Pernahkah kalian membayangkan saat hidup kalian sangat sempurna dan bahagia seketika hancur lebur dalam sekejap saja?
Itu lah takdir, mungkin ini adalah takdirku, aku terus saja mencoba berfikir, tapi terkadang aku merasa Allah tidak adil padaku. Mengapa Ia memberiku cobaan yang begitu berat seperti ini? Apakah aku sanggup melewatinya?Berkali-kali aku selalu mendengar suara lelaki yang telah menodaiku. Aku selalu merasa jika ia selalu ada di dekatku, suaranya begitu terngiang-ngiang di telingaku. Flashback kejadian itu kembali ada di ingatanku. Seperti pagi ini suara itu kembali muncul di pendengaranku, bayangan lelaki itu mulai tampak di pengelihatanku. Aku berteriak, berupaya mendorong lelaki itu sekuat tenaga, meraih apa saja yang ada di dekatku
Gunting
Aku melihat sebuah gunting di meja riasku, ku ayunkan gunting tersebut agar dia menjauh dari hadapanku
"PERGI!!!" Aku terus berteriak berharap ada yang bisa membantuku. Air mata sudah tidak bisa aku bendung kembali rasa sakit di sekujur tubuh kembali terasa.
"ARGHHH... Tolong, aku mohon pergi," ucapku yang melemah, kulihat ia merobek paksa pakaianku, mencekal kedua tanganku. Dengan sigap aku tendang tubuhnya hingga tersungkur.
"PERGI BAJINGAN"
"Aaaaaaaaaaaa... PERGI!!! SAYA MOHON PERGI!!!" Teriakku di iringi suara tangis. Aku terus berteriak mengamuk dan menodongkan gunting ke arah lelaki itu. Seketika kesadaranku kembali manakala ada seseorang memelukku. Aku terus berontak tapi pelukan itu tak kunjung melemah malah semakin mengerat ada setetes air mengalir dari ujung kepalaku, beberapa kali kecupan dan doa ku dengar dari orang itu.Aku memperhatikannya dan mencoba mencerna akan setiap ucapannya. Ya dia Rafka teman sejawatku di desa itu, aku tak pernah dekat dengannya hanya sesekali saja saling bertegur sapa. Tapi apa katanya? Suami? Jadi sekarang dia suamiku? Aku kembali menatap wajahnya mencari kebohongan di matanya. Seketika ingatanku kembali lagi ke kenyataan.
Aku mengingatnya sekarang, ia benar suamiku saat ini. Ia terus berbicara padaku hingga akhirnya hatiku tenang dan tidak gelisah lagi. Ia memberikanku pakaian agar aku kenakan kembali. Selesai mengganti pakaian kami berdua segera turun ke lantai satu untuk sarapan bersama.
"Hari ini kita ke klinik dokter Arya ya," ucapnya.
"Oh iya mas," ucapku sembari terus melanjutkan makan.Ya setelah pulang dari rumah sakit aku selalu bertemu dengan dr. Arya, sang Psikiater. Ini sudah pertemuan ke empat kami dalam seminggu ini, terapi mengurangi rasa trauma yang lebih di utamakan oleh dr. Arya.
Aku sudah di vonis saat ini mengidap skizrofernia
"Sudah selesai? Mau berangkat sekarang?" ucap mas Rafka setelah mengelap sisa makanan di bibirku
Aku hanya mengangguk saja, ia menggenggam jemariku, mengajakku berdiri dan melangkah keluar rumah. Kemudian ia memakai sebuah jaket yang ada di bangku teras dan menenteng helm warna hitam full face miliknya.Aku melihatnya heran
"Kenapa sayang?" tanyanya
"Kita naik motor?" ucapku polos
"Iya, aku yakin kamu butuh udara segar, ga masalahkan kalau kita pakai motor?" ucapnya sambil tersenyum
"Tapi mas motor kamu besar begitu, aku pakai gamis,"
"Tenang sayang, kamu pasti suka nantinya," ia kembali menggandeng tanganku menuntunku untuk menaiki motor Ninja miliknya. Aku bertumpuh pada tangannya kemudian menaiki motor itu.
"Sudah siap sayang?" ucapnya kembali. Suara deru motor menggema di sekitar kediaman kami.
"Iya,"
"Pegangan dong, nanti jatuh kalau ga pegangan," ucapnya sembari menarik tanganku untuk melingkarkan di pinggangnya.Ia terus berceloteh selama di perjalanan sesekali aku menimpali guyonan yang ia lontarkan. Aku bahagia memilikinya, ia begitu sabar terhadapku, menjadikan aku seperti ratu, padahal aku sudah ternodai, aku sudah hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aira
RomanceNamaku Aira Khairunnisa, aku anak terakhir dari lima bersaudara. Sejak kecil aku hidup dengan bergelimang harta, tapi orang tuaku selalu menanamkan pada kami agar tidak menjadi manusia yang sombong. Orang tua kami telah meninggal dunia semenjak ter...