Waktu demi waktu terus bergulir kesehatan Aira pun semakin membaik, namun trauma masih ada pada dirinya. Rafka selalu menemaninya sepanjang hari, jangan tanyakan bagaimana pekerjaannya? Apakah ia tidak bekerja?
Rafka adalah seorang dokter muda namun selain menjadi dokter ia juga seorang owner dari sebuah restoran terkenal di kota kelahirannya itu. Ada beberapa cabang outlet yang tersebar hampir seluruh jabodetabek.
Hari ini Rafka akan menemani Aira dalam sesi konseling dengan sahabatnya Arya yang seorang psikiater di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ya mereka telah kembali ke Jakarta setelah beberapa hari Aira di rawat. Sudah hampir dua minggu setelah kejadian itu berlangsung, sudah seminggu pula Aira dan Rafka menjadi suami istri. Namun tidak ada yang berubah secara signifikan dari hubungan mereka. Aira terkadang masih suka berteriak mana kala Rafka membaringkan tubuhnya di samping sang istri hanya untuk beristirahat.
Seperti pagi itu, suasana hening dalam rumah dua lantai itu tiba-tiba menjadi tak terkendali.
"Aaaaaaaaaaaa... PERGI!!! SAYA MOHON PERGI!!!" teriak Aira di dalam kamar.
Rafka yang sedang menyiapkan sarapan di bantu dengan seorang asiaten rumah tangga segera berlari ke sumber suara itu. Lagi-lagi Rafka terkejut melihat kondisi istrinya yang sebelumnya telah rapih dengan gamis dan kerudung warna biru muda kini entah bagaimana kerudung yang ia kenakan telah berantakan dan gamisnya pun telah terkoyak di bagian dadanya."Astagfirullah Aira," entah sudah berapa kali semenjak kepulangan mereka ke rumah Aira merusak pakaiannya sendiri seperti saat tengah di perkosa oleh lelaki bajingan itu.
"PERGI!!! JANGAN MENDEKAT!!! Atau akan ku bunuh kau bajingan!!!" ucap Aira sembari memegang gunting dan mengarahkan kepada dirinya."Aira, tenang ini aku Rafka, tolong tenang," bujuk Rafka sembari mencari cara agar gunting itu bisa ia singkirkan dari tangan istrinya.
"PERGI!!! JANGAN SENTUH AKU!!! AKU MOHON PERGI!!!"
"Aira istigfar sayang, ini aku suamimu. Kamu yang tenang ya di rumah ini ga ada siapa-siapa selain kita dan bu Marni," dengan sigap Rafka mengambil gunting dari tangan istrinya setelah sang istri tersungkur di lantai.Aira menangis, meraung sejadi-jadinya. Rafka langsung memeluk Aira, mencoba menenangkan istrinya. Ia tidak tau apa yang terjadi pada sang istri ketika ia tengah di bawah untuk menyiapkan sarapan, karena sebelumnya ia melihat Aira biasa saja, ia sudah bisa berkomunikasi namun terkadang masih sulit untuk berdekatan dengan sang suami.
"Tenang ada aku di sini, kamu yang tenang ya," Rafka memeluk Aira, seketika air matanya pun ikut meluruh dari pelupuk matanya. Satu kecupan mendarat di kening Aira, kecupan sayang dan kecupan penyemangat tak lupa ia mendoakan sang istri untuk cepat sembuh.
"Aku sudah hancur, aku kotor, aku benci diriku! Aku benci! Aku mau mati saja!" teriak Aira di sela tangisannya.
"Please, kamu ga begitu sayang. Kamu masih cantik, kamu ga boleh bilang gitu. Ada aku disini, aku akan temenin kamu selamanya," suara Rafka terdengar bergetar.
"Aku kotor mas! Aku udah ternodai, aku cuma sampah masyarakat,"
Rafka mengangkat wajah Aira dengan kedua tangannya, mengusap air matanya dengan penuh kasih sayang dan cinta. Kemudian ia mengecup keningnya kembali, "sayang percayalah sama aku, kamu itu masih sangat berharga. Kamu ga berubah, kamu Aira yang dulu, kamu bukan sampah masyarakat, kamu adalah bidadariku, ratuku, kamu masih cantik amat sangat cantik,""Tapi mas aku sudah ternodai"
"Aku ga perduli sayang, yang aku tau kamu adalah wanita yang paling cantik dan sholehah yang pernah aku temui," Rafka memeluk Aira lagi. Mengeratkan pelukannya agar mentransfer energi positif pada istrinya itu. Setelah ia merasa istrinya mulai tenang akhirnya ia melepaskan pelukannya."Sekarang kita ganti baju ya, setelah itu kita sarapan, terus minum obat," Aira hanya menganggukan kepalanya lemah.
Rafka mengangkat tubuh Aira dan mendudukannya di atas ranjang milik mereka. Dengan cekatan ia mencari gamis untuk istrimya, tak lupa pula hijab warna senada dengan gamisnya.
"Mau aku bantu?" tanya Rafka setelah memberikan gamis itu pada sang istri.
"Terima kasih mas, tapi tak perlu, aku masih bisa sendiri," Aira segera bangkit dan berjalan lemah ke arah kamar mandi yang berada dalam kamar mereka.Meski mereka telah menikah Aira tak pernah membuka hijabnya bahkan pakaiannya di depan suaminya. Selama mereka menikah dan di rumah Aira selalu memakai gamis dan juga hijab untuk menutupi tubuh dan rambutnya.
Rafka tak pernah memaksa dan mempermasalahkan akan hal itu, ia tau istrinya butuh waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Menghapus segala kenangan pahit dalam hidupnya tidaklah mudah. Maka Rafka begitu paham akan kondisi Aira saat itu.
Sembari menunggu Aira berganti pakaian, ia menghubungi sang sahabat Arya,
"Assalamu'alaikum bro,"
"Wa'alaikumsalam, why bro?" terdengar suara barito di seberang sana
"Sorry gue dan istri agak terlambat, barusan Aira habis ngamuk lagi,"
"Santai bro. Kapanpun lu kesini gue akan tunggu, btw bro gue punya informasi, Minggu depan mantan bini lu balik ke Indo," ucap Arya
"Terus apa hubungannya sama gue? Ga usah ungkit-ungkit dia lagi lah, gue ga pernah nganggep dia pernah ada dalam hidup gue,"
"Iya sorry bro, soalnya gue denger dia mau ngadain Party dan dia ngundang gue buat dateng,"
"Ya terserah lu aja, lu mau datang atau engga gue ga perduli. Gue udah punya kehidupan baru, kehidupan yang lebih mendekatkan gue sama Allah, gue udah lama meninggalkan dunia hitam itu. Gue udah bertaubat,"
"Wihhh iya gue lupa, sorry sorry to say,"
"No problem, lu juga cepet-cepet tobat jangan sampe ajal yang duluan meminang lu. Jauhin free sex dan minum-minum bro, dunia itu cuma sementara."
"Parah si lu, nyumpahin gue mati,"
"Gue ga nyumpahin bro, gue hanya menasihati,"
"Okey okey. Makasih nasihatnya dokter Rafka,"
"Bro udah dulu ya kayanya bini gue udah beres rapih-rapihnya, jam 10 gue on the way. Assalamu'alaikum,"
"Sip bro, Wa'alaikumsalam,"Panggilan telepon pun berakhir. Ya Rafka dulu adalah seorang alkoholik dan penyuka sex bebas namun setelah kamatian kakaknya ia sudah berubah dan bertaubat, sementara waktu itu istrinya masih terus melakukan maksiat. Istrinya yang dulu tak bisa ia kendalikan dan selalu saja sesuka hatinya melakukan kegiatan yang unmoral tersebut. Hingga akhirnya istrinya yang dulu menggugat cerai karena ia merasa sudah muak dengan kelakuan Rafka yang terlihat sok suci.
Aira tersenyum sendu di depan pintu kamar mandi, matanya menatap sang suami yang menatap fokus kearahnya.
"Jangan di lihat seperti itu mas, aku malu," wajah Aira merona bak tengah memakai blush on di pipinya.
"Masyaa Allah cantik sekali ciptaan Allah ini," ucap Rafka, Aira memang amat sangat cantik bahkan kecantikannya mengalahkan siapapun.
"Terima kasih mas, katanya kita mau sarapan mas," ucap Aira lembut
"Oh iya, ayo sayang. Mas udah lapar banget," Rafka berjalan ke arah Aira kemudian menggenggam tangannya dan menggandengnya."Sayang nanti setelah dari Arya kamu mau ga kalau kita ke rumah orang tua mas?"
Seketika Aira menghentikan langkahnya, Rafka berbalik dan menatap Aira dengan tatapan bingung.
"Kenapa?" sambung Rafka"Aku takut mas, takut kalau orang tua mas ga bisa terima aku," air mata Aira mulai menggenang kembali di pelupuk matanya.
"Engga sayang, percayalah. Orang tua mas akan sangat sayang sama kamu," ucap Rafka sembari tangannya menghapus air mata Aira yang akan jatuh.
"Iya mas," ucap Aira dan di hiasi senyum tipis.
"Ya udah yuk turun, cacing di perut mas udah mulai pada ngedisko nih,"
"Makanya minum obat cacing mas biar ga cacingan," balas Aira dan mereka berdua pun tertawa sembari berjalan beriringan. Tangan Aira tak pernah lepas dari genggaman Rafka. Ia merasa benar-benar jatuh cinta pada gadis itu.Tbc.
Nahhhhhhhh alhamdulillah kali ini author bisa up lagi 🤭🥰
Gimana? Masih mau lanjut?
Masih sanggup di buat hatinya turun naik kaya naik roler coster?Kalo masih sanggup silahkan vote dan komen ya
Soalnya dari vote dan komen para readersku tersayang bisa bikin aku semangat buat terus upSee you next chapter 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Aira
RomanceNamaku Aira Khairunnisa, aku anak terakhir dari lima bersaudara. Sejak kecil aku hidup dengan bergelimang harta, tapi orang tuaku selalu menanamkan pada kami agar tidak menjadi manusia yang sombong. Orang tua kami telah meninggal dunia semenjak ter...