Rafka begitu panik, ia baru kali ini melihat kondisi sang istri yang seperti ini setelah keluar dari rumah sakit. Tak terasa ia menangis, sembari terus mencoba membangunkan sang istri. Ia periksa denyut nadi istrinya, membuka mata sang istri, memberikan minyak aroma-aroma terapi tepat di hidungnya, segala upaya sudah ia lakukan. Setelah setengah jam ia terus membangunkan Aira bersyukurnya Aira segera siuman.
Aira membuka matanya, kepalanya terasa begitu sakit, pandangannya kabur. Ia melihat ke sekeliling mendapati Rafka tengah menangis merutuki dirinya. Aira mencoba menggerakan tangannya lemah, menggenggam tangan Rafka yang ada di atas perutnya.
"M..mass..." ucap Aira lemah.
Rafka yang sebelumnya memejamkan mata dan tidak sadar jika Aira sudah sadar segera membuka matanya dan membalas genggaman tangan Aira begitu erat.
"Sayang, maafkan mas," ucap Rafka. Ia mencium tangan istrinya itu, air mata terus mengalir dari kedua bola mata lelaki berusia 35 tahun itu.
"Maafkan mas Aira,"
"M... mas... ga salah apa-apa, aku yang salah mas," ucap Aira lemah.
"Seharusnya aku bisa mengontrol diriku, kamu berhak atas diriku mas, maaf, maaf aku malah mengacaukan semuanya,"
"Engga Aira kamu ga salah, aku yg salah. Seharusnya aku bisa menahan."
Mereka menangis bersama, semakin mereka menyalahkan diri masing-masing rasanya mereka semakin tersiksa.
"Mas,"
"Iya sayang kenapa?"
"Tolong ambilkan minum," ucap Aira yang merasakan tubuhnya begitu lemah.
Rafka segera mengambil segelas air hangat dan memberikannya kepada Aira.Rafka menatap mata Aira, ada guratan kecewa dan sedih dalam mata indah itu. Rafka bangkit dan mencium mata Aira. Satu hal yang membuatnya sakit adalah melihat istrinya merasakan sakit.
"Kamu istirahat ya sayang mas mau keluar dulu,"
"Oh ya sayang mas lupa, kamu pakai baju dulu ya." Aira hanya mengangguk ia tak sadar jika saat ini ia sedang tanpa berbusana. Rafka memakaikan baju Aira tanpa melihat ke arah sang istri, ia tau saat ini kebutuhan biologisnya ingin terlampiaskan meski saat Aira pingsan ia tak perduli lagi dengan rasa itu namun jika ia melihat istrinya tanpa busana seperti ini di dalam hati yang terdalamnya ia ingin "menerkam" sang istri. Namun akal sehatnya masih bisa mengalahkan pikiran kotornya itu, ia tak mau jika Aira kembali merasakan sakit."Kamu istirahat ya sayang,"
Aira mengangguk. Kemudian Rafka segera meninggalkan kamar mereka. Jika dulu ia dengan leluasa menyalurkan hasrat biologisnya kepada siapa saja, namun kali ini ia harus benar-benar bersabar. Itu pula yang memutuskan ia keluar dari kamar dan menjernihkan kepalanya.Hari berganti senja. Angin laut menerpa wajah tampan seorang pria yang tengah menatap ke arah ombak yang saling menabrak pasir di bibir pantai. Lamunannya teralihkan ketika seseorang memeluknya dari belakang. Menyandarkan kepalanya ke pundak milik lelaki itu.
"Mas," ucap wanita itu.
"Iya sayang,"
"Kenapa lama sekali, aku takut sendirian di kamar mas,"
"Astagfirullah, maafkan aku Aira, aku tak sadar jika hari sudah sore." Lelaki itu membalikkan badannya mengahadap Aira.
"Kita masuk yuk," lanjut Rafka.Rafka menggenggam tangan Aira begitu erat berjalan menelusuri bibir pantai untuk kembali ke resort. Matahari akan terbenam, semburat jingga menghiasi suasana sore yang begitu indah.
"Kamu lapar ga sayang?" tanya Rafka ketika kaki mereka telah mendarat di lobi resort
Aira menggangguk.
"Oke Kalau begitu kita makan dulu ya sayang, baru kembali ke kamar."
Mereka membelokkan langkah kaki ke arah restorant, terlihat suasana yang begitu padat meski tak seramai musim liburan dan weekend tetap saja resort dan restorant ini tak pernah sepi pengunjung."Mas Rafka!" ucap seseorang ketika mereka sampai di sebuah meja yang berada di sudut ruangan dan menghadap ke pantai.
Rafka dan Aira menengok ke arah suara tersebut. Betapa terkejutnya Rafka ketika yang ia lihat di hadapannya adalah orang yang coba ia hindari saat hingga detik ini.
"Siapa mas?" tanya Aira kepada Rafka yang terdiam mematung. Namun Rafka tak memberi jawaban apapun. Ia masih begitu terkejut dengan apa yang terjadi saat ini.
"Apa kabar mas? Aku kangen sama kamu." Wanita itu memeluk Rafka erat. Aira menelisik tak suka, siapapun akan merasakan cemburu ketika suaminya di peluk oleh wanita lain. Apa lagi wanita itu berpenampilan sangat menggoda. Ia memakai gaun di atas lutut 10cm, mungkin jika ia berjongkok pakaian dalamnya akan terlihat. Belahan dada yang rendah memperlihatkan setengah dari dadanya yang seharusnya di tutup itu. Membuat Aira terbakar api cemburu.Rafka dengan sigap langsung melepas pelukan wanita itu ketika melihat Aira tertunduk lesu. Namun wanita itu bersikeras untuk tetap mengencangkan pelukannya.
"Lepaskan Ayu!" hardik Rafka.Ya wanita itu adalah Ayu. Mantan istri dari Rafka.
"Aku kangen sama kamu mas, maafkan aku. Aku berjanji kalau aku sudah berubah dan tidak seperti dulu lagi, kita kembali seperti dulu ya mas." Tanpa rasa malu Ayu berucap seperti itu di depan Aira.
Aira melepaskan genggaman tangan Rafka ia hendak pergi, rasa cemburunya sudah berada di ubun-ubun. Namun Rafka dengan sigap kembali menggencangkan genggamannya."Ayu sadar, kita sudah bukan suami istri lagi. Kau tak pantas seperti ini di depan umum!"
"Kenapa si mas kamu jahat sama aku? Aku sudah berusaha mati-matian melupakan kamu tapi ga bisa mas, aku kangen dengan rasamu," ucap Ayu namun tangannya dengan sengaja mengusap ke arah kejantanan Rafka. "Pelukanmu, kehangatan, serta eranganmu," lanjut Ayu, tangannya tak henti mengusap sembari terus berbicara.Lelaki mana yang tak tersulut nafsunya melihat pemandangan di depannya ada wanita sexy yang dulu menghiasi hari-harinya. Di tambah dengan perlakuan dan suara serak-serak dari Ayu yang kembali membangkitkan gairah yang sebelumnya dengan susah payah telah ia kondisikan. Namun akal sehatnya kembali tersadar ketika matanya menatap manik-manik hitam milik istrinya.
"Astagfirullah Ayu! Apa yang sudah kamu lakukan." dengan kasar Rafka mendorong Ayu hingga membuat wanita itu mengenai kursi yang ada di belakangnya.
"Awwww... kenapa si kamu mas? Apa kamu ga kangen sama aku? Aku yakin kamupun kangen sama aku kan?"
"Sadar Ayu! Kita sudah bukan suami istri dan aku sudah memiliki istri yang lebih baik lagi!" Rafka sedikit meninggikan suaranya namun tangannya dengan sigap merengkuh pinggang Aira. Memperlihatkan kepada Ayu bahwa Ia bukanlah Rafka yang dulu. Ia sudah memiliki istri kembali."Sudahlah Ayu, saya tidak mau berurusan dengan kamu lagi," ucap Rafka dan segera menarik Aira untuk pergi dari restoran itu. Rasa laparnya sudah menghilang, selera makannya lenyap begitu saja. Yang ada saat ini adalah kepalanya yang begitu pusing, karena nasfunya bangkit kembali.
"Mas!"
"Mas Rafka!" Teriak Ayu yang di abaikan oleh Rafka. Rafka sudah muak melihat mantan istrinya. Meski dulu ia sangat memuja Ayu namun semua telah terbalik 180 derajad. Bayang-bayang Ayu yang tengah berpesta sex di rumah mereka dulu dengan beberapa lelaki membuat Rafka yang saat itu telah taubat membuat keputusan yang sangat berat dalam hidupnya. Ia merasa gagal menjadi seorang suami, ia gagal karena tidak bisa menjaga istrinya untuk tidak berbuat maksiat, padahal setiap harinya ia selalu terbayang-bayang betapa kejamnya siksa neraka.Entah sudah berapa banyak dosa yang ia perbuat, mungkin sampai detik ini pun Rafka berfikir bahwa dosanya tak pernah bisa berkurang meski ia telah melakukan kebaikan setiap harinya.
"Mas," tegur Aira
"Nanti mas jelaskan sayang, sekarang kita ke kamar saja ya, nanti mas pesankan makanan untuk di bawa ke kamar."
"Iya mas," jawab Aira. Sebenarnya ia penasaran dengan kehidupan suaminya dulu, karena bagaimanapun selama 3 minggu mereka menikah hanya 2 minggu belakangan ini mereka bisa saling berdekatan dan mengenal satu sama lain karena seminggu sebelumnya waktu mereka di habiskan di rumah sakit untuk recovery kondisi Aira. Meski sedikit demi sedikit Aira mengenal suaminya, namun mengenai cerita masalalunya Rafka tak pernah membahas sekalipun kepada Aira.Tbc.
Haiiii....
Ketemu lg nhe sama author
Kira" gimana ya masalalunya mas Rafka?
Yuk yg penasaran jangan lupa vote dan komen ya
Biar Author semangat lanjutin ceritannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Aira
RomanceNamaku Aira Khairunnisa, aku anak terakhir dari lima bersaudara. Sejak kecil aku hidup dengan bergelimang harta, tapi orang tuaku selalu menanamkan pada kami agar tidak menjadi manusia yang sombong. Orang tua kami telah meninggal dunia semenjak ter...