"Jadi setelah itu, lo sama Jinan nggak ada komunikasi lagi?" tegas Rigel usai Jena bercerita tentang ciuman yang terjadi di antara dirinya dengan Jinan."Bukannya nggak ada komunikasi sama sekali. Komunikasi masih ada sedikit, meski lewat chat, cuma jadi beda aja," jelas Jena.
"Beda gimana?"
Jena merenungkan kata-katanya. "Sekarang sikapnya jadi balik kayak Jinan yang dulu lagi. Entahlah. Gue merasa dia jadi ngejauhin gue. Tapi yang gue nggak ngerti, kenapa tiba-tiba dia begitu setelah kejadian itu? Padahal seingat gue, waktu dia nganterin gue pulang, sikapnya masih biasa aja. Salah gue di mana coba?"
Seperti biasa, Jena sedang makan siang bersama Leon dan Rigel. Kali ini mereka memilih sushi sebagai menunya.
"Lo aja mungkin, yang ke-GR-an," sahut Leon cuek sambil menyuapkan sepotong sushi menggunakan sumpit ke dalam mulutnya. "Jangan-jangan itu cuma ciuman persahabatan."
"Persahabatan??" ulang Jena dengan nada melengking. "Elo pasti bercanda! Mana ada ciuman persahabatan di bi-bi ...." Jena tak sanggup menyelesaikan kalimatnya karena terlalu malu.
"Di bibir, maksud lo?" sambung Leon. "Coba lo inget-inget lagi, ciuman lo sama Jinan itu awalnya gimana? Siapa tahu sebenernya dia cuma mau cium pipi lo, tapi kepleset ke tengah."
Candaan Leon itu sukses menuai sebuah tamparan di bahunya dari Jena.
"Lo temen siapa sih? Temen Jenaya apa temen Jinandras?" serang Jena pada Leon.
Bibir Leon mencibir. "Temen Rigel."
Sebelum Jena memukul Leon lagi, Rigel langsung menengahi.
"Lo sendiri udah coba tanya langsung ke orangnya, belum, Jen?"
Jena melotot mendengar saran Rigel. "Gimana cara gue nanyanya? Oh haai, helo Jinaan. Mohon maaf, bisa tolong anda jelaskan apa arti ciuman kita di malam itu? Kenapa setelah ciuman itu saya merasa anda seperti menjauhi saya? Boleh saya tahu apa alasannya?" Matanya kembali melotot pada Rigel. "Lo pikir gue gila? Di mana nanti harga diri gue?"
Leon menahan tawa. Sambil mengambil sushi di piring Jena ia meledek, "Lucu. Lo penasaran tapi masih mikirin harga diri." Pipinya bergerak-gerak karena sibuk mengunyah. "Padahal kalau lo mau nanya, ya tinggal nanya aja."
"Gue ini perempuan!" Jena sudah melotot, kesal dengan komentar Leon.
Leon terkikik dan menatap Jena dengan santai. "Memangnya kenapa kalau lo perempuan? Udah bukan jamannya lagi perempuan cuma bisa pasif nunggu. Apalagi perempuan dengan watak kayak lo. Yang nggak ada anggun-anggunnya sama sekali."
Jena mempertimbangkan apakah sebaiknya ia mencubit mulut Leon untuk menghentikan komentar menyebalkannya atau tidak, tetapi kemudian ia mendengar Rigel berbicara.
"Jen, kali ini gue setuju sama Leon. Kalau lo mau nanya ke Jinan, ya udah, lo tinggal nanya aja."
"Tapi gimana caranya, Gel? Gimana cara gue nanya ke dia tanpa membuat gue jadi kelihatan murahan?" tanya Jena putus asa. Ia sungguh kesal dengan kedua sahabatnya yang terus menyuruhnya bertanya pada Jinan, tapi tak memahami kekhawatirannya. Wanita mana yang tak malu jika disuruh bertanya tentang hal seperti itu?
"Bahkan setelah ciuman itu, gue sama sekali nggak berani nyinggung hal itu lagi ke Jinan. Waktu itu kami berdua ada di situasi darurat yang mengharuskan kami keluar dari pesta. Ciuman itu jadi nggak penting kalau dibandingkan dengan situasi darurat itu."
"Lo bilang kalau lo dan Jinan mengalami situasi darurat, tapi lo nggak menjelaskan situasi darurat macam apa itu. Situasi apa sih maksudnya?"
Jena langsung menunduk untuk menghindari tatapan penuh selidik dari Rigel. "Gue ... nggak bisa ngomong ke kalian tanpa seijin Jinan. Ini menyangkut privasi dia, soalnya ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cat Fight [COMPLETED]
ChickLit- Cerita Pilihan Bulan Desember 2021 oleh @WattpadChicklitID FOLLOW first because it's free. ❌ YANG PLAGIAT AKAN SAYA PERKARAKAN ❌ JinJen Series - ROMANTIC COMEDY, CHICKLIT, METROPOP TW // Adult Romance May contain some mature scene & convos. >>> >>...