Merasa bersalah itu hal yang wajar. Khawatir pun juga hal yang wajar. Tapi, kenapa khawatir? Apa maksud dari perasaan ini? Apa ini sekedar rasa bersalah yang disebabkan olehnya, yang kemudian berujung khawatir? Atau, adakah maksud lain dari arti perasaaan ini?
-WikaPratesya-
Semenjak insiden Sabia pingsan akibat ulahnya. Rayhan mendapatkan peringatan dari sang dokter, agar jangan terlalu memaksa untuk Sabia cerita. Bukan karna apa, tapi itu akan membuat Sabia semakin merasa takut jika terlalu dipaksa untuk bercerita. Rayhan jadi merasa bersalah, semenjak kejadian dua hari yang lalu itu, Rayhan belum pernah lagi datang ke rumah sakit untuk menemui Sabia.
Tokk... Tokk...
"Masuk," Ujar Rayhan.
"Permisi Pak. Saya mau mengingatkan kalau 10 menit lagi akan ada jadwal meting di cafe bersama perusahaan AslanGroup," jelas sang sekertaris kepada Rayhan.
"Okey, baiklah."
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Pamit Winda--- sekertaris Rayhan.
Dikediaman rumah nan megah, yang sebelumnya di tempati Sabia untuk bekerja. Terlihat disana suasananya sangat sepi. Hanya ada pembantu-pembantu yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sedangkan di taman belakang rumah, terlihat sepasang perempuan yang sedang bersantai menikmati suasana pagi yang sejuk, dan sesekali sambil bertukar cerita.
"Dek, beberapa hari ini mamah engga pernah liat perempuan itu lagi ya," Ujar kania kepada sang anak perempuan--- Nazira.
Iya, perempuan itu--- Kania Ibunda dari Nazira dan Rayhan yang sudah sembuh dari komanya. Kania merasa heran karena beberapa hari ini dia tidak melihat Sabia, wanita yang biasanya sering merawatnya selama ia koma. Nazira yang ditanyakan pertanyaan itu, hanya bisa tergugu tidak tahu ingin menjawab apa dari pertanyaan sang Ibu. Pasalnya Rayhan menyuruh Nazira untuk tutup mulut kepada sang mamah, itu ditakutkan akan membuat kesehatan sang mamah memburuk jika sang mamah tahu kejadian yang sebenarnya.
"Dek, kamu gak nyembunyin sesuatu kan dari mamah?" Tanya Kania kembali.
"E-enggak, Mah." Ujar Nazira gugup.
"Teruss,"
"Teruss," Nazira tidak bisa berbohong lagi, Mamahnya sudah curiga. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk bilang kalau Sabia sedang berada di rumah sakit. Sebelum mengatakan yang sebenarnya, Nazira mengumpulkan keberaniannya, lalu menarik napas dengan dalam sebelum jujur kepada sang Mamah, "Mbak Sabia sedang berada dirumah sakit, Mah," Ujar Nazira dalam satu tarikan napas.
"Hah, Sabia sakit? Dia sakit apa, dek? Kok baru bilang sama mamah, kalau begitu Mamah mau kerumah sakit sekarang!" Panik Kania.
"Mah. Mamah tenang dulu, Mbak Sabia baik-baik aja, Mah." Ujar Nazira menenangkan sang Mamah.
"Baik-baik gimana, kalau udah masuk rumah sakit gitu! Mamah gak mau tahu, Mamah mau kerumah sakit sekarang juga! Kalau kamu tidak mau ikut, ya sudah, Mamah berangkat sendirian!"
"Okey Mah, okey. Adek siap-siap dulu, Mamah tunggu Adek sebentar!"
"Iya, cepetan!"
Setelah menuju lantai dua, Nazira bukannya siap-siap. Tapi Ia langsung mengambil handphone nya dan mencari nomor abangnya di handphonenya. Satu panggilan tidak ada jawaban, dua panggilan masih sama saja.
"Ihh, Bang Ray kemana sih." Gerutu Nazira yang masih berusaha menelpon Rayhan. Setelah panggilan ke tiga, panggilan pun akhirnya tersambung.
"Ihh Abang, kemana aja sih," kesal Nazira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabir Cinta Dibalik Sehelai Kain
RomansaSebuah acident membawa sosok gadis yang berpakaian tertutup dengan wajahnya dihiasi oleh sehelai kain terlepas begitu saja tanpa izin tuannya dimuka umum. Tidak pernah dia duga sebuah acident itu ternyata membawa kehidupan gadis yang malang itu keda...