20. Wonderlust

4.3K 494 39
                                    

"Bu, gue udah dijemput, nih. Kalau gue pulang duluan, Ibu nggak apa-apa?"

"It's okay Rei, duluan aja, mungkin sebentar lagi Leon juga akan datang jemput gue. Gue udah telepon dia tadi." Jena mempersilahkan Rei untuk pulang lebih dahulu.

Setelah berkaraoke selama hampir empat jam, satu persatu karyawan Buwana Group akhirnya mulai pulang. Kini hanya tinggal Rei yang menemani Jena duduk di sofa lobi tempat karaoke.

"Dijemput sama siapa lo?" tanya Jena.

Rei tersenyum malu-malu. "Pacar, Bu."

"Waah. Mana pacar lo? Kenalin dong, sama gue."

Tangan Rei mengayun memanggil seseorang yang sedang berjalan ke arahnya. "Bu, ini pacar gue, Yuvin," kata Rei setelah kekasihnya tiba di sampingnya.

Pria muda tampan bertubuh tinggi itu menganggukkan kepala sambil tersenyum kepada Jena.

"Halo Vin, salam kenal. Gue Jena," sapa Jena sambil membalas anggukan Yuvin.

"Vin, ini Bu Jena, Manajer gue." Rei memperkenalkan Jena pada Yuvin.

"Selamat malam, Bu. Saya Yuvin." Yuvin menyodorkan tangannya lalu bersalaman dengan Jena.

"Udah, jangan lama-lama di sini. Kalau kalian mau pulang sekarang, kalian bisa pulang. Nggak usah nunggu gue dijemput juga," suruh Jena.

"Beneran, Bu? Nggak perlu ikut nunggu sampai Pak Leon datang?" tanya Rei.

"Enggaaak. Emangnya gue anak kecil yang takut kalau ditinggal sendirian?"

"Kalau gitu kami duluan ya, Bu. Maaf, ninggalin Ibu sendirian di sini."

Jena mengibaskan tangan seakan mengusir keduanya yang dibalas dengan tawa oleh Rei. Ia kemudian tersenyum menatap punggung Asisten Manajer dan kekasihnya itu yang telah berjalan menjauh. Tangan Rei tampak bergelayut ke lengan Yuvin dan mereka bercanda bersama.

"Senangnya anak muda ...," keluh Jena sambil menyandarkan dirinya pada punggung sofa.

Duduk sendirian seperti ini mau tak mau membuatnya teringat lagi pada lagu yang tadi dinyanyikan oleh Warda. Padahal beberapa hari ini ia sudah berusaha keras untuk tidak memikirkan lagi ucapan Jinan di taman pada waktu itu.

Tapi kini hanya karena satu lagu, semua usahanya jadi terasa percuma.

Untungnya Jinan lalu pamit pulang setelah lagu yang dinyanyikan Warda selesai, sehingga Jena tak harus menahan kesedihannya lebih lama karena melihat pria itu terus-menerus. "Dasaar, Warda sialan. Semua ini gara-gara dia!" umpatnya sambil mengusak samping kepalanya.

"Kenapa lo? Stres?" Tiba-tiba terdengar sebuah suara seorang pria.

Jena mendongak heran. Ternyata Rigel sudah berdiri di hadapannya sambil memutar-mutar kunci mobil pada jarinya.

"Kok elo yang jemput gue? Leon mana? Katanya dia yang mau jemput?"

"Dia lagi ada meeting dadakan sama produsernya. Kebetulan gue lagi di studionya. Jadi ya udah, gue yang jemput elo."

"Loh? Bukannya tadinya lo mau balik ke rumah karena mau nemenin Ibu lo? Kata lo, Ibu lo di rumah sendirian. Itu kan alasan elo nggak mau ikut karaoke?" tanya Jena sambil berdiri dan menyejajarkan diri berjalan bersama Rigel ke area parkir. "Kenapa jadinya malah ke studionya Leon?"

"Udah ada orang yang nemenin Ibu gue di rumah, tapi gue malas ketemu orang itu. Jadi gue mampir ke studio Leon dulu."

Jena melirik Rigel tapi tak bertanya lebih lanjut. Sedekat-dekatnya mereka, masing-masing tetaplah punya privasi. Dan mereka bertiga sangat menghargai itu.

Cat Fight  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang