Pagi itu Hammas dan Nadia, istrinya serta kedua anaknya sampai ke sebuah bangunan rumah sakit yang tidak terlalu besar di pinggiran kota di Ciamis.
Ia segera melangkahkan kakinya menuju meja satpam untuk menanyakan ruangan yang di tempati oleh adik bungsunya. Ruang ICU, sebuah plank nama terpampang tepat di atas pintu masuk.
"Mas, jangan masuk dulu, ruang ICU kan ga kaya ruangan biasa yang bisa di masuki kapan aja. Disini ada jam-jam besuknya mas," ucap Nadia ketika suaminya ingin membuka paksa ruangan yang di kunci itu.
"Tapi adikku ada di dalam sana, aku ingin melihatnya," jawab Hammas dengan nada yang sedikit meninggi.
"Mas..." seru Nadia agak membentak. "Kemana si akal sehatmu mas? Aku tau adikmu ada di dalam sana, aku tau bagaimana perasaanmu. Tapi please gunain otak kamu mas, ini tuh bukan ruangan biasa, ada peraturan-peraturan yang harus di patuhi oleh semua orang. Tindakan gegabah kamu ini malah akan merugikan kita sendiri. Hayo lah mas, Istigfar, jangan sampe setan menguasai hawa nafsumu."Hammas beristigfar berkali-kali sambil air mata terus mengalir membasahi pipinya. Nadia menarik lengan suaminya dan mengajak untuk duduk di bangku tepat di samping ruang ICU.
Sementara itu Rafka sedang berjalan ke arah ruang tempat Aira tengah terbaring, ia membawa barang-barang Aira yang sebelumnya ada di kamar rawat. Pandangannya tertuju pada sepasang suami istri dan juga dua orang anak perempuan yang masih kecil-kecil tengah duduk di ruang tunggu.
Sesaat Rafka ragu untuk mendekati mereka, namun setelah mendengar percakapan diantara dua orang dewasa tersebut Rafka mulai memberanikan diri untuk mendekat dan menyapa.
"Assalamu'alaikum maaf apakah anda kakak dari dokter Aira?" tanyanya pada seorang laki-laki yang tengah terduduk dan berkali-kali mengusapkan kedua tangannya frustasi.
"Iya saya kakaknya, anda?" ucap Hammas menggantungkan kalimatnya.
"Perkenalkan saya Rafka, saya teman dinas Dokter Aira." Rafka menjulurkan tangannya."Oh kamu yang menghubungi saya? Apa yang terjadi dengan adik saya? Bagaimana bisa ia ingin bunuh diri? Saya tau adik saya. Adik saya tidak akan melakukan tindakan bodoh macam itu. Apa yang sudah kamu perbuat? Kenapa kamu ga memberitahu saya dari awal?" cerocos Hammas pada Rafka
"Mohon maaf sebelumya, bukan bermaksud untuk menutup-nutupi keadaan Dokter Aira, tapi sebelumnya beliau ga mau kalau keluarganya tau apa yang menimpa dirinya."
"Sudah cepat ceritakan ga usah bertele-tele! Apa yg sebenarnya terjadi? Apa yang sudah kamu perbuat?"
"Maaf tapi ini bukan perbuatan saya, saya hanya membantunya saja. Jadi beberapa hari lalu.." Rafka menceritakan semua kejadian yang menimpa Aira pada hari naas tersebut, ia menceritakan dengan detail bahkan sampai di saat Aira melakukan percobaan bunuh diri berkali-kali. Semua ia ceritakan tanpa melewatkan satu bagian pun atau menambah-nambahkan kejadian yang sebenarnya terjadi.
Nadia terlihat begitu shock dengan cerita Rafka tangannya menutup mulutnya yang terus menerus beristigfar karena merasa kasihan terhadap adik iparnya itu. Tak berbeda jauh dengan sang istri Hammas pun mudur satu langkah kemudian menjatuhkan dirinya di kursi tunggu, tanggannya mengusap wajahnya kasar. Air matanya tanpa sadar keluar, ia begitu hancur mendengar keadaan sang adik. Entah bagaimana kelanjutan hidup Aira yang akan meninggalkan trauma mendalam bagi adik bungsunya itu.
"Lalu bagaimana dengan keadaannya sekarang?" tanya Hammas lagi.
"Untuk saat ini kondisinya masih belum stabil, dan jika ia sudah melewati masa kritisnya dan sudah pulih saya akan mengenalkannya kepada sahabat saya yang seorang psikiater agar traumanya bisa sedikit demi sedikit di sembuhkan.""Terima kasih banyak karna anda sudah perduli dengan adik saya, tapi saya tidak tau bagaimana kami bisa membantu Aira untuk melewati masa-masa sulitnya nanti. Pastinya ia akan menjadi orang yang berbeda."
Raut wajah ke khawatiran muncul manakala membayangkan Kehidupan Aira mendatang, ini ujian paling sulit untuk mereka. Karena mereka tau menyembuhkan trauma itu lebih sulit, akan ada permasalahan mental yang terjadi di kemudian hari."Kalau boleh izin, saya akan menikahi Dokter Aira, saya akan menemaninya sampai kapanpun, dan saya berjanji tidak akan pernah melukainya," ucap Rafka penuh keyakinan
"Kamu mau menikahi Aira? Bagaimana mungkin? Bahkan kamu tau sendiri kondisinya seperti apa?" ujar Hammas penuh sarkas
"Kamu hanya memanfaatkan kondisinya saja kan? Saya tau tidak akan ada lelaki yang begitu tulus dengan wanita yang sudah hancur seperti itu.""Ga pak, saya tidak seperti itu. Saya benar bersungguh-sungguh ingin menjaganya. Saya paham kondisi Aira seperti apa dan harus bagaimana, karena saya pun pernah mempunyai kakak yang bernasib sama dengan Aira namun kami terlambat menangani sehingga ia nekat untuk loncat dari lantai 2 rumah kami, dan saya tidak mau hal seperti itu terjadi lagi pada orang lain terutama Aira. Saya tau kejadian itu menghancurkan masa depannya tapi saya ingin mengobati dan menyusun kembali masa depannya dengan hal yang lebih baik dan indah, saya janji tak akan pernah menyakitinya seujung kukupun. Izinkan saya menikahi Aira saat ini juga, agar saya dapat merawatnya tanpa khawatir bersentuhan atau berduaan dengannya yang bukan mahrom saya,"
"Saya tidak bisa memutuskan untuk ya atau tidak karena saya masih memiliki keluarga, keputusannya nanti akan saya kasih tau setelah saya mengabari kakak dan adik saya, tapi berjanjilah satu hal pada saya, kamu tidak boleh berkhianat dengan perkataanmu barang sedikitpun. Kamu paham?"
"Saya paham pak, terima kasih banyak."
Setelah percakapan mereka Akhirnya Hammas menghubungi kakak dan kedua adiknya tapi ia tak memberi tahu tengan keadaan Aira terlebih dahulu Hammas tidak ingin keluarganya terlalu khawatir meski tak di pungkiri ia pun terlalu khawatir dengan kondisi sang adik bungsu.
Waktu terus berlalu, siang menjadi malam dan malam menjadi fajar, namun keadaan Aira tak ada perubahan yang signifikan, jam 5 sore kemarin Hammas dan Nadia di izinkan untuk melihat kondisi Aira. Betapa terkejutnya mereka mengetahui kondisi adik yang mereka sayang begitu berbeda, Aira yang terkenal ceria dan juga cantik kini hanya bisa terbaring lemah dengan sayatan luka di pergelangan tangannya, wajahnya yang memar keunguan membuat Hammas tak tega melihat lebih lama.
Adinda, Amira dan Azka beserta dengan keluarga mereka masing-masing telah datang, Hammas memberi tahu kondisi Aira, tangis kesedihan pecah mana kala mereka mendengar apa yang terjadi pada adik mereka. Bahkan Amira berkali-kali pingsan, ia paham bagaimana sakitnya saudara serahimnya itu.
"Lantas bagaimana kelanjutannya Hammas?" ucap Adinda
"Ada seorang teman sejawatnya Aira ingin menikahinya, ia bilang ia akan menjaganya." ucap Hammas
"Siapa? Apakah orang yang sudah berbuat hal keji itu?" tanya Azka
"Dia temen Aira namanya Rafka, kalaupun dia yang berbuat dan dia mau bertanggung jawab sekalipun akan langsung kakak usir Ka, tapi ini lelaki benar-benar tulus, kakak lihat dari tatapannya dan juga dia selalu ada disini nunggu kabar Aira.""Dimana orangnya ka?" ucap Azka kembali
"Dia sedang sholat, sebentar lagi mungkin datang,"Datanglah seorang lelaki berwajah tampan dari arah masjid rumah sakit,
"Itu dia," ucap Hammas"Assalamu'alaikum," ucap Rafka kepada semua orang yang ada didepan ruang ICU
"Wa'alaikumsalam, jadi kamu yang mau menikahi adik saya?" todong Adinda
Rafka yang mendapatkan pertanyaan mendadak itu hanya bisa menganggung penuh keyakinan"Nikahilah sekarang! Jadikan Aira kami seperti dulu lagi! Buktikan kepada kami atas semua ucapanmu! BUKTIKAN!" teriak Adinda frustasi, hatinya begitu hancur tak akan ada yang paham bagaimana hatinya saat ini
"Baik, saya akan menikahinya sekarang. Tapi mungkin tidak bisa menikahkan secara resmi dulu karena butuh waktu untuk mengurus surat-suratnya, tapi izinkan saya menghalalinya dulu,"
"Saya izinkan!" Sambar Adinda lagi
Tbc.
Eitssss mau tau ga gimana kelanjutannya?
Akankah Aira bisa pulih seperti dulu lagi?Jangan lupa vote dan komen ya
Aku butuh dukungan kalian 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Aira
RomanceNamaku Aira Khairunnisa, aku anak terakhir dari lima bersaudara. Sejak kecil aku hidup dengan bergelimang harta, tapi orang tuaku selalu menanamkan pada kami agar tidak menjadi manusia yang sombong. Orang tua kami telah meninggal dunia semenjak ter...