3

271 18 5
                                    

Keheningan suasana puskesmas membuat Aira tak bisa meminta tolong pada siapapun. Tubuhnya terlihat sangat mengenaskan, darah mengalir deras dari sela selangkangannya, pria keji itu terus menggagahinya.

Di waktu yang sama, di ruangan berbeda seorang lelaki tengah membereskan barang-barangnya. Sneli kebanggaannya ia gantungkan di atas kursi yang biasa ia duduki.

"Sudah mau pulang dok? " tanya seorang pegawai kebersihan kepada sang lelaki.
"Iya kang, sudah selesai" balasnya sambil tersenyum.
"Oh muhun dok, Hati-hati di jalan ya, "
"Terima kasih banyak kang, kalau begitu saya pamit dulu. Assalamu'alaikum, "
"Wa'alaikumsalam, "

Lelaki itu dengan gagahnya berjalan di tengah koridor puskesmas. Siapa pun akan terpana dengan dokter Rafka, wajah yang tampan serta dada yang bidang membuat wanita terkadang terpesona dengan ketampanannya.

Duda tanpa anak itu mulai mengabdikan dirinya di desa itu semenjak ia kehilangan sang istri. Rasa kesepiannya membuatnya terlihat murung, namun setelah ia bertugas di desa wajahnya kembali bersinar.

Ia terus melangkahkan kaki menuju parkiran. Namun ketika ia melewati sebuah ruangan, telinganya mendengar sesuatu yang tidak wajar. Suara erangan dan tawa seorang lelaki mengusik pendengarannya.

Rasa penasarannya semakin memuncak setelah ia mendengar rintihan lemah perempuan. Ia mengintip dari sela-sela lubang angin di atas pintu dengan bantuan sebuah kursi.

Astaghfirullah
Alangkah terkejutnya ia melihat pemandangan di dalam ruangan itu. Seorang wanita tengah di nodai dengan bringas oleh seseorang. Wanita itu sudah tak berdaya, matanya terpejam erat, namun lelaki itu terus menyiksa dan memperkosanya.

Dengan sigap ia mendobrak pintu ruangan itu. Sekali, dua kali, hingga tiga kali akhirnya pintu itu berhasil di buka. Ia menghajar si lelaki tersebut. Sekali pukulan lelaki tanpa bercelana tersebut tersungkur hingga membentur meja.

Merasa aktifitas menyenangkannya terganggu lelaki tersebut membalas pukulan dokter Rafka. Namun dengan sigap dokter Rafka melawannya. Perkelahian terjadi, hingga akhirnya si lelaki kalah. Karena staminanya sudah terkuras setelah memperkosa wanita tersebut.

Lelaki bejad itu tergeletak di lantai dengan wajah yang babak belur. Rafka dengan sigap mengambil selimut di atas brakar menutupi tubuh sang wanita.

"Tolong... Tolong... " teriaknya meminta bantuan pada siapa saja yang ada di dekat ruangan tersebut.

Ia terus berteriak hingga akhirnya beberapa orang datang dengan tergesa-gesa.
"Tolong bawa lelaki itu ke polisi pak, dia telah menganiaya dan memperkosa wanita ini" ucapnya pada beberapa orang lelaki itu.

"Astaghfirullah, Aira, " suara seorang perempuan membuat ia menoleh. Ia tercengan mendengar nama yang di sebutkan oleh dr. Hana.

"Aira, astaghfirullah, " dr. Hana menangis melihat sahabat yang sungguh malang.

Rafka hanya terdiam, ia mencerna sebuah nama yang di sebutkan oleh dr. Hana. Aira, nama yang familiar untuknya. Namun ia lupa dimana ia bisa kenal dengan nama itu.

dr. Hana menangis sembari tangannya dengan sigap menutupi rambut Aira yang sudah berantakan. Sesekali ia mencoba membangunkan gadis malang itu namun hasilnya masih tetap sama. Rafka yang terus memperhatikan tingkah dr. Hana yang sedang kalut tersebut akhirnya melangkahkan kakinya mendekati kedua wanita itu, dengan sigap ia mengambil Sneli miliknya dan mendeteksi detak jantung gadis manis yang malang itu.

Hana menatap Rafka dalam, dari tatapannya Rafka bisa mengerti apa yang ingin Hana ketahui tentang sahabatnya itu.
"Sepertinya kita harus membawa kerumah sakit besar, alat vitalnya melemah, saya khawatir akan terjadi apa-apa padanya."

Hana kembali terisak, hatinya begitu teriris, wanita yang sholehah seperti Aira mendapatkan musibah yang sangat mengerikan.
"Biar saya yang gendong dok," ucap Rafka yang masih memandangi gadis malang itu.

Hana hanya mengangguk menyetujui apa yang dr. Rafka katakan. "Biar saya rapihkan terlebih dahulu baju dan kerudung Aira dok."

Rafka mundur dua langkah dan kemudian membalikan badannya menghadap tembok, ia tak ingin melihat tubuh Aira yang sudah tak berbusana karena tercabik-cabik. Selesai membereskan mereka bertiga lamgsung segera berangkat ke rumah sakit besar di kota. Bukan karena mereka tidak bisa membantu Aira namun gadis itu membutuhkan perawatan yang lebih intensif dengan peralatan yang memadai.

***
Dua hari berlalu

Hana membawa semangkuk bubur untuk Aira makan, namun Aira tak pernah bergeming barang sedetik pun. Tatapan matanya kosong, namun sesekali air matanya mengalir tanpa bisa ia bendung.

Hati siapa yang tidak teriris dan tercabik-cabik melihat sahabat karib yang selalu ceria kini berubah seketika menjadi pemurung. Segala bujuk rayu dan candaan telah Hana lontarkan untuk membuat suasana hati Aira menghangat tapi itu semua sia-sia.

Helaan nafas berat terdengar jelas di rungan berwarna putih itu.
"Ra, makan ya, sekali aja. Aaaa...."
Aira tak menanggapi kepalanya ia palingkan ke arah lain.
"Ra, ayo ra, jangan kaya gini. Aku tau perasaanmu, tapi tolong ra, aku mohon, kamu bangkit ra." Kali ini Hana sudah tak bisa tegar, tangisnya kian pecah mana kala ia memeluk sahabatnya itu.

Cukup lama Hana memeluk Aira, pelukannya terlepas ketika seseorang masuk kedalam ruangan itu. Lelaki tampan dan gagah yang memakai kemeja warna sky blue kini berjalan mendekat kearah mereka berdua.

"Gimana dok?" tanya lelaki tersebut pada Hana
"Seperti yang dokter liat,"
"Saya habis dari kantor polisi, polisi meminta keterangan saya sebagai saksi. Polisi juga bilang kasus ini akan di lanjutkan di persidangan. Saya harap anda segera pulih agar bisa memberikan keterangan pada jaksa dan hakim di persidangan nanti. Bagaimanapun anda harus terus bangkit dari keterpurukan, perjalanan anda masih panjang, ada dr. Hana dan keluarga anda yang selalu mensupport anda,"

Aira menatap tajam lelaki itu, matanya menandakan ketidak sukaan cara lelaki itu berbicara. Dirinya yang tau betapa sakitnya hati, tubuh serta harga dirinya, dan orang lain dengan seenaknya seperti meremehkannya. Tangannya mengepal kesal namun ia tidak bernafsu untuk meladeni ucapan lelaki itu.

"Kamu tidak paham, kalian tidak mengerti, yang kalian tau hanya aku harus bisa melewati ini. Sedangkan masa depan say sudah hancur menjadi abu."

Tbc...
Haiii.. apa kabar readerku sayang
Mohon maaf jika author baru up lagi

Masih ingin tau kelanjutan ceritanya?
Jangan lupa vote dan komen ya biar aku rajin up terus

See you the next chapter

Aira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang