. Oleh-oleh tadi dari Dubai."

Alend menerimanya dengan senang hati. "Terimakasih, Tante."

"RISA! OLEH OLEHNYA DIKASIH KE ALEND SEMUA, YA!!" teriak Andre dari lantai bawah kepada Risa yang berada pada kamarnya di lantai atas.

Tak lama kemudian, terdengar suara bising karena Risa berlari dengan cepat.

"JANGAN!" teriak Risa lalu menahan hak oleh-olehnya.

"Alend, kamukan udah dapet banyak. Jadi, ini buat aku aja, ya." Risa menarik semua oleh-oleh haknya yang akan diberikan kepada Alend yang sudah mendapat jatah sendiri.

"Makanya jangan ngambekan!" cibir Andre.

Risa mengabaikan cibiran ayahnya, Risa kini tengah fokus memakan coklat yang ayahnya bawa.

"Lagian ajak aku kek kali kali gitu. Pergi berdua mulu, aku juga kan pengen jalan jalan. Ya kali orang tuanya pulang-pergi ke luar negeri, tapi anaknya di kamar setiap hari," cerocos Risa.

"Kamu kan sekarang kerja, bentar lagi juga pasti nikah sama Alend. Ya kalian jalan jalan ke luar lah nanti berdua," ucap Mutya.

"Ya kan beda, Risa kan jarang jalan jalan sama Ayah sama Bunda!" kesalnya.

Alend mengelus rambut Risa. "Alend sama keluarga juga udah lama gak liburan, gimana kalo kita liburan bareng dua keluarga?"

Mata Risa berbinar melihat Alend. "Beneran?!"

Alend mengangguk. "Iya. Mau kapan, hm?"

Risa semakin bersemangat. "Bebas, aku ngikut aja! Kalo liburannya sama keluarga kamu doang juga gak apa-apa, kok. Ayah sama Bunda aku gak usah diajak!" sindir Risa.

Andre mengapit kepala Risa di ketiaknya. "Anak durhaka ya kamu!"

Risa tertawa. "Ayah lepas! Ayah bau ketek!"

***

Pria Tanpa Nafsu (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang