Part 18. Sunah Rasul

269 33 60
                                    

Assalamualaikum sahabat Pembaca :-)

Apa kabar semua?

Ada yang  nungguin cerita ini nggak? hehe

Maafnya karetnya molor banget. 

Karena selain sibuk di duta, mood nulis bener-bener kendor nih akhir-akhir ini

Tapi ... kali ini aku bawa part ini lebih panjang lo ceritanya

Biar kalian pada seneng. hehe

Seneng nggak, nih?

Seneng, dong.

Ya udah lah, yuk cussss baca.

Jangan lupa vote dulu ya kawan.

Komentarin yang banyak biar aku lebih semangat :-)

Happy Reading

💞💞💞💞💞💞💕💕💕💕💕💕💕

Sunah itu sebuah pilihan, antara kamu mau beruntung mendapatkan pahala atau rugi karena menyia-nyiakannya. Bukan perihal antara suka atau tak suka. Bukan pula perihal antara enak atau tak enak.

💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓💓

Mentari tampak semakin meninggi, cahayanya mulai menyilaukan indra penglihat meski tak sengaja dan secara langsung menoleh ke arahnya. "Alhamdulillah enak ya, Mas ternyata rujak ini. Mantep pedasnya. Hehe."

Nabil yang di sampingnya hanya menggeleng-gelengkan kepala seraya bibir mengukir tersenyum. "Gimana nggak mantep, kamu tambah sepuluh biji cabe rawitnya."

"Hehehe, Mas Nabil cemen, sih. Masak makan pedes cuman satu biji cabe doang."

"Yayaya ... emang kamu kecil kecil doyan cabe rawit."

Laura menampakkan gigi putihnya ke arah Nabil usai menyeruput es cincau di hadapannya hingga tandas. Pasalnya, setelah tadi ia mencicipi rujak yang dipesan Nabil. Ia meminta jatah Nabil dan memberikan jatah gado-gadonya untuk sang suami.

Nabil yang memang tipikal laki-laki yang mau makan apa saja yang penting halal dan tak terlalu pedas, akhirnya tak menolak. Toh, gado-gado juga salah satu makanan kesukaannnya.

"Sudah, kan, Ra?" tanya Nabil setelah isi dua gelas dan dua piring telah habis berpindah tempat ke perut masing-masing.

Laura mengangguk seraya mengusap mulutnya dengan tisu. Ia ikut beranjak dan mengekori langkah sang suami. "Eh, Mas. Tambah air mineral ini ya." Tangan Laura langsung membuka lemari es setelah mendapat anggukan Nabil.

Jarum jam di pergelangan kini telah menunjuk angka sepuluh. Keduanya masih stay di trotoar, menunggu kedatangan kendaraan berbentuk persegi panjang itu tak kunjung datang. Padahal, sudah lewat sepuluh menit keduanya berdiri. Gerah mulai dirasakan Laura, meski keduanya berteduh di bawah pohon, tetap saja sinar mentari mampu menerobos lewat celah antara daun-daunan yang sebenarnya cukup rindang.

Laura yang merasakan tenggorokannya agak kering, mengambil botol air mineral yang tadi dibeli. Ia memutar tutup botol itu sekuat tenaga, berniat untuk segera menenggak air segar yang terlihat oleh netranya saat ini.

Baru saja gadis itu berhasil membuka tutup botol itu, tiba-tiba sebuah tangan menahan tangannya yang mulai terangkat ke arah mulutnya.

"Duduk, Ra." Nabil mencegah aksi Laura yang akan menenggak air segar yang ia rindukan.

KETIBAN JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang