2. Bintang Semesta

1.1K 194 620
                                    

Kunci dari sebuah kesuksesan adalah usaha dan berdoa kepada Tuhan.”

~ Bintang Semesta ~

          Seorang pria memakai kemeja berwarna putih, jas berwarna biru gelap yang membalut kemeja putihnya. Memakai dasi berwarna senada dengan jasnya yang bertengger di kerah kemeja, dan celana panjang berwarna senada. Pria itu sedang duduk di ruangan kerja. Manik mata cokelatnya fokus ke arah layar laptop.

           Premisnya kurang oke meski pembacanya banyak. Kesalahan tulisan masih banyak. Banyak cacat logika.

         Ia mengembuskan napasnya dengan kasar, kemudian meraih sebuah cangkir berwarna putih yang terletak di atas meja kerja. Pria itu menyesap cairan berwarna hitam yang uapnya sedang mengepul di udara. Ia meletakkan kembali cangkir tersebut di tempatnya semula, usai menyesapnya.

        Sebaiknya saya tolak saja. Oke saya akan  menghubungi Cakra dahulu untuk mengonfirmasikan keputusanku.

       Pria itu meraih telepon gagang yang tergeletak di atas meja. Ia menekan-nekan nomor untuk memanggil seseorang. Pria itu meletakkan gagang telepon berwarna merah di telinganya.

      “Cakra, ke ruangan saya sekarang! Saya ada tugas untuk kamu!”

        Usai mengakhiri panggilan, tak lam kemudian terdengar suara ketukan dari pintu.

       “MASUK!” teriaknya dengan keras. Auranya dingin sekali. Kemudian, pintu cokelat itu terbuka oleh sosok pria memakai kemeja berwarna biru muda, dasi berwarna merah, celana berwarna senada dengan warna dasinya, dan kacamata bulat bertengger di kedua bola mata hitam pekat. Pria itu berdiri di depan meja kerja pimpinannya.

        “Duduk!” titah pria pimpinan itu dengan tegas. Pria berkacamata itu bernama Cakra. Ia adalah pegawai di penerbitan yang bertugas mengirim surat email diterima atau ditolaknya naskah yang diajukan dari penulis ke penerbit. Ia mengangguk, kemudian menduduki bangku yang berhadapan dengan wajah pimpinan.

         “Saya sudah baca keseluruhan naskah yang berjudul Dia Takdirku. Naskah ini saya tidak loloskan karena premis yang kurang menarik, penulisannya banyak yang salah, dan banyak cacat logika. Saya nggak masalah soal salah kepenulisan karena kita punya editor untuk membantu penulis merapikan naskahnya, tetapi saya tidak tertarik dengan premisnya serta masih ada kecacatan logika. Ini akan membuat nama penerbit kita jadi jelek. Kalau kita terbitkan, walaupun sudah lima juta pembacanya, saya menolak naskah ini terbit di tempat kita. Coba kamu tanya para editor apakah mereka setuju cerita ini berada di sini? Tolong segera konfirmasikan kepada saya.”

         Pria berkacamata itu mengangguk. “Baik, Pak Bintang. Saya akan segera beritahu editor soal ini.”

        “Nanti kembalilah ke sini untuk konfirmasi kepadaku.”

       “Iya, Pak. Kalau begitu saya permisi.” Pria berkacamata itu melangkah keluar dari ruangan.

        Nama pimpinan itu adalah Bintang Semesta. Memiliki tinggi berukuran 182 sentimeter, berkulit putih, manik mata beriris cokelat berbentuk sipit, hidungnya mancung sangat lancip, memiliki bulu mata panjang, alis mata yang tebal, dan rahangnya yang kokoh. Ia tidak mempunyai rambut sekitar dagu karena kemarin baru saja ia mencukurnya.

         Cakra kembali tiba di ruangan Bintang. Bintang menatap dingin Cakra.

        “Kata editor, jika naskah tersebut diterima, maka akan revisi total dan pengerjaannya bisa berbulan-bulan karena harus dirombak total. Mereka setuju jika Pak Bintang menolak naskah itu terbit,” jelas Cakra memberitahukan perkataan editor kepada Bintang. Bintang mengangguk.

Mendadak Marriage [Sudah Terbit 🥰]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang